BAB II
PEMBAHASAN
2. TINJAUAN
TEORI
2.1.1.Pengertian
Otitis Media adalah peradangan sebagian atau seluruh
mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel – sel
mastoid.Gangguan telinga yang paling sering adalah eksterna dan media. Sering terjadi
pada anak – anak dan juga pada orang dewasa. (Adam,George L.1997)
Otitis Media Purulenta Kronis (OMPK) adalah infeksi
kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret
kental/purulen yang keluar dari telinga tengah terus – menerus atau hilang
timbul,dan gangguan pendengaran. Sekret yang keluar dapat berupa nanah atau
bercampur darah.(Adam,George L.1997)
Otitis Media Kronis adalah infeksi menahun pada telinga
tengah dimana otitis media kronis merupakan
kelanjutan dari otitis media akut. Lama
kejadiannya kurang lebih satu bulan. Otitis media kronis dapat menyebabkan kerusakan
yang terus menerus pada telinga tengah dan gendang telinga dan mungkin ada
aliran yang terus menerus melalui lubang pada gendang telinga.
2.1.2 Anatomi Fisiologi Telinga Tengah
Telinga
tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah lateral dan
kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua
Membrana timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai
batas lateral telinga, Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya
berwarna kelabu mutiara dan translulen.Telinga tengah merupakan rongga berisi
udara merupakan rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah) dihubungkan dengan
tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi udara di
bagian mastoid tulang temporal.
Telinga
tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes.
Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang
membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial
telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian
dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah.
Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh
membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis,
atau struktur berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah
mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami
kebocoran ke telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.
Tuba
eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm, menghubngkan
telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat terbuka
akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau menguap
atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan
tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer.
2.1.3. Epidemologi
Prevalensi Otitis Media Kronis pada beberapa
negara antara lain disebabkan, kondisi sosial, ekonomi, suku, tempat tinggal
yang padat, higiene dan nutrisi yang jelek.Kebanyakan melaporkan prevalensi Otitis
Media Kronis pada anak termasuk anak yang mempunyai kolesteatom, tetapi tidak
mempunyai data yang tepat, apalagi insiden otitis media kronis saja, tidak ada
data yang tersedia. Otitis media kronis merupakan penyakit THT yang paling
banyak di negara sedang berkembang. Di negara maju seperti Inggris sekitar 0,
9% dan di Israel hanya 0, 0039%. Di negara berkembang dan negara maju
prevalensi otitis media kronis berkisar antara 1-46%, dengan prevalensi
tertinggi terjadi pada populasi di Eskimo (12-46%), sedangkan prevalensi
terendah terdapat pada populasi di
Amerika dan Inggris kurang dari 1% (Lasminingrum L, 2000). Menurut survei yang
dilakukan pada 7 propinsi di Indonesia pada tahun 1996 ditemukan insidens
Otitis Media Kronis (atau yang oleh awam sebagai “congek”)sebesar 3% dari
penduduk Indonesia. Dengan kata lain dari 220 juta penduduk Indonesia
diperkirakan terdapat 6, 6 juta penderita OMK.
Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran, Depkes tahun 1993-1996 revalensi otitis media kronis adalah 3, 1%-5, 20% populasi. Usia terbanyak
penderita infeksi telinga tengah adalah usia 7-18 tahun, dan penyakit telinga
tengah terbanyak adalah otitis media kronis. Prevalensi OMSK di RS Dr Cipto
Mangunkusumo Jakarta pada tahun 1989 sebesar 15, 21%. Di RS Hasan Sadikin
Bandung dilaporkan prevalensi otitis media kronis selama periode 1988 – 1990
sebesar 15,7% dan pada tahun 1991
dilaporkan prevelensi OMSK sebesar 10,96%.Prevalensi penderita OMSK di RS Dr
Sardjito Yogyakarta pada tahun 1997 sebesar 8, 2% (Paparella MM, 2001).
2.1.4. Etiologi
Otitis media kronis terjadi akibat adanya lubang pada
gendang telinga (perforasi) (Mediastore,2009). Perforasi gendang telinga bisa
disebabkan oleh: otitis media akut penyumbatan tuba eustakius cedera akibat
masuknya suatu benda ke dalam telinga atau akibat perubahan tekanan udara yang
terjadi secara tiba-tiba luka bakar karena panas atau zat kimia.
