BAB I
TINJAUAN TEORI
1.1.
Definisi
Otitis Media adalah peradangan sebagian
atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel –
sel mastoid.Gangguan telinga yang paling sering adalah eksterna dan media.
Sering terjadi pada anak – anak dan juga pada orang dewasa. (Adam,George
L.1997)
Otitis Media Purulenta Kronis (OMPK)
adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan
sekret kental/purulen yang keluar dari telinga tengah terus – menerus atau
hilang timbul,dan gangguan pendengaran. Sekret yang keluar dapat berupa nanah
atau bercampur darah. (Adam,George L.1997)
1.2 Anatomi Fisiologi Telinga
Tengah
Telinga tengah tersusun atas membran
timpani (gendang telinga) di sebelah lateral dan kapsul otik di sebelah medial
celah telinga tengah terletak di antara kedua Membrana timpani terletak pada
akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga, Membran
ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan
translulen.Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi
osikuli (tulang telinga tengah) dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring
berhubungan dengan beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal.
Telinga tengah mengandung tulang
terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes. Osikuli dipertahankan pada
tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang membantu hantaran suara. Ada
dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang
memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak
pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat
memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat
tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur
berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah mengalami
robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke
telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.
Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm
panjangnya sekitar 35 mm, menghubngkan telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba
eustachii tertutup, namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika
melakukan manuver Valsalva atau menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai
drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan
tekanan atmosfer.
1.3.
Etiologi
Otitis media kronis terjadi akibat
adanya lubang pada gendang telinga (perforasi) (Mediastore,2009). Perforasi
gendang telinga bisa disebabkan oleh: otitis media akut penyumbatan tuba
eustakius cedera akibat masuknya suatu benda ke dalam telinga atau akibat
perubahan tekanan udara yang terjadi secara tiba-tiba luka bakar karena panas
atau zat kimia.
Penyebab
OMK antara lain:
1.
Lingkungan
Hubungan penderita OMK dan faktor
sosio-ekonomi belum jelas, tetapi kelompok sosio-ekonomi rendah memiliki
insiden OMK yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini
berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat tinggal yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan
sampai saat ini, terutama apakah insiden OMK berhubungan dengan luasnya sel
mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid
lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini
primer atau sekunder.
3.
Riwayat otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media
kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut dan/ atau otitis media
dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu telinga
dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis
4.
Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau
mukosa telinga tengah hampir tidak bervariasi pada otitis media kronik yang
aktif.Keadaan ini menunjukkan bahwa metode kultur yang digunakan adalah
tepat.Bakterinya, antara lain:
a. Streptococcus.
b. Stapilococcus.
c. Diplococcus
pneumonie.
d. Hemopilus
influens.
e. Gram
Positif : S. Pyogenes, S. Albus.
f. Gram
Negatif : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli.
g. Kuman
anaerob : Alergi, diabetes melitus, TBC paru.
5.
Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh keluarnya
sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas. Infeksi virus dapat
mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh
terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan
pertumbuhan bakteri.
6.
Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan
memiliki insiden lebih besar terhadap OMK.
7.
Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden
otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang bukan alergi. Yang menarik
adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes
telinga atau bakteri atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti
kemungkinannya.
8.
Gangguan fungsi tuba eustachius
Pada otitis media kronis aktif tuba
eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomena
primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai
metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya
menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi
normal.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan
perforasi membran timpani yang menetap pada OMK adalah:
a. Infeksi
yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret
telinga purulen berlanjut.
b. Berlanjutnya
obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada perforasi.
c. Beberapa
perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi
epitel.
d. Pada
pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat
diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan
spontan dari perforasi.
1.5. Manifestasi Klinis OMK
Gejala
berdasarkan tipe Otitis Media Kronis:
1.OMK
tipe benigna:
Gejalanya berupa discharge mukoid yang tidak
terlalu berbau busuk,ketika pertama kali ditemukan bau busuk mungkin ada tetapi
dengan pembersihan dan penggunaan antibiotiklokal biasanya cepat menghilang,
discharge mukoid dapat konstan atau intermitten.
Gangguan pendengaran konduktif selalu
didapat pada pasien dengan derajat ketulian tergantung beratnya kerusakan
tulang-tulang pendengaran dan koklea selama infeksi nekrotik akut pada awal
penyakit.
Perforasi membrane timpani sentral
sering berbentuk seperti ginjal tapi selalu meninggalkan sisa pada bagian
tepinya . Proses peradangan pada daerah timpani terbatas pada mukosa sehingga
membrane mukosa menjadi berbentuk garis dan tergantung derajat infeksi membrane
mukosa dapt tipis dan pucat atau merah dan tebal, kadang suatu polip didapat
tapi mukoperiosteum yang tebal dan mengarah pada meatus menghalangi pandangan
membrane timpani dan telinga tengah sampai polip tersebut diangkat . Discharge
terlihat berasal dari rongga timpani dan orifisium tuba eustachius yang mukoid
dan setelah satu atau dua kali pengobatan local bau busuk berkurang.
2.
OMK tipe maligna dengan kolesteatoma:
Sekret
pada infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat bau dan
berwarna kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat keping-keping kecil,
berwarna putih mengkilat.
Gangguan
pendengaran tipe konduktif timbul akibat terbentuknya kolesteatom bersamaan
juga karena hilangnya alat penghantar udara pada otitis media nekrotikans akut.
Selain tipe konduktif dapat pula tipe campuran karena kerusakan pada koklea
yaitu karena erosi pada tulang-tulang kanal semisirkularis akibat osteolitik
kolesteatom.
1.4. Patofisiologi
Otitis Media
Otitis
media supuratif Otitis
media non Supuratif
(Otitis media serosa)
Otitis
media akut (OMA) Otitis media serosa akut
(lebih 2 bulan)
Otitis media kronis Otitis
media serosa kronis
(OMK) (Glue ear)
Maligna Benigna
Degeneratif Metaplastik
1) Terdapat perforasi pada
marginal/atik. 1) Terlihat kolesteatom pada telinga
2) Granulasi di liang telinga luar
yang tengah (di epitimpanum).
berasal dari dalam telinga tengah.
2) Sekret berbentuk nanah dan berbau khas
3) Polip
Otore
= pus pada MAE
(kental/busuk)
Gangguan berkomunikasi Cemas
Pendengaran menurun
Peradangan Telinga Perubahan persepsi / sensori
Nyeri
1.5.
Klasifikasi OMK
1.
Tipe tubotimpani (tipe benigna/ tipe aman/ tipe mukosa)
Tipe ini ditandai adanya perforasi
sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan
keparahan penyakit. Proses peradangan pada OMK posisi ini terbatas pada mukosa
saja, biasanya tidak mengenai tulang, umumnya jarang menimbulkan komplikasi
yang berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom. Beberapa faktor lain yang
mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran
nafas atas, kegagalan pertahanan mukosa terhadap infeksi pada penderita dengan
daya tahan tubuh yang rendah, campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan
derajat perubahan mukosa serta migrasi sekunder dari epitel squamosa. Sekret
mukoid berhubungan dengan hiperplasi sel goblet, metaplasi dari mukosa telinga
tengah
OMK
tipe benigna berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal 2 jenis,yaitu :
a. OMK
aktif ialah OMK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara
aktif
b. OMK
tenang apabila keadaan kavum timpani terlihat basah atau kering.
2. Tipe
Atikoantral (tipe malignan/ tipe bahaya)
Tipe ini ditandai dengan perforasi tipe
marginal atau tipe atik, disertai dengan kolesteatom dan sebagian besar
komplikasi yang berbahaya dan fatal timbul pada OMK tipe ini.
Kolesteatom adalah suatu kista epitelial
yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu
menumpuk sehingga kolesteatom bertambah besar. Banyak teori mengenai
patogenesis terbentuknya kolesteatom diantaranya adalah teori invaginasi, teori
migrasi, teori metaplasi, dan teori implantasi. Kolesteatom merupakan media
yang baik untuk pertumbuhan kuman (infeksi), terutama Proteus dan Pseudomonas
aeruginosa. Infeksi akan memicu proses peradangan lokal dan pelepasan mediator
inflamasi yang dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom
bersifat hiperproliferatif, destruksi, dan mampu berangiogenesis. Massa
kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak organ disekitarnya sehingga dapat
terjadi destruksi tulang yang diperhebat oleh pembentukan asam dari proses
pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi
seperti labirinitis, meningitis dan abses otak.
Kolesteatom
dapat diklasifikasikan atas dua jenis:
a. Kolesteatom
kongenital.
Kriteria
untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital menurut Derlaki dan Clemis (1965)
adalah :
1.
Berkembang dibelakang membran timpani yang masih utuh.
2.
Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
3. Pada mulanya dari jaringan embrional
dari epitel skuamous atau dari epitel undiferential yang berubah menjadi epitel
skuamous selama perkembangan.
Kongenital
kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang temporal,
umumnya pada apeks petrosa. Kolesteatom ini dapat menyebabkan parese nervus fasialis,
tuli saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.
1.6. Kompilikasi OMK
Tendensi otitis media mendapat
komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore. Walaupun
demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan akan
menimbulkan komplikasi. Biasanya komplikasi didapatkan pada otitis media kronis
tipe maligna tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh
kuman yang virulen pada otitis media kronis tipe benigna pun dapat menyebabkan
kompikasi. Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada
eksaserbasi akut dari otitis media
kronis berhubungan dengan kolosteatom (bentuk komplikasi yang ganas dari
congek, ditandai dengan pembentukan selaput lendir pada liang telinga luar).
1.
Komplikasi ditelinga tengah
a. Perforasi
persisten membran timpani
b. Erosi
tulang pendengaran
c. Paralisis
nervus fasial.
2.
Komplikasi ditelinga dalam.
a. Labirinitis
supuratif
b. Tuli
saraf
c. Fistel
Labirin
3.
Komplikasi Ekstradurala
a. Abses
Ekstradural
b. Trombosis
sinus lateralisc
4.
Komplikasi susunan saraf pusat
a. Meningitis
b. Abses
otak
c. Hindrosefalus
otitis.
Komplikasi
infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam lintasan :
a. Dari
rongga telinga tengah ke selaput otak
b. Menembus
selaput otak
c. Masuk
ke jaringan otak.
1.7 Penatalaksanaan OMK
1.
OMK benigna
OMK benigna tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan,
dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga
sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi
saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi
rekonstruksi (miringoplasti,timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang
serta gangguan pendengaran.
2.
OMK benigna aktif
Prinsip
pengobatan OMK adalah :
1) Pembersihan
liang telinga dan kavum timpan ( toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat
lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret
telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme.( Fairbank,
1981).
Cara
pembersihan liang telinga ( toilet telinga) :
a.
Toilet telinga secara kering ( dry mopping).
Telinga
dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri
antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan diklinik atau dapat
juga dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan
setiap hari sampai telinga kering.
b. Toilet
telinga secara basah ( syringing).
Telinga
disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian dengan kapas
lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif
untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran
infeksi ke bagian lain dan kemastoid ( Beasles, 1979). Pemberian serbuk
antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas pada
kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam
boric dengan Iodine.
c.
Toilet telinga dengan pengisapan (suction toilet)
Pembersihan
dengan suction pada nanah, dengan bantuan mikroskopis operasi adalah metode
yang paling populer saat ini. Kemudian dilakukan pengangkatan mukosa yang
berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan.
Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa
yang koperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-anak
diperlukan anastesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai sasarannya
bila dilakukan dengan “ displacement methode” seperti yang dianjurkan oleh
Mawson dan Ludmann.
2).
Pemberian antibiotik topical
Terdapat
perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan antibiotik topikal untuk OMSK.
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa
dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif
lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.
Rif
menganjurkan irigasi dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam dan
merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman. Selain itu dikatakannya,
bahwa tempat infeksi pada OMSK sulit dicapai oleh antibiotika topikal. Djaafar
dan Gitowirjono menggunakan antibiotik topikal sesudah irigasi sekret profus
dengan hasil cukup memuaskan, kecuali kasus dengan jaringan patologis yang
menetap pada telinga tengah dan kavum mastoid. Mengingat pemberian obat topikal
dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik
yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu.Cara
pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab
dan uji resistesni.
Obat-obatan
topikal dapat berupa bubuk atau tetes telinga yang biasanya dipakai setelah
telinga dibersihkan dahulu.Bubuk telinga yang digunakan seperti :
a.
Acidum boricum dengan atau tanpa iodine
b.
Terramycin.
c.
Asidum borikum 2,5 gram dicampur dengan
khloromicetin 250 mg
Pengobatan
antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMK aktif yang dikombinasi
dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa. Neomisin dapat
melawan kuman Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi tidak aktif melawan gram
negatif anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas melawan Pseudomonas karena
meningkatnya resistensi. Polimiksin efektif melawan Pseudomonas aeruginosa dan
beberapa gram negatif tetapi tidak efektif melawan organisme gram positif
(Fairbanks, 1984). Seperti aminoglokosida yang lain, Gentamisin dan Framisetin
sulfat aktif melawan basil gram negatif dan gentamisin kerjanya “sedang” dalam
melawan Streptokokus. Tidak ada satu pun aminoglikosida yang efektif melawan
kuman anaerob.Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin
dan hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat digunakan
sulfanilaid-steroid tetes mata.
Kloramfenikol
tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga akan sakit bila
diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif dan gram negative
kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif melawan kuman anaerob,
khususnya B. fragilis (
Fairbanks, 1984). Pemakaian jangka panjang lama obat tetes telinga yang
mengandung aminoglikosida akan merusak foramen rotundum, yang akan menyebabkan
ototoksik.Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik
adalah :
1. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat
ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli
Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus, B.
fragilis Toksik terhadap ginjal dan susunan saraf.
2. Neomisin
Obat
bakterisid pada kuman gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus aureus,
Proteus sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal
dan telinga.
3.
Kloramfenikol
Obat
ini bersifat bakterisid terhadap :
Stafilokokus,
koagulase positif, 99% ;Stafilokokus, koagulase positif, 95% ; Stafilokokus
group A, 100% ; E. Koli, 96% ; Proteus sp, 60% ; Proteus mirabilis, 90% ; Klebsiella,
92% ; Enterobakter, 93% ; Pseudomonas, 5%
Dari
penelitian terhadap 50 penderita OMK yang diberi obat tetes telinga dengan
ofloksasin dimana didapat 88,96% sembuh, membaik 8,69% dan tidak ada perbaikan
4,53%
3).
Pemberian antibiotik sistemik
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMK
juga sebaiknya berdasarkan kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak
lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi
kegagalan pengobatan,perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada
penderita tersebut.
Dalam pengunaan antimikroba, sedikitnya
perlu diketahui daya bunuhnya terhadap masing- masing jenis kuman penyebab,
kadar hambat minimal terhadap masing-masing kuman penyebab, daya penetrasi
antimikroba di masing jaringan tubuh, toksisitas obat terhadap kondisi tubuhnya
. dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba,
antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya
tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh,
misalnya golongan aminoglikosida dengan kuinolon. Golongan kedua adalah
antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik.
Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan
beta laktam.
Terapi antibiotik sistemik yang
dianjurkan pada Otitis media kronik adalah Kuman aerob Antibiotik sistemik,
Pseudomonas Aminoglikosida atau karbenisilin, P. Mirabilis Ampisilin atau
sefalosforin, P. Morganii Aminoglikosida atau Karbenisilin, P.
Vulgaris,Klebsiella Sefalosforin atau aminoglikosida, E. Koli Ampisilin atau
sefalosforin, S. Aureus Anti-stafilikokus penisilin, Sefalosforin,eritromosin,
aminoglikosida, Streptokokus Penisilin, sefalosforin, eritromisin,
Aminoglikosida,B. fragilis Klindamisin.
Antibiotika golongan kuinolon (
siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat derivat asam nalidiksat yang
mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi tidak
dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin
generasi III ( sefotaksim, seftazidinm dan seftriakson) juga aktif terhadap
pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik
untuk OMA sedangkan untuk OMK belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMK.
Metronidazol mempunyai efek bakterisid
untuk kuman anaerob. Menurut Browsing dkk metronidazol dapat diberikan dengan
dan tanpa antibiotik ( sefaleksin dan kotrimoksasol) pada OMSK aktif, dosis 400
mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu1.
1.8. Pemeriksaan Penunjang OMK
a. Terlihat
bayangan kolesteatom pada foto mastoid.
b. Pemeriksaan
audiometric
c. Pemeriksaan
radiologi : foto Rontgen Proyeksi Mayer atau Owen
d. Laboratorium
: pemeriksaan darah rutin
1.9. Prognosis OMK
1.
OMK tipe benigna
Prognosis dengan pengobatan local,
otorea dapat mongering. Tetapi sisa perforasi sentral yang berkepanjangan
memudahkan infeski dari nasofaring atau bakteri dari meatus eksterna khususnya
terbawa oleh air, sehingga penutupan membrane timpani disarankan.
2. OMK
tipe maligna
Prognosis kolesteatom yang tidak diobati
akan berkembang menjadi meningitis, abes otak, prasis fasialis atau labirintis
supuratif yang semuanya fatal. Sehingga OMSK type maligna harus diobati secara
aktif sampai proses erosi tulang berhenti.
2.2. Tinjauan Asuhan Keperawatan
2.2.1. Pengkajian
1.
Pengumpulan Data
1.1.
Identitas Pasien
Nama
pasien, umur, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat
1.2.
Riwayat Penyakit Sekarang.
Riwayat
adanya kelainan nyeri pada telinga, penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk
membersihkan telinga
1.3.
Riwayat Penyakit Dahulu.
Riwayat
infeksi saluran atas yang berulang, riwayat alergi, riwayat OMA berkurang,
riwayat penggunaan obat( sterptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin ), riwayat
operasi
1.4.
Riwayat penyakit keluarga.
Apakah
keluarga klien pernah mengalami penyakit telinga, sebab dimungkinkan OMK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik.
2. Pengkajian Persistem
Tanda-tanda
vital : Suhu meningkat, keluarnya otore
B2
( Blood ) : Nadi meningkat
B3 (Brain) : Nyeri telinga, perasaan
penuh dan pendengaran menurun, vertigo, pusing, refleks kejut
B5
(Bowel) : Nausea vomiting
B6
(Bone) : Malaise, alergi
3. Pengkajian Psikososial
a. Nyeri
otore berpengaruh pada interaksi
b. Aktivitas
terbatas
c. Takut
menghadapi tindakan pembedahan
4.
Pemeriksaan diagnostik
a. Tes
audiometri : pendengaran menurun
b. Xray
: terhadap kondisi patologi, misal kolestetoma, kekaburan mastoid
5. Pemeriksaan pendengaran
Tes
suara bisikan, tes garputala
2.2.2.
Diagnosa
1) Gangguan
berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran
2) Perubahan
persepsi / sensori berhubungan dengan obstruksi, infeksi di telinga atau
kerusakan di saraf pendengaran
3) Ansietas
berhubungan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri,
hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi
4) Nyeri
berhubungan dengan proses peradangan.
2.2.3.
Tindakan Keperawatan (Intervensi)
1. Gangguan berkomunikasi berhubungan
dengan efek kehilangan pendengaran
Tujuan
: Gangguan komunikasi berkurang / hilang.
Kriteria
hasil :
1)
Klien akan memakkia alat bantu dengar
(jika sesuai)
2)
Menerima pesan melalui metoda pilihan
(misal : komunikasi tulisan, bahas lambang, bebicara dengan jelas pada telinga
yang baik)
Intervensi
keperawatan :
1. Dapatkan
apa metode komunikasi yang diinginkan dan catat pada rencana perawatan metode
yang digunakan oleh staf dan klien, (seperti: tulisan, berbicara, bahasa
isyarat).
Rasional : Dengan mengetahui metode
komunikasi yang diinginkan oleh klien maka metode yang akan digunakan dapat
disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan klien.
2. Kaji
kemampuan untuk menerima pesan secara verbal.
a. Jika
ia dapat mendegar pada satu telinga, berbicara dengan perlahan dan dengan jelas
langsung ke telinga yang baik (hal ini lebih baik daripada berbicara dengan
keras).
b. Tempatkan
klien dengan telinga yang baik berhadapan dengan pintu.
c. Dekati
klien dari sisi telinga yang baik.
1. Jika klien dapat membaca ucapan :
a) Lihat
langsung pada klien dan bicaralah lambat dan jelas.
b) Hindari
berdiri di depan cahaya karena dapat menyebabkan klien tidak dapat membaca bibi
anda.
2.
Perkecil distraksi yang dapat menghambat konsentrasi klien.
a)
Minimalkan percakapan jika klien kelelahan atau gunakan komunikasi
tertulis.
b)
Tegaskan komunikasi penting dengan
menuliskannya.
3. Jika
ia hanya mampu bahasa isyarat, sediakan penerjemah. Alamatkan semua komunikasi
pada klien, tidak kepada penerjemah. Jadi seolah-olah perawat sendiri yang
langsung berbicara kepada klien dnegan mengabaikan keberadaan penerjemah.
Rasional : Pesan yang
ingin disampaikan oleh perawat kepada klien dapat diterima dengan baik oleh
klien.
3. Gunakan faktor-faktor yang
meningkatkan pendengaran dan pemahaman.
a. Bicara
dengan jelas, menghadap individu.
b. Ulangi
jika klien tidak memahami seluruh isi pembicaraan.
c. Gunakan
rabaan dan isyarat untuk meningkatkan komunikasi.
d. Validasi
pemahaman individu dengan mengajukan pertanyaan yang memerlukan jawaban lebih
dari ya dan tidak.
Rasional
: Memungkinkan komunikasi dua arah anatara perawat dengan klien dapat berjalan
dnegan baik dan klien dapat menerima pesan perawat secara tepat.
2. Perubahan persepsi / sensori
berhubungan dengan obstruksi,infeksi di telinga atau kerusakan di saraf pendengaran
Tujuan
: Persepsi / sensoris baik.
Kriteria
hasil :
Klien
akan mengalami peningkatan persepsi / sensoris pendengaran sampai pada tingkat
fungsional.
Intervensi
keperawatan :
1. Ajarkan
klien untuk menggunakan dan merawat alat pendengaran secara tepat.
Rasional
: Keefektifan alat pendengaran tergantung pada tipe gangguan / ketulian, serta
perawatannya yang tepat.
2. Instruksikan
klien untuk menggunakan teknik – teknik yang aman sehingga dapat mencegah
terjadinya ketulian lebih jauh.
Rasional
: Apabila penyebab pokok ketulian tidak progresif, maka pendengaran yang
tersisa sensitif terhadap trauma dan infeksi, sehingga harus dilindungi.
3. Observasi
tanda – tanda awal kehilangan pendengaran yang lanjut.
Rasional
: Diagnosa dini terhadap keadaan telinga atau terhadap masalah – masalah
pendengaran rusak secara permanen.
4. Instruksikan
klien untukmenghabiskan seluruh antibiotik yang diresepkan (baik itu antibiotik
sistemik maupun lokal).
Rasional
: Penghentian terapi antibiotika sebelum waktunya dapat menyebabkan organisme
sisa berkembang biak sehingga infeksi akan berlanjut.
3. Ansietas berhubungan dengan prosedur
operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan
penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi
Tujuan
: Ansietas berkurang / hilang.
Kriteria
hasil :
a. Klien
mampu mengungkapkan ketakutan / kekuatirannya.
b. Respon
klien tampak tersenyum.
Intervensi
keperawatan :
1. Jujur
kepada klien ketika mendiskusikan mengenai kemungkinan kemajuan dari fungsi
pendengarannya untuk mempertahankan harapan klien dalam berkomunikasi.
Rasional
: Menunjukan kepada klien bahwa dia dapat berkomunikasi dengan efektif tanpa
menggunakan alat khusus, sehingga dapat mengurangi rasa cemasnya.
2. Berikan
informasi mengenai kelompok yang juga pernah mengalami gangguan seperti
yang dialami klien untuk memberikan
dukungan kepada klien.
Rasional
:Harapan – harapan yang tidak reaslistik tidak dapat mengurangi kecemasan,
justru malah menimbulkan ketidak percayaan klien terhadap perawat.
3. Berikan
informasi mengenai sumber – sumber dan alat – alat yang tesedia yang dapat
membantu klien.
Rasional
: Memungkinkan klien untukmemilih metode komunikasi yang paling tepat untuk
kehidupannyasehari – hari disesuaikan dengan tingkat ketrampilannya sehinga
dapat mengurangi rasa cemas dan frustasinya.
4. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan
: Nyeri yang dirasakan klien berkurang rasa
Kriteria
hasil : Klien mengungkapkan bahwa nyeri berkurang, klien mampu melakukan metode
pengalihan suasana
Intervensi
Keperawatan:
1. Ajarkan
klien untuk mengalihkan suasana dengan melakukan metode relaksasi saat nyeri
yang teramat sangat muncul, relaksasi seperti menarik napas panjang
Rasional
: Metode pengalihan suasana dengan melakukan relaksasi bisa mengurangi nyeri
yang diderita klien
2. Kompres
dingin di sekitar area telinga
Rasional
: Kompres dingin bertujuan mengurangi nyeri karena rasa nyeri teralihkan oleh
rasa dingin di sekitar area telinga
3. Atur
posisi klien
Rasional
: Posisi yang sesuai akan membuat klien merasa nyaman
4. Untuk
kolaborasi, beri aspirin/analgesik sesuai instruksi, beri sedatif sesuai
indikasi
Rasional
: Analgesik merupakan pereda nyeri yang efektif pada pasien untuk mengurangi sensasi nyeri dari dalam.
2.2.4
Evaluasi
1. Pasien
dapat menghadapi situasi saat ini dengan realistis.
2. Homeostasis
dipertahankan.
3. Cedera
dapat dicegah.
4. Komplikasi
dicegah / diminimalkan.
maksih yaa ngebantu banget tugas kuliah :) btw daftar pustakanya ada ga ?? kunjung balik yaa di http ://fendevils.blogspot.com
BalasHapus