BAB I
TINJUAN TEORI
1.1
Definisi Anemia Sel Sabit
Anemia sel sabit adalah sejenis
anemia kongenital dimana sel darah merah berbentuk menyerupai sabit, karena
adanya hemoglobin abnormal.(Noer Sjaifullah,1999)
Anemia sel sabit adalah anemia
hemolitika berat akibat adanya defek pada molekul hemoglobin dan disertai
dengan serangan nyeri.(Suzanne C. Smeltzer, 2002) Anemia Sel Sabit
(Sickle cell anemia).Disebut juga anemia drepanositik,
meniskositosis, penyakit hemoglobin S.
Penyakit Sel Sabit (sickle cell
disease) adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah
merah yang berbentuk sabit dan anemia hemolitik kronik. Pada penyakit
sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut
oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam
sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit. Sel yang berbentuk sabit
menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang
dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ
tersebut. Sel sabit ini rapuh dan akan pecah pada saat melewati pembuluh darah,
menyebabkan anemia berat, penyumbatan aliran darah, kerusakan organ dan mungkin
kematian.
1.2
Penyebab/ etiologi
Penyakit sel sabit adalah
hemoglobinopati yang disebabkan oleh kelainan struktur hemoglobin. Kelainan
struktur terjadi pada fraksi globin di dalam molekul hemoglobin. Globin
tersusun dari dua pasang rantai polipeptida. Misalnya, Hb S berbeda dari Hb A
normal karena valin menggantikan asam glutamat pada salah satu pasang
rantainya. Pada Hb C, lisin terdapat pada posisi itu.
Substitusi asam amino pada penyakit
sel sabit mengakibatkan penyusunan kembali sebagian besar molekul hemoglobin
jika terjadi deoksigenasi (penurunan tekanan O2). Sel-sel darah
merah kemudian mengalami elongasi dan menjadi kaku serta berbentuk sabit.
Deoksigenasi dapat terjadi karena
banyak alasan. Eritrosit yang mengandung Hb S melewati sirkulasi mikro secara
lebih lambat daripada eritrosit normal, menyebabakan deoksigenasi menjadi lebih
lama. Eritrosit Hb S melekat pada endotel, yang kemudian memperlambat aliran
darah. Peningkatan deoksigenasi dapat mengakibatkan SDM berada di bawah titik
kritis dan mengakibatkan pembentukan sabit di dalam mikrovaskular. Karena
kekakuan dan bentuk membrannya yang tidak teratur, sel-sel sabit berkelompok,
dan menyebabkan sumbatan pembuluh darah, krisis nyeri, dan infark organ
(Linker, 2001). Berulangnya episode pembentukan sabit dan kembali ke bentuk
normal menyebabkan membran sel menjadi rapuh dan terpecah-pecah. Sel-sel
kemudian mengalami hemolisis dan dibuang oleh sistem monositmakrofag. Dengan
demikian siklus hidup SDM jelas berkurang, dan meningkatnya kebutuhan
menyebabkan sumsum tulang melakukan penggantian. Hal-hal yang dapat menjadi
penyebab anemia sel sabit adalah infeksi, disfungsi jantung, disfungsi paru,
anastesi umum, dataran tinggi, dan menyelam. (Price A Sylvia, 2006)
1.3
Patofisiologi
Defeknya adalah satu substitusi asam
amino pada rantai beta hemoglobin karena hemoglobin A normal mengandung dua
rantai α dan dua rantai β, maka terdapat dua gen untuk sintesa tiap rantai. Trait
sel sabit hanya mendapat satu gen normal, sehingga SDM masih mampu
mensintesa kedua rantai β dan βs, jadi mereka mempunyai hemoglobin A
dan S sehingga mereka tidak menderita anemia dan tampak sehat. Apabila dua
orang dengan trait sel sabit sama menikah, beberapa anaknya akan membawa dua
gen abnormal dan hanya mempuntai rantai βs dan hanya hemoglobin S,
maka anak akan menderita anemia sel sabit. (Smeltzer C Suzanne, 2002)
1.4
Manifestasi Klinik
No.
|
Sistem
|
Komplikasi
|
Tanda dan Gejala
|
1.
|
Jantung
|
Gagal jantung kongestif
|
Kardiomegali, takikardi, napas pendek, dispnea sewaktu
kerja fisik, gelisah
|
2.