Penyebab OMK antara lain:
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMK dan faktor
sosio-ekonomi belum jelas, tetapi kelompok sosio-ekonomi rendah memiliki
insiden OMK yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini
berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat tinggal yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan
sampai saat ini, terutama apakah insiden OMK berhubungan dengan luasnya sel
mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid
lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini
primer atau sekunder.
3. Riwayat otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media
kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut dan/ atau otitis media
dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu telinga
dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus
atau mukosa telinga tengah hampir tidak bervariasi pada otitis media kronik
yang aktif. Keadaan ini menunjukkan bahwa metode kultur yang digunakan adalah
tepat. Bakterinya, antara lain:
1.
Streptococcus.
2.
Stapilococcus.
3.
Diplococcus pneumonie.
4.
Hemopilus influens.
5.
Gram Positif : S. Pyogenes, S.
Albus.
6.
Gram Negatif : Proteus spp,
Psedomonas spp, E. Coli.
7.
Kuman anaerob : Alergi,
diabetes melitus, TBC paru.
5. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh keluarnya
sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas. Infeksi virus dapat
mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh
terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga
memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun
akan memiliki insiden lebih besar terhadap OMK.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden
otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang bukan alergi. Yang menarik
adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes
telinga atau bakteri atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti
kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius
Pada otitis media kronis aktif tuba
eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomena
primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai
metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya
menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi
normal.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan
perforasi membran timpani yang menetap pada OMK adalah:
1. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid
yang mengakibatkan produksi sekret telinga purulen berlanjut.
2. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang
mengurangi penutupan spontan pada perforasi.
3. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan
spontan melalui mekanisme migrasi epitel.
4. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat
mengalami pertumbuhan yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani.
Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi.
2.1.5. Patofisiologi
Otitis Media
Otitis
media supuratif Otitis
media non Supuratif
(Otitis media serosa)
Otitis
media akut (OMA) Otitis
media serosa akut
(lebih
2 bulan)
Otitis media kronis Otitis media serosa
kronis
(OMK) (Glue
ear)
Maligna Benigna
Degeneratif Metaplastik
1)
Terdapat perforasi pada
marginal/atik. 1) Terlihat kolesteatom pada telinga
2)
Granulasi di liang telinga luar
yang tengah (di epitimpanum).
berasal dari dalam telinga tengah. 2) Sekret berbentuk nanah dan
3)
Polip berbau
khas
Otore
= pus pada MAE
(kental/busuk)
Gangguan
berkomunikasi Cemas
Pendengaran
menurun
Peradangan Telinga Perubahan persepsi / sensori
Nyeri
2.1.6. Klasifikasi OMK
1.
Tipe tubotimpani (tipe benigna/
tipe aman/ tipe mukosa)
Tipe ini ditandai adanya perforasi sentral atau pars
tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit.
Proses peradangan pada OMK posisi ini terbatas pada mukosa saja, biasanya tidak
mengenai tulang, umumnya jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya dan tidak
terdapat kolesteatom. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini
terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas, kegagalan
pertahanan mukosa terhadap infeksi pada penderita dengan daya tahan tubuh yang
rendah, campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa
serta migrasi sekunder dari epitel squamosa. Sekret mukoid berhubungan dengan
hiperplasi sel goblet, metaplasi dari mukosa telinga tengah
OMK tipe benigna berdasarkan aktivitas sekret yang
keluar dikenal 2 jenis,yaitu
1.1. OMK aktif ialah OMK dengan sekret yang keluar dari kavum
timpani secara aktif
1.2. OMK tenang apabila keadaan kavum timpani terlihat basah atau kering.
2. Tipe Atikoantral (tipe malignan/ tipe bahaya)
Tipe ini ditandai dengan perforasi tipe marginal atau
tipe atik, disertai dengan kolesteatom dan sebagian besar komplikasi yang
berbahaya dan fatal timbul pada OMK tipe ini.
Kolesteatom adalah suatu kista epitelial yang berisi
deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga
kolesteatom bertambah besar. Banyak teori mengenai patogenesis terbentuknya
kolesteatom diantaranya adalah teori invaginasi, teori migrasi, teori
metaplasi, dan teori implantasi. Kolesteatom merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan kuman (infeksi), terutama Proteus dan Pseudomonas aeruginosa.
Infeksi akan memicu proses peradangan lokal dan pelepasan mediator inflamasi
yang dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom bersifat
hiperproliferatif, destruksi, dan mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini
dapat menekan dan mendesak organ disekitarnya sehingga dapat terjadi destruksi
tulang yang diperhebat oleh pembentukan asam dari proses pembusukan bakteri.
Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti
labirinitis, meningitis dan abses otak.
Kolesteatom dapat diklasifikasikan
atas dua jenis:
1. Kolesteatom kongenital.
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom
kongenital menurut Derlaki dan Clemis (1965) adalah :
1. Berkembang dibelakang membran
timpani yang masih utuh.
2. Tidak ada riwayat otitis media
sebelumnya.
3. Pada mulanya dari jaringan
embrional dari epitel skuamous atau dari epitel undiferential yang berubah
menjadi epitel skuamous selama perkembangan.
Kongenital kolesteatom lebih sering
ditemukan pada telinga tengah atau tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa.
Kolesteatom ini dapat menyebabkan parese nervus fasialis, tuli saraf berat
unilateral, dan gangguan keseimbangan.1,2
2. Kolesteatom akuisital atau didapat
2.1. Primary acquired cholesteatoma.
Kolesteatom yang terbentuk tanpa
didahului oleh perforasi membran timpani. Kolesteatom timbul akibat proses
invaginasi dari membran timpani pars flaksida akibat adanya tekanan negatif
pada telinga tengah karena adanya gangguan tuba (teori invaginasi). Kolesteatom
yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida1,2
2.2. Secondary acquired cholesteatoma.
Terbentuk setelah perforasi membran
timpani. Kolesteatom terjadi akibat masuknya epitel kulit dari liang telinga
atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori migrasi)
atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang
berkangsung lama (teori metaplasi).
Bentuk perforasi membran timpani
adalah :
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa
antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior, kadang-kadang sub
total. Pada seluruh tepi perforasi masih ada terdapat sisa membran timpani.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani
dan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar
digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir postero-superior
berhubungan dengan kolesteatom.
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flaksida,
berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma.
2.1.7. Manifestasi Klinis OMK
Gejala berdasarkan tipe Otitis Media Kronis:
1.OMK tipe benigna:
Gejalanya berupa discharge mukoid yang tidak terlalu berbau
busuk , ketika pertama kali ditemukan
bau busuk mungkin ada tetapi dengan pembersihan dan penggunaan antibiotiklokal
biasanya cepat menghilang, discharge mukoid dapat konstan atau intermitten.
Gangguan pendengaran konduktif selalu didapat pada pasien dengan
derajat ketulian tergantung beratnya kerusakan tulang-tulang pendengaran dan
koklea selama infeksi nekrotik akut pada awal penyakit.
Perforasi membrane timpani sentral sering berbentuk seperti ginjal
tapi selalu meninggalkan sisa pada bagian tepinya . Proses peradangan pada
daerah timpani terbatas pada mukosa sehingga membrane mukosa menjadi berbentuk
garis dan tergantung derajat infeksi membrane mukosa dapt tipis dan pucat atau
merah dan tebal, kadang suatu polip didapat tapi mukoperiosteum yang tebal dan
mengarah pada meatus menghalangi pandangan membrane timpani dan telinga tengah
sampai polip tersebut diangkat . Discharge terlihat berasal dari rongga timpani
dan orifisium tuba eustachius yang mukoid dan setelah satu atau dua kali pengobatan local bau busuk berkurang.
Cairan mukus yang tidak terlalu bau datang dari perforasi besar tipe sentral
dengan membrane mukosa yang berbentuk garis pada rongga timpani merupakan
diagnosa khas pada omsk tipe benigna.
2. OMK tipe maligna dengan
kolesteatoma:
Sekret pada infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang
sangat bau dan berwarna kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat keping-keping
kecil, berwarna putih mengkilat.
Gangguan pendengaran tipe konduktif timbul akibat terbentuknya
kolesteatom bersamaan juga karena hilangnya alat penghantar udara pada otitis
media nekrotikans akut. Selain tipe konduktif dapat pula tipe campuran karena
kerusakan pada koklea yaitu karena erosi pada tulang-tulang kanal
semisirkularis akibat osteolitik kolesteatom.
2.1.8. Kompilikasi OMK
Tendensi otitis media mendapat komplikasi
tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore. Walaupun demikian
organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan akan menimbulkan
komplikasi. Biasanya komplikasi didapatkan pada otitis media kronis tipe
maligna tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman
yang virulen pada otitis media kronis tipe benigna pun dapat menyebabkan kompikasi.
Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada
eksaserbasi akut dari otitis media
kronis berhubungan dengan kolosteatom (bentuk komplikasi yang ganas dari
congek, ditandai dengan pembentukan selaput lendir pada liang telinga luar).
1.
Komplikasi
ditelinga tengah
1.1. Perforasi persisten membran timpani
1.2. Erosi tulang pendengaran
1.3. Paralisis nervus fasial.
2.
Komplikasi
ditelinga dalam.
2.1. Labirinitis supuratif
2.2.Tuli saraf
2.3. Fistel Labirin
3.
Komplikasi Ekstradurala
3.1. Abses Ekstradural
3.2. Trombosis sinus lateralisc
4.
Komplikasi
susunan saraf pusat
4.1. Meningitis
4.2. Abses otak
4.3. Hindrosefalus otitis.
Komplikasi infeksi telinga
tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam lintasan :
1.
Dari rongga
telinga tengah ke selaput otak
2.
Menembus
selaput otak
3.
Masuk ke
jaringan otak.
2.1.9. Penatalaksanaan OMK
1. OMK benigna
1.1. OMK
benigna tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan
dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu
mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran
nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi
rekonstruksi (miringoplasti,timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang
serta gangguan pendengaran.
1.2. OMK benigna
aktif
Prinsip pengobatan OMK adalah :
1.
Pembersihan liang telinga dan
kavum timpan ( toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang
tidak sesuai untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan
media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme ( Fairbank, 1981).
Cara pembersihan liang telinga ( toilet telinga) :
1. Toilet
telinga secara kering ( dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah
dibersihkan dapat di beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya
dilakukan diklinik atau dapat juga dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan
liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga kering.
2. Toilet
telinga secara basah ( syringing).
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris
dan nanah, kemudian dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik.
Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan telinga tengah, tetapi
dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan kemastoid ( Beasles,
1979). Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan
reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk
antiseptik, misalnya asam boric dengan Iodine.
3. Toilet
telinga dengan pengisapan (suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan
mikroskopis operasi adalah metode yang paling populer saat ini. Kemudian
dilakukan pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan polipoid sehingga sumber
infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi
mukosa. Pada orang dewasa yang koperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi
tetapi pada anak-anak diperlukan anastesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan
mencapai sasarannya bila dilakukan dengan “ displacement methode” seperti yang
dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.
2. Pemberian antibiotik topical
Terdapat
perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan antibiotik topikal untuk OMSK.
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa
dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif
lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.
Rif menganjurkan irigasi dengan garam faal agar
lingkungan bersifat asam dan merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman.
Selain itu dikatakannya, bahwa tempat infeksi pada OMSK sulit dicapai oleh
antibiotika topikal. Djaafar dan Gitowirjono menggunakan antibiotik topikal
sesudah irigasi sekret profus dengan hasil cukup memuaskan, kecuali kasus
dengan jaringan patologis yang menetap pada telinga tengah dan kavum mastoid.
Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah,
maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya
tidak lebih dari 1 minggu.Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan
berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistesni.
Obat-obatan topikal dapat berupa bubuk atau tetes
telinga yang biasanya dipakai setelah telinga dibersihkan dahulu.
Bubuk telinga yang digunakan seperti :
1.
Acidum boricum dengan atau
tanpa iodine
2.
Terramycin.
3.
Asidum borikum 2,5 gram
dicampur dengan khloromicetin 250 mg
Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara
luas untuk OMK aktif yang dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada
anak maupun dewasa. Neomisin dapat melawan kuman Proteus dan Stafilokokus
aureus tetapi tidak aktif melawan gram negatif anaerob dan mempunyai kerja yang
terbatas melawan Pseudomonas karena meningkatnya resistensi. Polimiksin efektif
melawan Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram negatif tetapi tidak efektif
melawan organisme gram positif (Fairbanks, 1984). Seperti aminoglokosida yang
lain, Gentamisin dan Framisetin sulfat aktif melawan basil gram negatif dan
gentamisin kerjanya “sedang” dalam melawan Streptokokus. Tidak ada satu pun
aminoglikosida yang efektif melawan kuman anaerob.Biasanya tetes telinga
mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan hidrokortison, bila sensitif
dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-steroid tetes mata.
Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier
dan telinga akan sakit bila diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil gram
positif dan gram negative kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif
melawan kuman anaerob, khususnya B. fragilis ( Fairbanks, 1984). Pemakaian
jangka panjang lama obat tetes telinga yang mengandung aminoglikosida akan
merusak foramen rotundum, yang akan menyebabkan ototoksik.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media
kronik adalah :
1. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram
negatif, Pseudomonas, E. Koli Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap
gram positif, Proteus, B. fragilis Toksik terhadap ginjal dan susunan saraf.
2. Neomisin
Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus
aureus, Proteus sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik
terhadap ginjal dan telinga.
3. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap :
Stafilokokus, koagulase positif, 99%
Stafilokokus, koagulase positif, 95%
Stafilokokus group A, 100%
E. Koli, 96%
Proteus sp, 60%
Proteus mirabilis, 90%
Klebsiella, 92%
Enterobakter, 93%
Pseudomonas, 5%
Dari penelitian terhadap 50 penderita OMK yang diberi
obat tetes telinga dengan ofloksasin dimana didapat 88,96% sembuh, membaik
8,69% dan tidak ada perbaikan 4,53%
3. Pemberian antibiotik sistemik
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMK juga sebaiknya
berdasarkan kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1
minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan
pengobatan,perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita
tersebut.
Dalam pengunaan antimikroba, sedikitnya perlu diketahui
daya bunuhnya terhadap masing- masing jenis kuman penyebab, kadar hambat
minimal terhadap masing-masing kuman penyebab, daya penetrasi antimikroba di
masing jaringan tubuh, toksisitas obat terhadap kondisi tubuhnya . dengan
melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba, antimikroba dapat
dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya.
Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan
aminoglikosida dengan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada
konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah
daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.
Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis
media kronik adalah Kuman aerob Antibiotik sistemik, Pseudomonas Aminoglikosida atau karbenisilin, P. Mirabilis Ampisilin
atau sefalosforin, P. Morganii Aminoglikosida atau Karbenisilin, P. Vulgaris,Klebsiella Sefalosforin
atau aminoglikosida, E. Koli Ampisilin atau sefalosforin, S. Aureus Anti-stafilikokus penisilin,
Sefalosforin,eritromosin, aminoglikosida, Streptokokus Penisilin, sefalosforin, eritromisin, Aminoglikosida,B. fragilis Klindamisin.
Antibiotika golongan kuinolon ( siprofloksasin, dan
ofloksasin) yaitu dapat derivat asam nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti
pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan untuk anak
dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi III ( sefotaksim,
seftazidinm dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus
diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk
OMK belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMK.
Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman
anaerob. Menurut Browsing dkk metronidazol dapat diberikan dengan dan tanpa
antibiotik ( sefaleksin dan kotrimoksasol) pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8
jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu1.
2. OMK Maligna
Pengobatan yang tepat untuk OMK maligna adalah operasi.
Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara
sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi
abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang
dapat dilakukan pada OMK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau
maligna, antara lain (Soepardi, 2001):
1.
Mastoidektomi sederhana
Dilakukan pada OMK tipe benigna yang tidak sembuh dengan
pengobatan konservatif. Pada tindakan ini dilakukan pembersihan ruang mastoid
dari jaringan patologik, dengan tujuan agar infeksi tenang dan telinga tidak
berair lagi.
2.
Mastoidektomi radikal
Dilakukan pada OMK maligna dengan infeksi atau
kolesteatom yang sudah meluas.Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani
dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga
luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga
daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini adalah untuk
membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial.
3.
Mastoidektomi radikal dengan
modifikasi (Operasi Bondy)
Dilakukan pada OMK dengan kolesteatom di daerah attic,
tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan
dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi adalah untuk
membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan
pendengaran yang masih ada.
4.
Miringoplasti
Dilakukan pada OMK tipe benigna yang sudah tenang dengan
ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani. Operasi
ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan nama
timpanoplasti tipe 1. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuan
operasi adalah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah ada OMSK tipe
benigna dengan perforasi yang menetap.
5.
Timpanoplasti
Dikerjakan pada OMK tipe benigna dengan kerusakan yang
lebih berat atau OMSK tipe benigna yang tidak bisa diatasi dengan pengobatan
medikamentosa. Tujuan operasi adalah menyembuhkan penyakit serta memperbaiki
pendengaran. Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani seringkali
harus dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk
rekonstruksi tulang yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II,
III, IV dan V.
6.
Timpanoplasti dengan pendekatan
ganda (Combined Approach Tympanoplasty)
Dikerjakan pada kasus OMK tipe maligna atau OMK tipe
benigna dengan jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan
penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi
radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior liang telinga). Yang dimaksud
dengan combined approach di sini adalah membersihkan kolesteatom dan jaringan
granulasi di kavum timpani melalui dua jalan, yaitu liang telinga dan rongga
mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Namun teknik operasi ini pada
OMK tipe maligna belum disepakati oleh para ahli karena sering timbul kembali
kolesteatoma.
2.1.10. Pemeriksaan Penunjang OMK
1.
Terlihat bayangan kolesteatom
pada foto mastoid.
2. Pemeriksaan audiometric
3. Pemeriksaan radiologi : foto Rontgen Proyeksi
Mayer atau Owen
4. Laboratorium : pemeriksaan darah rutin
2.1.11. Prognosis OMK
1. OMK tipe benigna
Prognosis
dengan pengobatan local, otorea dapat mongering. Tetapi sisa perforasi sentral
yang berkepanjangan memudahkan infeski dari nasofaring atau bakteri dari meatus
eksterna khususnya terbawa oleh air, sehingga penutupan membrane timpani
disarankan.
2. OMK tipe maligna
Prognosis
kolesteatom yang tidak diobati akan berkembang menjadi meningitis, abes otak,
prasis fasialis atau labirintis supuratif yang semuanya fatal. Sehingga OMSK
type maligna harus diobati secara aktif sampai proses erosi tulang berhenti.
2.2. Tinjauan Asuhan Keperawatan
2.2.1. Pengkajian
1. Pengumpulan
Data
1.1. Identitas Pasien
Nama pasien, umur, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat
1.2. Riwayat Penyakit Sekarang.
Riwayat adanya kelainan nyeri pada telinga, penggunaan
minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga
1.3. Riwayat
Penyakit Dahulu.
Riwayat infeksi saluran atas yang berulang, riwayat
alergi, riwayat OMA berkurang, riwayat penggunaan obat( sterptomisin,
salisilat, kuirin, gentamisin ), riwayat operasi
1.4. Riwayat
penyakit keluarga.
Apakah keluarga klien pernah mengalami penyakit telinga,
sebab dimungkinkan OMK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan
sebagai faktor genetik
2. Pengkajian
Persistem
Tanda-tanda vital : Suhu meningkat, keluarnya otore
B2 ( Blood ) : Nadi meningkat
B3 (Brain) : Nyeri telinga, perasaan penuh dan
pendengaran menurun, vertigo, pusing, refleks kejut
B5 (Bowel) : Nausea vomiting
B6 (Bone)
: Malaise, alergi
3. Pengkajian
Psikososial
1. Nyeri otore
berpengaruh pada interaksi
2. Aktivitas
terbatas
3. Takut
menghadapi tindakan pembedahan
4. Pemeriksaan
diagnostik
4.1. Tes
audiometri : pendengaran menurun
4.2. Xray :
terhadap kondisi patologi, misal kolestetoma, kekaburan mastoid
5. Pemeriksaan
pendengaran
5.1. Tes suara
bisikan, tes garputala
2.2.2. Rencana Asuhan
Keperawatan
1.
Gangguan berkomunikasi
berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran
2.
Perubahan persepsi / sensori
berhubungan dengan obstruksi, infeksi di telinga atau kerusakan di saraf pendengaran
3.
Ansietas berhubungan dengan
prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi,
kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi
4. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan.
2.2.3.
Tindakan Keperawatan (Intervensi)
2.2.3.1. Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan
pendengaran
Tujuan : Gangguan komunikasi berkurang / hilang.
Kriteria hasil :
1)
Klien akan memakkia alat bantu
dengar (jika sesuai)
2)
Menerima pesan melalui metoda
pilihan (misal : komunikasi tulisan, bahas lambang, bebicara dengan jelas pada
telinga yang baik)
Intervensi keperawatan :
1.
Dapatkan apa metode komunikasi
yang diinginkan dan catat pada rencana perawatan metode yang digunakan oleh
staf dan klien, (seperti: tulisan, berbicara, bahasa isyarat).
Rasional : Dengan mengetahui metode komunikasi yang diinginkan oleh
klien maka metode yang akan digunakan dapat disesuaikan dengan kemampuan dan
keterbatasan klien.
2.
Kaji kemampuan untuk menerima
pesan secara verbal.
2.1. Jika ia dapat mendegar pada satu telinga, berbicara dengan perlahan
dan dengan jelas langsung ke telinga yang baik (hal ini lebih baik daripada
berbicara dengan keras).
2.2. Tempatkan klien dengan telinga yang baik berhadapan dengan pintu.
2.3. Dekati klien dari sisi telinga yang baik.
2.3.1. Jika klien dapat
membaca ucapan :
1. Lihat langsung pada klien dan bicaralah lambat dan jelas.
2. Hindari berdiri di depan cahaya karena
dapat menyebabkan klien tidak dapat membaca bibi anda.
2.3.2. Perkecil distraksi yang dapat menghambat konsentrasi klien.
1.
Minimalkan percakapan jika klien kelelahan atau gunakan komunikasi
tertulis.
2.
Tegaskan komunikasi penting
dengan menuliskannya.
2.3.3.Jika ia hanya mampu bahasa isyarat, sediakan penerjemah. Alamatkan
semua komunikasi pada klien, tidak kepada penerjemah. Jadi seolah-olah perawat
sendiri yang langsung berbicara kepada klien dnegan mengabaikan keberadaan
penerjemah.
Rasional : Pesan yang ingin disampaikan oleh perawat kepada klien
dapat diterima dengan baik oleh klien.
3.
Gunakan faktor-faktor yang
meningkatkan pendengaran dan pemahaman.
3.
Bicara dengan jelas, menghadap
individu.
4.
Ulangi jika klien tidak
memahami seluruh isi pembicaraan.
5.
Gunakan rabaan dan isyarat
untuk meningkatkan komunikasi.
6.
Validasi pemahaman individu
dengan mengajukan pertanyaan yang memerlukan jawaban lebih dari ya dan tidak.
Rasional : Memungkinkan komunikasi dua arah anatara perawat dengan
klien dapat berjalan dnegan baik dan klien dapat menerima pesan perawat secara
tepat.
2.2.3.2. Perubahan persepsi / sensori berhubungan dengan obstruksi, infeksi
di telinga atau kerusakan di saraf
pendengaran
Tujuan : Persepsi / sensoris baik.
Kriteria hasil :
Klien akan mengalami peningkatan persepsi / sensoris
pendengaran sampai pada tingkat fungsional.
Intervensi keperawatan :
1.
Ajarkan klien untuk menggunakan
dan merawat alat pendengaran secara tepat.
Rasional : Keefektifan alat
pendengaran tergantung pada tipe gangguan / ketulian, serta perawatannya yang
tepat.
2.
Instruksikan klien untuk
menggunakan teknik – teknik yang aman sehingga dapat mencegah terjadinya
ketulian lebih jauh.
Rasional : Apabila penyebab pokok
ketulian tidak progresif, maka pendengaran yang tersisa sensitif terhadap
trauma dan infeksi, sehingga harus dilindungi.
3.
Observasi tanda – tanda awal
kehilangan pendengaran yang lanjut.
Rasional : Diagnosa dini terhadap
keadaan telinga atau terhadap masalah – masalah pendengaran rusak secara
permanen.
4.
Instruksikan klien
untukmenghabiskan seluruh antibiotik yang diresepkan (baik itu antibiotik
sistemik maupun lokal).
Rasional : Penghentian terapi
antibiotika sebelum waktunya dapat menyebabkan organisme sisa berkembang biak
sehingga infeksi akan berlanjut.
2.2.3.3. Ansietas berhubungan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis,
anestesi, nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih
besar setelah operasi
Tujuan : Ansietas berkurang /
hilang.
Kriteria hasil :
1)
Klien mampu mengungkapkan
ketakutan / kekuatirannya.
2)
Respon klien tampak tersenyum.
Intervensi keperawatan :
1.
Jujur kepada klien ketika
mendiskusikan mengenai kemungkinan kemajuan dari fungsi pendengarannya untuk
mempertahankan harapan klien dalam berkomunikasi.
Rasional : Menunjukan kepada klien
bahwa dia dapat berkomunikasi dengan efektif tanpa menggunakan alat khusus,
sehingga dapat mengurangi rasa cemasnya.
2.
Berikan informasi mengenai
kelompok yang juga pernah mengalami gangguan seperti yang dialami klien untuk memberikan dukungan
kepada klien.
Rasional :Harapan – harapan yang
tidak reaslistik tidak dapat mengurangi kecemasan, justru malah menimbulkan
ketidak percayaan klien terhadap perawat.
3.
Berikan informasi mengenai
sumber – sumber dan alat – alat yang tesedia yang dapat membantu klien.
Rasional : Memungkinkan klien
untukmemilih metode komunikasi yang paling tepat untuk kehidupannyasehari –
hari disesuaikan dengan tingkat ketrampilannya sehinga dapat mengurangi rasa
cemas dan frustasinya.
2.2.3.4. Nyeri berhubungan dengan proses
peradangan
Tujuan : Nyeri yang dirasakan klien
berkurang rasa
Kriteria hasil :
Klien mengungkapkan bahwa nyeri berkurang, klien mampu melakukan metode
pengalihan suasana
Intervensi Keperawatan:
1.
Ajarkan klien
untuk mengalihkan suasana dengan melakukan metode relaksasi saat nyeri yang
teramat sangat muncul, relaksasi seperti menarik napas panjang
Rasional : Metode
pengalihan suasana dengan melakukan relaksasi bisa mengurangi nyeri yang
diderita klien
2.
Kompres
dingin di sekitar area telinga
Rasional : Kompres
dingin bertujuan mengurangi nyeri karena rasa nyeri teralihkan oleh rasa dingin
di sekitar area telinga
3.
Atur posisi
klien
Rasional : Posisi yang sesuai akan
membuat klien merasa nyaman
4.
Untuk
kolaborasi, beri aspirin/analgesik sesuai instruksi, beri sedatif sesuai
indikasi
Rasional :
Analgesik merupakan pereda nyeri yang efektif pada pasien untuk mengurangi sensasi nyeri dari dalam
2.3.3. Evaluasi
1.
Pasien dapat menghadapi situasi
saat ini dengan realistis.
2.
Homeostasis dipertahankan.
3.
Cedera dapat dicegah.
4.
Komplikasi dicegah /
diminimalkan.
BAB IV
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dalam kasus ini , pada awalnya pasien
mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan tonsilitis. Akan tetapi,
karena adanya perluasan infeksi di daerah auries media, maka pasien akan
mengalami otitis meda akut. Otitis media akut yang tidak diobati secara tuntas
dapat berlanjut menjadi Otitis media Kronik yang ditandai denagn adanya
perforasi pada membran tympani.
Otitis Media Kronis adalah infeksi menahun pada telinga
tengah dimana otitis media kronis merupakan
kelanjutan dari otitis media akut. Kebanyakan OMK terjadi pada anak-anak,dan
penyebabnya sangat bervariasi misalnya karena bakteri yang menjadikan
peradangan pada telinga tengah. OMK dapat di obati dengan menggunakan
obat-obatan antibiotik,pembersihan telingan,dan lain sebagainya.
3.2. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini jauhlah dari kesempurnaan. Oleh sebab itu penulis meminta
kepada pembaca unntuk mengirimkan kritik dan sarannya untuk kesempurnaan makalh
yang selanjutnya.
Daftar
Pustaka
Carpenito,Lynda Juall.2006.Buku
Saku Diagnosis Keperawatan.Edisi 10.EGC:Jakarta
George L, Adams.1997.Buku Ajar
Penyakit THT.Edisi 6.EGC:Jakarta
Rothrock, C.J.(2000).Perencanaan
Asuhan
Abidin, Taufik.2009.Otitis Media kronis.http:/library.usu.ac.id(10
September 2009)
www.slideshare.net/.../infeksi-saluran-pernafasan-aku... - Amerika Serikat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar