Selasa, 02 Oktober 2012

Tuberkolosis


BAB I
PEMBAHASAN

1.1  Definisi
Tuberkolosis atau yang lebih dikenal dengan TBC adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. Hal ini menyebar biasanya dari orang ke orang melalui menghirup udara yang terinfeksi selama kontak dekat. TBC dapat tetap dalam keadaan (dorman) tidak aktif selama bertahun-tahun tanpa menyebabkan gejala atau menyebar ke orang lain. Ketika sistem kekebalan tubuh pasien dengan TBC aktif melemah, TBC dapat menjadi aktif (kembali) dan menyebabkan infeksi di paru-paru atau bagian lain dari tubuh.
tuberkolosis, Pneumonia adalah infeksi paru-paru yang dapat disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme, termasuk bakteri, virus, dan jamur Sedangkan. Gejala pneumonia meliputi batuk dengan produksi sputum, demam , dan tajam nyeri dada pada inspirasi (menarik napas). Pneumonia dicurigai ketika dokter mendengar suara abnormal pada dada, dan diagnosis dikonfirmasi oleh sinar-X dada.

1.2  Etiologi
Penyebab dari penyakit TBC  adalah kuman mycobacterium tuberculos.. Sejenis kuman yang berbentuk batang denagn ukuran panjang 1-4 /mm dan tebal 0,3-0,6 /mm. sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid ini adalah yang membuat kuman lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat bertahan-tahan dalam lemari es).
Sedangkan penyebab Pneumonia oleh bermacam-macam etiologi seperti:
1.      Bakteri: stapilokokus, streplokokus, aeruginosa, eneterobacter
2.      Virus: virus influenza, adenovirus
3.      Micoplasma pneumonia
4.      Jamur: candida albicans
5.      Aspirasi: lambung
1.3  Patofisiologi
Kebanyakan infeksi penyakit ini terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi terdiri dari satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan disaluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit.
Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus  atau paru-paru atau dibagian atas lobus bawah atau paru-paru tau dibagian bawah atas lobus bawah. Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut.
 Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitolit yang dikelilingi leh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 1 sampai 10 hari.
Yang menjadi pembeda antara TBC dan Pneumonia adalah letak infeksi tersebut.Jika penyakit TBC biasa terletak pada lobus paru.Sedangkan pada Pneumonia adalah pada kantung udara.

1.4  Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada TBC adalah sebagai berikut :
1.      Batuk disertai dahak lebih dari 3 minggu
2.      Sesak napas dan nyeri dada

3.      Badan lemah, kurang enak badan
4.      Berkeringat pada malam hari walau tanpa kegiatan berat badan menurun  (Penyakit infeksi TB paru dan ekstra paru, Misnadiarly)
Sedangkan manifestasi klinik pada Pneumonia sedikit berbeda,diantaranya adalah :
1.      Secara khas diawali dengan awitan menggigil, demam yang timbul dengan cepat (39,5 ºC sampai 40,5 ºC).
2.      Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk.
3.      Takipnea (25 – 45 kali/menit) disertai dengan pernafasan mendengur, pernafasan cuping hidung,
4.      Nadi cepat dan bersambung
5.      Bibir dan kuku sianosis (kebiruan)
6.      Sesak nafas

1.5  Komplikasi
Komplikasi pada TBC :
1.    Pembesaran kelenjar sevikalis yang superfisial
2.    Pleuritis tuberkulosa
3.    Efusi pleura
4.    Tuberkulosa milier
5.    Meningitis tuberkulosa
Komplikasi pada Pneumonia :
1.      Efusi pleura
2.      Hipoksemia
3.      Pneumonia kronik
4.      Bronkaltasis
5.      Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-paru yang diserang tidak mengandung udara dan kolaps).
6.      Komplikasi sistemik (meningitis)


1.6  Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu : Fase Intensif (2-3 bulan) dan Fase Lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kulnolon, Makvolide, dan Amoksilin ditambah dengan asam klavulanat, derivat rifampisin / INH.
Sedangkan pengobatan pada pneumonia diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya:
1.      Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
2.      Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
3.      Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia mikroplasma.
4.      Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda
5.      Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
6.      Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.
1.7  Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada TBC meliputi :
1.      Kultur Sputum adalah Mikobakterium Tuberkulosis Positif pada tahap akhir penyakit
2.      Tes Tuberkalin adalah Mantolix test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72 jam)
3.      Poto Thorak adalah Infiltrasi lesi awal pada area paru atas : pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas : pada kavitas bayangan, berupa cincin : pada klasifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
4.      Bronchografi adalah untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena Tb paru
5.      Darah adalah peningkatan leukosit dan laju Endap darah (LED)
6.      Spirometri adalah Penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.
Sedangkan pemeriksaan diagnostik pada Pneumonia meliputi :
1.       Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat jugamenyatakan abses)
2.       Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi semua organisme yang ada.
3.       Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
4.       Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
5.       Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis
6.       Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
7.       Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing












BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Asuhan Keperawatan pada TBC
A. Pengkajian
1.      Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
2.      Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
3.      Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi)
4.      Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
5.      Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan)
6.      Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda :
a. sputum: merah muda, berkarat
b. perpusi: pekak datar area yang konsolidasi
c. premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi
d. Bunyi nafas menurun
e. Warna: pucat atau sianosis bibir dan kuku
7.    Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid, demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar
8.    Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 – 8 hari
Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah
B. Diagnosa
1.       Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
2.       Resiko tinggi terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan.
3.       Resiko tinggi terhadap infeksi (penyebaran) berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun), penyakit kronis, malnutrisi.
4.       Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, batuk menetap.
C. Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial,peningkatan produksi sputum.
Tujuan : Jalan nafas bersih dan efektif setelah 3x24 jam hari perawatan.
Kriteria hasil :
a.       Batuk efektif
b.      Nafas normal
c.       Bunyi nafas bersih
d.      Sianosis

            Intervensi:
a.      Kaji frekuensi atau kedalaman pernafasan dan gerakan dada
R/ : takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan.
b.      Auskultasi area paru, catat area penurunan 1 kali ada aliran udara dan bunyi nafas.
R/ : penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.
c.      Biarkan teknik batuk efektif
R/ : batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami untuk mempertahankan jalan nafas paten.
d.     Penghisapan sesuai indikasi
R/ : merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas suara mekanik pada faktor yang tidak mampu melakukan karena batuk efektif atau penurunan tingkat kesadaran.
e.      Berikan cairan sedikitnya
R/ : cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
f.       Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi: mukolitik, eks.
R/ : alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret, analgetik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati, karena dapat menurunkan upaya batuk/menekan pernafasan.
2.      Resiko tinggi terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses inflamasi
Tujuan: Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat diatasi
Kriteria Hasil :
a.      Pasien menunjukkan peningkatan nafsu makan
b.      Pasien mempertahankan meningkat BB

Intervensi :
a.       Identifikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah, misalnya: sputum, banyak nyeri.
R/ : pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah
b.      Jadwalkan atau pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan
R/ : menurun efek manual yang berhubungan dengan penyakit ini
c.       Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering (roti panggang) makanan yang menarik oleh pasien.
R/ : tindakan ini dapat meningkat masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk kembali.
d.      Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.
R/ : adanya kondisi kronis keterbatasan ruangan dapat menimbulkan malnutrisi,rendahnya tahanan terhadap inflamasi/lambatnya respon terhadap terapi.
3.      Resiko tinggi terhadap infeksi (penyebaran) berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun), penyakit kronis, malnutrisi.
Tujuan: Infeksi tidak terjadi
Kriteria:
a.      waktu perbaikan infeksi atau kesembuhan cepat
b.      penularan penyakit ke orang lain tidak ada
Intervensi:
a.      Pantau tanda vital dengan ketat khususnya selama awal terapi
R/ : selama awal periode ini, potensial untuk fatal dapat terjadi.
b.      Tunjukkan teknik mencuci tangan yang baik
R/ : efektif berarti menurun penyebaran/perubahan infeksi.
c.      Batasi pengunjung sesuai indikasi.
R/ : menurunkan penularan terhadap patogen infeksi lain
d.     Potong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas sedang. Tingkatkan masukan nutrisi adekuat.
R/ : memudahkan proses penyembuhan dan meningkatkan tekanan alamiah
e.      Kolaborasi berikan antimikrobial sesuai indikasi dengan hasil kultur sputum/darah misal penicillin, eritromisin, tetrasiklin, amikalin, sepalosporin, amantadin.
R/ : Obat digunakan untuk membunuh kebanyakan microbial pulmonia.
2.2 Asuhan Keperawatan pada Pneumonia
A. Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
     Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
     Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
2. Sirkulasi
     Gejala : riwayat adanya
     Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
3. Makanan/cairan
     Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
     Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi)
4.      Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
5.       Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan)
6.      Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda :
a.       sputum: merah muda, berkarat
b.      perpusi: pekak datar area yang konsolidasi
c.       premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi
d.      Bunyi nafas menurun
e.       Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku
7.      Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid, demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar
8.      Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 – 8 hari
Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah
B. Diagnosa
1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kapasitas pembawa oksigen darah.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi (penyebaran) berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun), penyakit kronis, malnutrisi.





C. Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial, peningkatan produksi sputum.
     Tujuan : Jalan nafas bersih dan efektif setelah menjalani intervensi
     Kriteria hasil :
a.       Batuk efektif
b.      Nafas normal
c.       Bunyi nafas bersih
d.       Sianosis
Intervensi:
a.       Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan dan gerakan dada
R/  : takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan.
b.      Auskultasi area paru, catat area penurunan 1 kali ada aliran udara dan bunyi nafas.
R/ : penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.
c.       Biarkan teknik batuk efektif
R/ : batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami untuk mempertahankan jalan nafas paten.
d.      Penghisapan sesuai indikasi
R/ : merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas suara mekanik pada faktor yang tidak mampu melakukan karena batuk efektif atau penurunan tingkat kesadaran.
e.       Berikan cairan sedikitnya
R/ : cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret.



f.       Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi: mukolitik, eks.
R/ : alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret, analgetik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati, karena dapat menurunkan upaya batuk atau menekan pernafasan.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pembawa oksigen            darah, gangguan pengiriman oksigen.
     Tujuan : Pertukaran gas dapat teratasi setelah dilakukan intervensi
     Kriteria hasil :
1.      Keluhan dispnea berkurang
2.      Denyut nadi dalam rentang normal dan irama reguler
3.      Kesadaran penuh
4.      Hasil nilai analisis gas, darah dalam batas normal
Intervensi:
a.       Kaji frekuensi/kedalaman dan kemudahan bernafas
R/ : manifestasi distress pernafasan tergantung pada indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
b.      Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis sentral.
R/ : sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi respon tubuh terhadap demam atau menggigil namun sianosis pada daun telinga, membran mukosa dan kulit sekitar mulut menunjukkan hipoksemia sistemik.
c.       Kaji status mental.
R/ : gelisah mudah terangsang, bingung dan somnolen dapat menunjukkan hipoksia atau penurunan oksigen serebral.
d.      Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk efektif.
R/ : tindakan ini meningkat inspirasi maksimal, meningkat pengeluaran sekret untuk memperbaiki ventilasi tak efektif.


e.       Kolaborasi berikan terapi oksigen dengan benar misal dengan nasal
plong master, master venturi.
R/ : mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg. O2 diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi (penyebaran) berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun), penyakit kronis, malnutrisi.
       Tujuan: Infeksi tidak terjadi
       Kriteria hasil:
a.       waktu perbaikan infeksi/kesembuhan cepat tanpa
b.      penularan penyakit ke orang lain tidak ada
Intervensi:
a.       Pantau tanda vital dengan ketat khususnya selama awal terapi
R/ : selama awal periode ini, potensial untuk fatal dapat terjadi.
b.      Tunjukkan teknik mencuci tangan yang baik
Rasional: efektif berarti menurun penyebaran/perubahan infeksi.
c.       Batasi pengunjung sesuai indikasi.
R/ : menurunkan penularan terhadap patogen infeksi lain
d.      Potong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas sedang.
Tingkatkan masukan nutrisi adekuat.
R/ : memudahkan proses penyembuhan dan meningkatkan tekanan alamiah
e.       Kolaborasi,berikan antimikrobial sesuai indikasi dengan hasil kultur
sputum/darah misal penicillin, eritromisin, tetrasiklin, amikalin, sepalosporin, amantadin.
R/ : Obat digunakan untuk membunuh kebanyakan microbial pulmonia.



DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn, E. dkk. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, 2000. EGC, Jakarta.
Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1, EGC, Jakarta.
Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine, Patofisiologi, buku-2, Edisi 4, EGC, Jakarta.
Tim Penyusun. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3. Volume II, 2001, FKUI.
                             


Tidak ada komentar:

Posting Komentar