|
Pernapasan
|
Infark paru, pneumonia
|
Nyeri dada, batuk, sesak napas, demam, gelisah
|
3.
|
Saraf Pusat
|
Trombosis serebral
|
Afasia, pusing, kejang, sakit kepala, disfungsi usus dan
kandung kemih
|
4.
|
Genitourinaria
|
Disfungsi ginjal
|
Nyeri pinggang, hematuria
|
5.
|
Gastrointestinal
|
Kolesistitis, fibrosis hati, abses hati
|
Nyeri perut, hepatomegali, demam
|
6.
|
Okular
|
Ablasio retina, penyakit pembuluh darah perifer,
perdarahan
|
Nyeri, perubahan penglihatan, buta
|
7.
|
Skeletal
|
Nekrosis aseptik kaput femoris dan kaput humeri
|
Nyeri, mobilitas berkurang, nyeri dan bengkak pada lengan
dan kaki
|
8.
|
Kulit
|
Ulkus tungkai kronis
|
Nyeri, ulkus terbuka dan mengering
|
1.5
Komplikasi
Infeksi sering
terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak-anak kematian mendadak dapat
terjadi karena krisis sekuestrasi dimana terjadi pooling sel darah merah ke RES
dan kompartemen vaskular sehingga hematokrit mendadak menurun.
Pada orang
dewasa menurunnya faal paru dan ginjal dapat berlangsung progresif. Komplikasi
lain berupa infark tulang, nekrosis aseptik kaput femoralis, serangan-serangan
priapismus dan dapat berakhir dengan impotensi karena kemampuan ereksi.
Kelainan ginjal berupa nekrosis papilla karena sickling dan infaris menyebabkan
hematuria yang sering berulang-ulang sehingga akhirnya ginjal tidak dapat
mengkonsentrasi urine. Kasus-kasus Hb S trait juga dapat mengalami hematuria.
(Noer Sjaifullah H.M, 1999, hal : 536).
1.6
Prognosis / Penatalaksanaan
Sekitar 60% pasien anemia sel sabit
mendapat serangan nyeri yang berat hampir terus-menerus dan terjadinya anemia
sel sabit selain dapat disebabkan karena infeksi dapat juga disebabkan oleh
beberapa faktor misalnya perubahan suhu yang ekstrim, stress fisis atau
emosional lebih sering serangan ini terjadi secara mendadak. Orang dewasa
dengan anemia sel sabit sebaiknya diimunisasi terhadap pneumonia yang
disebabkan pneumokokus. Tiap infeksi harus diobati dengan antibiotik yang
sesuai. Transfusi SDM hanya diberikan bila terjadi anemia berat atau krisis
aplastik. Pada kehamilan usuhakan agar Hb 10-12 g/dl pada trimester ketiga.
Kadar Hb perlu dinaikkan hingga 12-14 g/dl sebelum operasi. Penyuluhan sebelum
memilih pasangan hidup adalah untuk mencegah keturunan yang homozigot dan
mengurangi kemungkinan heterozigot.(Noer Sjaifullah, 1999).
1.7
Pemerikasaan Diagnostik
Infeksi sering terjadi
dan dapat berlangsung fatal pada masa anak-anak kematian mendadak dapat terjadi
karena krisis sekuestrasi dimana terjadi pooling sel darah merah ke RES dan
kompartemen vaskular sehingga hematokrit mendadak menurun.
Pada orang dewasa menurunnya faal paru
dan ginjal dapat berlangsung progresif. Komplikasi lain berupa infark tulang,
nekrosis aseptik kaput femoralis, serangan-serangan priapismus dan dapat
berakhir dengan impotensi karena kemampuan ereksi. Kelainan ginjal berupa
nekrosis papilla karena sickling dan infaris menyebabkan hematuria yang sering
berulang-ulang sehingga akhirnya ginjal tidak dapat mengkonsentrasi urine. Kasus-kasus
Hb S trait juga dapat mengalami hematuria. (Noer Sjaifullah H.M, 1999, hal :
536).
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANEMIA SEL SABIT
2.1
Pengkajian Keperawatan
Data-data yang perlu dikaji dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien yang menderita anemia sel sabit yaitu :
2.1.1
Pengumpulan data
a. Identifikasi Pasien : nama pasien, jenis kelamin,
status perkawinan, agama, suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
b. Identitas penanggung
c. Keluhan utama dan riwayat kesehatan masa lalu
Keluhan utama: pada keluhan utama akan nampak semua apa yang
dirasakan pasien pada saat itu seperti kelemahan, nafsu makan menurun dan
pucat.
Riwayat kesehatan masa lalu: riwayat kesehatan masa lalu
akan memberikan informasi kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah
diderita.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit anemia sel sabit dapat disebabkan oleh
kelainan/kegagalan genetik yang berasal dari orang tua yang sama-sama trait sel
sabit
e. Riwayat kesehatan sekarang
1. Klien terlihat keletihan dan lemah
2. Muka klien pucat dan klien mengalami
palpitasi
3. Mengeluh nyeri mulut dan lidah
f. Pemeriksaan fisik
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala: Keletihan/ kelemahan terus-menerus sepanjang hari,
kehilangan produktivitas, kebutuhan tidur lebih besar dan istirahat
Tanda: Tidak bergairah, gangguan gaya berjalan (nyeri)
2. Sirkulasi
Gejala: Palpitasi atau nyeri dada anginal
Tanda: Takikardi, disritmia (hipoksia), tekanan darah menurun,
nadi lemah, pernapasan lambat, warna kulit pucat atau sianosis, konjungtiva
pucat.
3. Eliminasi
Gejala: Sering berkemih, nokturia ( berkemih malam hari)
Tanda: Nyeri tekan pada abdomen, hepatomegali, asites, urine
encer, kuning pucat, hematuria, berat jenis urine menurun
4. Integritas ego
Gejala: Mudah marah, kuatir, takut
Tanda: Ansietas, gelisah
5. Makanan/ cairan
Gejala: Haus, anoreksia, mual/ muntah
Tanda: Penurunan berat badan, turgor kulit buruk dengan bekas
cubitan, tampak kulit dan membran mukosa kering.
6. Hygiene
Gejala: Keletihan/ kelemahan, kesulitan mempertahankan nyeri
Tanda: Ceroboh, penampilan tidak rapi
7. Neurosensori
Gejala: Sakit kepala/ pusing, gangguan penglihatan, kesemutan pada
ekstremitas
Tanda: Kelemahan otot, penurunan kekuatan otot, ataksia, kejang
8. Nyeri/ kenyamanan
Gejala: Nyeri punggung, sakit kepala
Tanda: Penurunana rentang gerak, gelisah
9. Pernapasan
Gejala: Dispnea saat bekerja/ istirahat
Tanda: Distres pernapasan akut, bunyi bronkial, bunyi napas
menurun, mengi
10. Keamanan
Gejala: Riwayat transfusi
Tanda: Demam ringan, gangguan penglihatan, gangguan ketajaman
penglihatan
11. Seksualitas
Gejala: Kehilangan libido, amenorea, priapisme
Tanda: Maturitas seksual terlambat, serviks dan dinding vagina
(anemia).
2.1.2
Pemeriksaan Penunjang
a. Jumlah Darah Lengkap ( JDL): Leukosit dan trombosit
menurun
b. Retikulosit: jumlah dapat bervariasi dari 30% – 50%
c. Pewarnaan SDM: menunjukkan sebagian sabit atau lengkap
d. LED: meningkat
e. Eritrosit: menurun
f. GDA: dapat menunjukkan penurunan PO2
g. Billirubin serum: meningkat
h. LDH: meningkat
i. TIBC: normal sampai menurun
j. IVP: mungkin dilakukan untuk mengevaluasi kerusakan
ginjal
k. Radiografik tulang: mungkin menunjukkan perubahan tulang
l. Rontgen: mungkin menunjukkan penipisan tulang,
osteoporosis
2.2
Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan
dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah.
2. Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan
dengan penurunan fungsi/ kerusakan miokardial akibat infark kecil, deposit
besi, dan fibrosis.
3. Resiko tinggi terhadap kekurangan
volume cairan yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan cairan.
4. Nyeri yang berhubungan dengan
aglutinasi sel sabit dalam pembuluh darah.
5. Resiko tinggi terhadap kerusakan
integritas kulit yang berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
6. Kurang pengetahuan yang berhubungan
dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya.
2.3
Tindakan/ Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan: Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan
dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah, yang ditandai oleh:
dispnea, gelisah, takikardia, dan sianosis (hipoksia).
Tujuan Umum: Tidak terdapatnya sekret
Tujuan Khusus: Menunjukkan perbaikan ventilasi/ oksigenasi dan bunyi napas
normal.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
Awasi frekuensi/ kedalaman pernapasan, area sianosis.
|
Indikator keadekuatan fungsi pernapasan atau tingkat
gangguan dan kebutuhan/keefektifan terapi.
|
Auskultasi bunyi napas, catat adanya/ takadanya, dan bunyi
adventisisus.
|
Terjadinya atelektasis dan stasis sekret dapat mengganggu
pertukaran gas.
|
Kaji laporan nyeri dada dan peningkatan kelemahan.
|
Menggambarkan terjadinya infeksi paru, yang
meningkatkankerja jantung dan kebuttuhan oksigen.
Meningkatkan ekspansi dada optimal, memobilisasikan
sekresi, dan menurunkan stasis sekret.
|
Kaji tingkat kesadaran.
|
Jaringan otak sangat sensitif pada penurunan oksigen
dan merupakan indikator dini terjadinya hipoksia
|
Kaji toleransi aktivitas; tempatkan pasien pada tirah
baring.
|
Penurunan kebutuhan metabolik tubuh menurunkan kebutuhan O2.
|
Dorong pasien untuk memilih periode istirahat dan
aktivitas.
|
Melindungi dari kelelahan berlebihan.
|
Peragakan dan dorong penggunaan teknik relaksasi.
|
Relaksasi menurunkan teganagn otot dan ansietas.
|
Tingkatkan masukan cairan yang adekuat.
|
Masukan yang mencukupi perlu untuk mobilisasi sekret.
|
Batasi pengunjung/ staf.
|
Melindungi dari potensial sumber infeksi pernapasan.
|
Kolaborasi
Berikan suplemen O2 sesuai indikasi.
|
Memaksimalkan transpor O2 ke jaringan,
khususnya pada adanya gangguan paru/ pneumonia.
|
Lakukan/ bantu fisioterapi dada.
|
Dilakukan untuk memobilisasi sekret dan meningkatkan
pengisian udara area paru.
|
Berikan pak SDM atau transfusi tukar sesuai indikasi
|
Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, melarutkan
persentase hemoglobin S (untuk mencegah sabit) dan merusak sel sabit.
|
Diagnosa keperawatan: Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan
dengan penurunan fungsi/ kerusakan miokardial akibat infark kecil, deposit
besi, dan fibrosis, yang ditandai oleh: penurunan tanda vital, pucat, gelisah,
nyeri tulang, angina, dan gangguan penglihatan.
Tujuan Umum: Perfusi jaringan adekuat
Tujuan Khusus: Menunjukkan perbaikan perfusi jaringan yang dibuktikan oleh
tanda vital yang stabil.
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
Awasi tanda vital dengan cermat. Kaji nadi untuk
frekuensi, irama, dan volume.
|
Pengendapan dan sabit pembuluh perifer dapat menimbulkan
obliterasi lengkap/ terjadi penurunan perfusi jaringan pada sekitar pembuluh
darah.
|
Kaji kulit untuk rasa dingin, pucat, sianosis, diaforesis,
pelambatan pengisian kapiler.
|
Perubahan menunjukkan penurunan sirkulasi/ hipoksia yang
meningkatkan oklusi kapiler.
|
Catat perubahan dalam tingkat kesadaran.
|
Perubahan dapat menunjukkan penurunan perfusi SSP akibat
iskemia atau infark.
|
Pertahankan pemasukkan cairan adekuat.
|
Dehidrasi tidak hanya menyebabkan hipovolemia tetapi
meningkatkan pembentukan sabit dan oklusi kapiler.
|
Pertahankan suhu lingkungan dan kehangatan tubuh.
|
Mencegah vasokontriksi; membantu dalam mempertahankan sirkulasi
dan perfusi.
|
Kolaborasi
Awasi pemeriksaan laboratorium, mis. Darah lenkap, BUN
|
Penurunan perfusi jaringan dapat menimbulkan infark organ
jaringan seperti otak, hati, limpa, ginjal dsb.
|
Berikan cairan hipo-osmolar (mis. Cairan garam faal 0,45) melalui
pompa infus.
|
Hidrasi menurunkan konsentrasi Hb S dalam SDM, yang
menurunkan kecenderungan sabit, dan juga menurunkan viskositas darah yang
membantu untuk mempertahankan perfusi.
|
Berikan agen antisabit percobaan (mis, natrium sianat)
dengan hati-hati.
|
Agen antisabit ditujukan pada hidup panjang eritrosit dan
mencegah sabit dengan mempengaruhi perubahan membran sel.
|
Diagnosa keperawatan: Resiko tinggi terhadap kekurangan
volume cairan yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan cairan, yang
ditandai oleh: anoreksia, dehidrasi (muntah, diare, demam).
Tujuan Umum: Intake cairan terpenuhi
Tujuan Khusus: Mempertahankan keseimbangan cairan adekuat.
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
Pertahankan pemasukan dan pengeluaran akurat. Timbang tiap
hari.
|
Pasien dapat menurunkan pemasukan cairan selama periode
krisis karena malaise, anoreksia dsb.
|
Perhatikan karakteristik urine dan berat jenis.
|
Ginjal dapat kehilangannya untuk mengkonsentrasikan urine,
mengakibatkan kehilangan banyak urine encer.
|
Awasi tanda vital.
|
Penurunan sirkulasi darah dapat terjadi dari peningkatan
kehilangan cairan mengakibatkan hipotensi dan takikardia.
|
Observasi demam, perubahan tingkat kesadaran, turgor kulit
buruk, nyeri.
|
Gejala yang menunjukkan dehidrasi.
|
Awasi tanda vital dengan ketat selama transfusi darah dan
catat adanya dispnea, ronki, mengi, batuk, dan sianosis.
|
Jantung dapat kelelahan dan cenderung gagal karena
kebutuhan pada status anemia.
|
Kolaborasi
Berikan cairan sesuai indikasi.
|
Penggantian atas kehilangan/ defisit: dapat memperbaiki
ginjal pada SDM.
|
Awasi pemeriksaan laboratorium, mis. Hb/Ht, elektrolir
serum dan urine.
|
Peningkatan menunjukkan hemokonsentrasi. Kehilangan
kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan urine dapat mengakibatkan penurunan
Na+, K+, dan Cl+ serum.
|
Diagnosa keperawatan: Nyeri yang berhubungan dengan
aglutinasi sel sabit dalam pembuluh darah, yang ditandai oleh: nyeri lokal,
menyebar, berdenyut, perih, sakit kepala.
Tujuan Umum: Mengurangi nyeri
Tujuan Khusus: Menyatakan nyaeri berkurang; menunjukkan postur badan
rileks, bebas bergerak; meningkatkan asupan cairan.
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji berat dan lokasi nyeri. Tempat nyeri yang sering
adalah sendi dan ekstremitas, dada, dan abdomen.
|
Jaringan dan organ sangat peka terhadap trombosis mikrosirkulasi
dengan akibat kerusakan hipoksik; hipoksia menyebabkan nyeri.
|
Berikan analgetik sesuai rsesp. Perhitungkan pemakaian
anagelsik yang dikontrol pasien.
|
Anageltik oploid penting untuk mengurangi nyeri yang
berat.
|
Dukung asupan cairan peroral dan berikan cairan IV sesuai
resep; memantau asupan dan haluaran cairan.
|
Cairan akan memperbaiki hemodilusi dan menguraiakn
algutinasi sel sabit dalam pembuluh darah kecil.
|
Posisikan pasien dengan hati-hati dan sangga daerah nyeri;
dukung penggunaan teknik relaksasi dan latihan pernapasan.
|
Nyeri sendi dapat dikurangi selama krisis dengan gerakan
yang hati-hati dan penggunaan kompres panas; teknik relaksasi dan latihan
pernapasan dapat berfungsi sebagai pelemas. Penyumbatan pembuluh darah oleh
sel sabit akan menurunkan sirkulasi.
|
Diagnosa keperawatan: Resiko tinggi terhadap kerusakan
integritas kulit yang berhubungan dengan gangguan sirkulasi, yang
ditandai oleh: turgor kulit buruk, kulit kering, pucat.
Tujuan Umum: Mempertahankan integritas kulit dengan kriteria: kulit
segar, sirkulasi darah lancar.
Tujuan Khusus: Mencegah cedera; berpartisipasi dalam perilaku untuk
menurunkan faktor resiko/kerusakan kuilt.
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
Sering ubah posisi, bahkan bila duduk di kursi.
|
Mencegah tekanan jaringan lama dimana sirkulasi telah
terganggu, menurunkan resiko trauma jaringan/ iskemia.
|
Inspeksi kulit/ titik tekanan secara teratur untuk
kemerahan, beriakan pijatan lembut.
|
Sirkulasi buruk pada jaringan, mencegah kerusakan kulit.
|
Pertahankan permukaan kulit kering dan bersih; linen
kering/ bebas kerutan.
|
Lembab, area terkontaminasi memberikan media yang baik
untuk pertumbuhan organisme patogen.
|
Awasi tungkai terhadap kemerahan, perhatikan dengan ketat
terhadap pembentukan ulkus.
|
Potensi jalan masuk untuk organisme patogen. Pda adnya
gangguan sistem imun, ini meningkatkanresiko infeksi/ pelambatan penyembuhan.
|
Tinggikan ekstremitas bawah bila duduk.
|
Meningkatkan aliran balik vena menurunkan stasis vena/
pembentukan edema.
|
Kolaborasi
Berikan kasur air atau tekanan udara.
|
Menurunkan tekanan jaringan dan membantu dalam
memaksimalkan perfusi seluler untuk mencegah cedera.
|
Awasi status area iskemik, ulkus. Perhatikan distribusi,
ukuran, kedalaman, karakter, dan drainase.
|
Perbaikan atau lambanya penyembuhan menunjukkan status
perfusi jaringan dan keefektifan intervensi.
|
Siapkan untuk/ bantu oksigenasi pada ulkus.
|
Memaksimalkan pemberian oksigen ke jaringan, meningkatkan
penyembuhan
|
Diagnosa keperawatan: Kurang pengetahuan yang berhubungan
dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya, yang ditandai oleh: pertanyaan;
meminta informasi; tidak akurat mengikuti intruksi; dan ansietas.
Tujuan Umum: Memahami tentang penyakitnya
Tujuan Khusus: Menyatakan pemahaman proses penyakit, termasuk gejala
krisis; melakukan perilaku yang perlu/perubahan pola hidup untuk mencegah
komplikasi.
Intervensi
|
Rasional
|
Berikan informasi tentang penyakitnya.
|
Memberikan dasar pengethuan sehingga pasien dapat membuat
pilihan yang tepat, menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama
dalam program terapi.
|
Kaji pengetahuan pasien tentang penyakitnya.
|
Menberi pengetahuan berdasarkan pola kemampuan pasien
untuk memilih informasi.
|
Dorong mengkonsumsi sedikitnya 4-6 liter cairan perhari.
|
Mencegah dehidrasi dan konsekuensi hiperviskositas yang
dapat membuat sabit/ krisis.
|
Dorongb latihan rentang gerak dan aktivitas fisik teratur
dengan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
|
Mencegah demineralisasi tulang dan dapat menurunkan resiko
fraktur.
|
2.4
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah pengukuran dari keberhasilan rencana
perawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Tahap evaluasi merupakan kunci
keberhasilan dalam menggunakan proses keperawatan.
Hasil evaluasi yang diharapkan/ kriteria: evaluasi pada
pasien dengan anemia sel sabit adalah sebagai berikut:
Mengatakan pemahaman situasi/faktor resiko dan program
pengobatan individu dengan kriteria:
- Menunjukkan teknik/ perilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitas.
- Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas.
Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan
pengobatan dengan kriteria:
a. Mengidentifikasikan hubungan tanda/
gejala penyebab.
b. Melakukan perubahan perilaku
dan berpartisipasi pada pengobatan.
Mengidentifikasikan perasaan dan metode untuk koping terhadap
persepsi dengan kriteria:
a. Menyatakan penerimaan diri dan
lamanya penyembuhan.
b. Menyukai diri sebagai orang yang
berguna.
Mempertahankan hidrasi adekuat dengan kriteria:
a. Tanda-tanda vital stabil, turgor
kulit normal, masukan dan keluaran seimbang.
b. Menunjukkan perilaku perubahan pola
hidup untuk meningkatkan/ mempertahankan berat badan yang sesuai dengan
kriteria:
c. Menunjukkan peningkatan berat badan,
mencapai tujuan denagn nilai laboratorium normal.
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah Buku
Saku. EGC: Jakarta
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan:
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasiaan Perawatan Pasien. EGC:
Jakarta
Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah Volume 2. EGC: Jakarta
Price, Sylvia A. 2006. Patofisisologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Volume 1. EGC: Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal-Bedah Volume 2. EGC: Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar