Selasa, 02 Oktober 2012

otitis media kronis


BAB I
TINJAUAN TEORI
1.1. Definisi
Otitis Media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel – sel mastoid.Gangguan telinga yang paling sering adalah eksterna dan media. Sering terjadi pada anak – anak dan juga pada orang dewasa. (Adam,George L.1997)
Otitis Media Purulenta Kronis (OMPK) adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret kental/purulen yang keluar dari telinga tengah terus – menerus atau hilang timbul,dan gangguan pendengaran. Sekret yang keluar dapat berupa nanah atau bercampur darah. (Adam,George L.1997)
1.2 Anatomi Fisiologi Telinga Tengah
Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah lateral dan kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua Membrana timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga, Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan translulen.Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah) dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal.
Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes. Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.
Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm, menghubngkan telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer.
1.3. Etiologi
Otitis media kronis terjadi akibat adanya lubang pada gendang telinga (perforasi) (Mediastore,2009). Perforasi gendang telinga bisa disebabkan oleh: otitis media akut penyumbatan tuba eustakius cedera akibat masuknya suatu benda ke dalam telinga atau akibat perubahan tekanan udara yang terjadi secara tiba-tiba luka bakar karena panas atau zat kimia.
Penyebab OMK antara lain:
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMK dan faktor sosio-ekonomi belum jelas, tetapi kelompok sosio-ekonomi rendah memiliki insiden OMK yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat tinggal yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.
3. Riwayat otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut dan/ atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak bervariasi pada otitis media kronik yang aktif.Keadaan ini menunjukkan bahwa metode kultur yang digunakan adalah tepat.Bakterinya, antara lain:

a.       Streptococcus.
b.      Stapilococcus.
c.       Diplococcus pneumonie.
d.      Hemopilus influens.
e.       Gram Positif : S. Pyogenes, S. Albus.
f.       Gram Negatif : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli.
g.      Kuman anaerob : Alergi, diabetes melitus, TBC paru.
5. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh keluarnya sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap OMK.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius
Pada otitis media kronis aktif tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomena primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani yang menetap pada OMK adalah:
a.       Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret telinga purulen berlanjut.
b.      Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada perforasi.
c.       Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi epitel.
d.      Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi.
1.5. Manifestasi Klinis OMK
Gejala berdasarkan tipe Otitis Media Kronis:
1.OMK tipe benigna:
Gejalanya berupa discharge mukoid yang tidak terlalu berbau busuk,ketika pertama kali ditemukan bau busuk mungkin ada tetapi dengan pembersihan dan penggunaan antibiotiklokal biasanya cepat menghilang, discharge mukoid dapat konstan atau intermitten.
Gangguan pendengaran konduktif selalu didapat pada pasien dengan derajat ketulian tergantung beratnya kerusakan tulang-tulang pendengaran dan koklea selama infeksi nekrotik akut pada awal penyakit.
Perforasi membrane timpani sentral sering berbentuk seperti ginjal tapi selalu meninggalkan sisa pada bagian tepinya . Proses peradangan pada daerah timpani terbatas pada mukosa sehingga membrane mukosa menjadi berbentuk garis dan tergantung derajat infeksi membrane mukosa dapt tipis dan pucat atau merah dan tebal, kadang suatu polip didapat tapi mukoperiosteum yang tebal dan mengarah pada meatus menghalangi pandangan membrane timpani dan telinga tengah sampai polip tersebut diangkat . Discharge terlihat berasal dari rongga timpani dan orifisium tuba eustachius yang mukoid dan setelah satu atau dua kali pengobatan local bau busuk berkurang.
2. OMK tipe maligna dengan kolesteatoma:
Sekret pada infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat bau dan berwarna kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat keping-keping kecil, berwarna putih mengkilat.
Gangguan pendengaran tipe konduktif timbul akibat terbentuknya kolesteatom bersamaan juga karena hilangnya alat penghantar udara pada otitis media nekrotikans akut. Selain tipe konduktif dapat pula tipe campuran karena kerusakan pada koklea yaitu karena erosi pada tulang-tulang kanal semisirkularis akibat osteolitik kolesteatom.
1.4. Patofisiologi
Otitis Media

Otitis media supuratif                                                  Otitis media non Supuratif
                                                                                          (Otitis media serosa)
Otitis media akut (OMA)                                               Otitis media serosa akut
         (lebih 2 bulan)
                      
Otitis media kronis                                                     Otitis media serosa kronis
(OMK)                                                                                    (Glue ear)
 

                                   Maligna                                                        Benigna

  Degeneratif                                                                   Metaplastik
1)  Terdapat perforasi pada marginal/atik.        1) Terlihat kolesteatom pada telinga
2)  Granulasi di liang telinga luar yang                             tengah (di epitimpanum).
        berasal dari dalam telinga tengah.                           2) Sekret berbentuk nanah dan berbau khas  
3)  Polip                                                                                                            
                                                                                
                                                                                
                                                                                 Otore = pus pada MAE
        (kental/busuk)
Gangguan berkomunikasi                                                                  Cemas
  Pendengaran menurun

                                  Peradangan Telinga            Perubahan persepsi / sensori

                                            Nyeri

1.5. Klasifikasi OMK
1. Tipe tubotimpani (tipe benigna/ tipe aman/ tipe mukosa)
Tipe ini ditandai adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Proses peradangan pada OMK posisi ini terbatas pada mukosa saja, biasanya tidak mengenai tulang, umumnya jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas, kegagalan pertahanan mukosa terhadap infeksi pada penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah, campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa serta migrasi sekunder dari epitel squamosa. Sekret mukoid berhubungan dengan hiperplasi sel goblet, metaplasi dari mukosa telinga tengah
OMK tipe benigna berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal 2 jenis,yaitu :
a.       OMK aktif ialah OMK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani     secara aktif
b.      OMK tenang apabila keadaan kavum timpani terlihat basah atau kering.

2.    Tipe Atikoantral (tipe malignan/ tipe bahaya)
Tipe ini ditandai dengan perforasi tipe marginal atau tipe atik, disertai dengan kolesteatom dan sebagian besar komplikasi yang berbahaya dan fatal timbul pada OMK tipe ini.
Kolesteatom adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatom bertambah besar. Banyak teori mengenai patogenesis terbentuknya kolesteatom diantaranya adalah teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi, dan teori implantasi. Kolesteatom merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman (infeksi), terutama Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Infeksi akan memicu proses peradangan lokal dan pelepasan mediator inflamasi yang dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom bersifat hiperproliferatif, destruksi, dan mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak organ disekitarnya sehingga dapat terjadi destruksi tulang yang diperhebat oleh pembentukan asam dari proses pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirinitis, meningitis dan abses otak.
Kolesteatom dapat diklasifikasikan atas dua jenis:
a.       Kolesteatom kongenital.
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital menurut Derlaki dan Clemis (1965) adalah :
1. Berkembang dibelakang membran timpani yang masih utuh.
2. Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
3. Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan.
Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa. Kolesteatom ini dapat menyebabkan parese nervus fasialis, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.
1.6. Kompilikasi OMK
Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan akan menimbulkan komplikasi. Biasanya komplikasi didapatkan pada otitis media kronis tipe maligna tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada otitis media kronis tipe benigna pun dapat menyebabkan kompikasi. Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi  akut dari otitis media kronis berhubungan dengan kolosteatom (bentuk komplikasi yang ganas dari congek, ditandai dengan pembentukan selaput lendir pada liang telinga luar).
1. Komplikasi ditelinga tengah
a.       Perforasi persisten membran timpani
b.      Erosi tulang pendengaran
c.       Paralisis nervus fasial.


2. Komplikasi ditelinga dalam.
a.       Labirinitis supuratif
b.      Tuli saraf
c.       Fistel Labirin
3. Komplikasi Ekstradurala
a.     Abses Ekstradural
b.    Trombosis sinus lateralisc
4. Komplikasi susunan saraf pusat
a.     Meningitis
b.    Abses otak
c.     Hindrosefalus otitis.
Komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam lintasan :
a.       Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
b.      Menembus selaput otak
c.       Masuk ke jaringan otak.
1.7 Penatalaksanaan OMK
1. OMK benigna
     OMK benigna tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti,timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
2. OMK benigna aktif
Prinsip pengobatan OMK adalah :
1)   Pembersihan liang telinga dan kavum timpan ( toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme.( Fairbank, 1981).
Cara pembersihan liang telinga ( toilet telinga) :
a. Toilet telinga secara kering ( dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan diklinik atau dapat juga dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga kering.
b.    Toilet telinga secara basah ( syringing).
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan kemastoid ( Beasles, 1979). Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam boric dengan Iodine.
c. Toilet telinga dengan pengisapan (suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan mikroskopis operasi adalah metode yang paling populer saat ini. Kemudian dilakukan pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang koperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-anak diperlukan anastesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai sasarannya bila dilakukan dengan “ displacement methode” seperti yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.
2). Pemberian antibiotik topical
Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan antibiotik topikal untuk OMSK. Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.
Rif menganjurkan irigasi dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam dan merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman. Selain itu dikatakannya, bahwa tempat infeksi pada OMSK sulit dicapai oleh antibiotika topikal. Djaafar dan Gitowirjono menggunakan antibiotik topikal sesudah irigasi sekret profus dengan hasil cukup memuaskan, kecuali kasus dengan jaringan patologis yang menetap pada telinga tengah dan kavum mastoid. Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu.Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistesni.
Obat-obatan topikal dapat berupa bubuk atau tetes telinga yang biasanya dipakai setelah telinga dibersihkan dahulu.Bubuk telinga yang digunakan seperti :
a.         Acidum boricum dengan atau tanpa iodine
b.        Terramycin.
c.         Asidum borikum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg
Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMK aktif yang dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa. Neomisin dapat melawan kuman Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi tidak aktif melawan gram negatif anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas melawan Pseudomonas karena meningkatnya resistensi. Polimiksin efektif melawan Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram negatif tetapi tidak efektif melawan organisme gram positif (Fairbanks, 1984). Seperti aminoglokosida yang lain, Gentamisin dan Framisetin sulfat aktif melawan basil gram negatif dan gentamisin kerjanya “sedang” dalam melawan Streptokokus. Tidak ada satu pun aminoglikosida yang efektif melawan kuman anaerob.Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-steroid tetes mata.
Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga akan sakit bila diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif dan gram negative kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif melawan kuman anaerob, khususnya B. fragilis                ( Fairbanks, 1984). Pemakaian jangka panjang lama obat tetes telinga yang mengandung aminoglikosida akan merusak foramen rotundum, yang akan menyebabkan ototoksik.Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :
1. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus, B. fragilis Toksik terhadap ginjal dan susunan saraf.
2. Neomisin
Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus aureus, Proteus sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan telinga.
3. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap :
Stafilokokus, koagulase positif, 99% ;Stafilokokus, koagulase positif, 95% ; Stafilokokus group A, 100% ; E. Koli, 96% ; Proteus sp, 60% ; Proteus mirabilis, 90% ; Klebsiella, 92% ; Enterobakter, 93% ; Pseudomonas, 5%
Dari penelitian terhadap 50 penderita OMK yang diberi obat tetes telinga dengan ofloksasin dimana didapat 88,96% sembuh, membaik 8,69% dan tidak ada perbaikan 4,53%
3). Pemberian antibiotik sistemik
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMK juga sebaiknya berdasarkan kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan,perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.
Dalam pengunaan antimikroba, sedikitnya perlu diketahui daya bunuhnya terhadap masing- masing jenis kuman penyebab, kadar hambat minimal terhadap masing-masing kuman penyebab, daya penetrasi antimikroba di masing jaringan tubuh, toksisitas obat terhadap kondisi tubuhnya . dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba, antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dengan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.
Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah Kuman aerob Antibiotik sistemik, Pseudomonas Aminoglikosida atau karbenisilin, P. Mirabilis Ampisilin atau sefalosforin, P. Morganii Aminoglikosida atau Karbenisilin, P. Vulgaris,Klebsiella Sefalosforin atau aminoglikosida, E. Koli Ampisilin atau sefalosforin, S. Aureus Anti-stafilikokus penisilin, Sefalosforin,eritromosin, aminoglikosida, Streptokokus Penisilin, sefalosforin, eritromisin, Aminoglikosida,B. fragilis Klindamisin.
Antibiotika golongan kuinolon ( siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat derivat asam nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi III ( sefotaksim, seftazidinm dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMK belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMK.
Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Menurut Browsing dkk metronidazol dapat diberikan dengan dan tanpa antibiotik ( sefaleksin dan kotrimoksasol) pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu1.
1.8. Pemeriksaan Penunjang OMK
a.    Terlihat bayangan kolesteatom pada foto mastoid.
b.    Pemeriksaan audiometric
c.    Pemeriksaan radiologi : foto Rontgen Proyeksi Mayer atau Owen
d.   Laboratorium : pemeriksaan darah rutin


1.9. Prognosis OMK
1. OMK tipe benigna
Prognosis dengan pengobatan local, otorea dapat mongering. Tetapi sisa perforasi sentral yang berkepanjangan memudahkan infeski dari nasofaring atau bakteri dari meatus eksterna khususnya terbawa oleh air, sehingga penutupan membrane timpani disarankan.
2.      OMK tipe maligna
Prognosis kolesteatom yang tidak diobati akan berkembang menjadi meningitis, abes otak, prasis fasialis atau labirintis supuratif yang semuanya fatal. Sehingga OMSK type maligna harus diobati secara aktif sampai proses erosi tulang berhenti.
2.2.  Tinjauan Asuhan Keperawatan
2.2.1.   Pengkajian
1. Pengumpulan Data
1.1. Identitas Pasien
Nama pasien, umur, suku/bangsa, agama, pendidikan,   pekerjaan, alamat
1.2. Riwayat Penyakit Sekarang.
Riwayat adanya kelainan nyeri pada telinga, penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga
1.3. Riwayat Penyakit Dahulu.
Riwayat infeksi saluran atas yang berulang, riwayat alergi, riwayat OMA berkurang, riwayat penggunaan obat( sterptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin ), riwayat operasi
1.4. Riwayat penyakit keluarga.
Apakah keluarga klien pernah mengalami penyakit telinga, sebab dimungkinkan OMK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik.


2.   Pengkajian Persistem
Tanda-tanda vital : Suhu meningkat, keluarnya otore
B2 ( Blood ) : Nadi meningkat
B3 (Brain) : Nyeri telinga, perasaan penuh dan pendengaran menurun, vertigo, pusing, refleks kejut
B5 (Bowel)  : Nausea vomiting
B6 (Bone)    : Malaise, alergi
3.  Pengkajian Psikososial
a.       Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
b.      Aktivitas terbatas
c.       Takut menghadapi tindakan pembedahan
4.  Pemeriksaan diagnostik
a.       Tes audiometri : pendengaran menurun
b.      Xray : terhadap kondisi patologi, misal kolestetoma, kekaburan mastoid
5.   Pemeriksaan pendengaran
Tes suara bisikan, tes garputala
2.2.2. Diagnosa
1)      Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran
2)      Perubahan persepsi / sensori berhubungan dengan obstruksi, infeksi di telinga atau kerusakan  di saraf pendengaran
3)      Ansietas berhubungan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi
4)      Nyeri berhubungan dengan proses peradangan.
2.2.3. Tindakan Keperawatan (Intervensi)
1. Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran
Tujuan : Gangguan komunikasi berkurang / hilang.
Kriteria hasil :
1)        Klien akan memakkia alat bantu dengar (jika sesuai)
2)        Menerima pesan melalui metoda pilihan (misal : komunikasi tulisan, bahas lambang, bebicara dengan jelas pada telinga yang baik)
Intervensi keperawatan :
1.      Dapatkan apa metode komunikasi yang diinginkan dan catat pada rencana perawatan metode yang digunakan oleh staf dan klien, (seperti: tulisan, berbicara, bahasa isyarat).
Rasional : Dengan mengetahui metode komunikasi yang diinginkan oleh klien maka metode yang akan digunakan dapat disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan klien.
2.      Kaji kemampuan untuk menerima pesan secara verbal.
a.    Jika ia dapat mendegar pada satu telinga, berbicara dengan perlahan dan dengan jelas langsung ke telinga yang baik (hal ini lebih baik daripada berbicara dengan keras).
b.   Tempatkan klien dengan telinga yang baik berhadapan dengan pintu.
c.    Dekati klien dari sisi telinga yang baik.
1. Jika klien dapat membaca ucapan :
a)      Lihat langsung pada klien dan bicaralah lambat dan jelas.
b)      Hindari berdiri di depan cahaya karena dapat menyebabkan klien tidak dapat membaca bibi anda.
2. Perkecil distraksi yang dapat menghambat konsentrasi klien.
a)         Minimalkan percakapan  jika klien kelelahan atau gunakan komunikasi tertulis.
b)        Tegaskan komunikasi penting dengan menuliskannya.
3.    Jika ia hanya mampu bahasa isyarat, sediakan penerjemah. Alamatkan semua komunikasi pada klien, tidak kepada penerjemah. Jadi seolah-olah perawat sendiri yang langsung berbicara kepada klien dnegan mengabaikan keberadaan penerjemah.
Rasional : Pesan yang ingin disampaikan oleh perawat kepada klien dapat diterima dengan baik oleh klien.
3. Gunakan faktor-faktor yang meningkatkan pendengaran dan pemahaman.
a.    Bicara dengan jelas, menghadap individu.
b.    Ulangi jika klien tidak memahami seluruh isi pembicaraan.
c.    Gunakan rabaan dan isyarat untuk meningkatkan komunikasi.
d.   Validasi pemahaman individu dengan mengajukan pertanyaan yang memerlukan jawaban lebih dari ya dan tidak.
Rasional : Memungkinkan komunikasi dua arah anatara perawat dengan klien dapat berjalan dnegan baik dan klien dapat menerima pesan perawat secara tepat.

2. Perubahan persepsi / sensori berhubungan dengan obstruksi,infeksi di telinga atau kerusakan  di saraf pendengaran
Tujuan :   Persepsi / sensoris baik.
Kriteria hasil :
Klien akan mengalami peningkatan persepsi / sensoris pendengaran sampai pada tingkat fungsional.
Intervensi keperawatan :
1.    Ajarkan klien untuk menggunakan dan merawat alat pendengaran secara tepat.
Rasional : Keefektifan alat pendengaran tergantung pada tipe gangguan / ketulian, serta perawatannya yang tepat.
2.  Instruksikan klien untuk menggunakan teknik – teknik yang aman sehingga dapat mencegah terjadinya ketulian lebih jauh.
Rasional : Apabila penyebab pokok ketulian tidak progresif, maka pendengaran yang tersisa sensitif terhadap trauma dan infeksi, sehingga harus dilindungi.
3.  Observasi tanda – tanda awal kehilangan pendengaran yang lanjut.
Rasional : Diagnosa dini terhadap keadaan telinga atau terhadap masalah – masalah pendengaran rusak secara permanen.
4.  Instruksikan klien untukmenghabiskan seluruh antibiotik yang diresepkan (baik itu antibiotik sistemik maupun lokal).
Rasional : Penghentian terapi antibiotika sebelum waktunya dapat menyebabkan organisme sisa berkembang biak sehingga infeksi akan berlanjut.
 3. Ansietas berhubungan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi
Tujuan : Ansietas berkurang /  hilang.
Kriteria hasil :
a.    Klien mampu mengungkapkan ketakutan / kekuatirannya.
b.    Respon klien tampak tersenyum.
Intervensi keperawatan :
1.  Jujur kepada klien ketika mendiskusikan mengenai kemungkinan kemajuan dari fungsi pendengarannya untuk mempertahankan harapan klien dalam berkomunikasi.
Rasional : Menunjukan kepada klien bahwa dia dapat berkomunikasi dengan efektif tanpa menggunakan alat khusus, sehingga dapat mengurangi rasa cemasnya.
2.    Berikan informasi mengenai kelompok yang juga pernah mengalami gangguan seperti yang  dialami klien untuk memberikan dukungan kepada klien.
Rasional :Harapan – harapan yang tidak reaslistik tidak dapat mengurangi kecemasan, justru malah menimbulkan ketidak percayaan klien terhadap perawat.
3.  Berikan informasi mengenai sumber – sumber dan alat – alat yang tesedia yang dapat membantu klien.
Rasional : Memungkinkan klien untukmemilih metode komunikasi yang paling tepat untuk kehidupannyasehari – hari disesuaikan dengan tingkat ketrampilannya sehinga dapat mengurangi rasa cemas dan frustasinya.
 4. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan : Nyeri yang dirasakan klien berkurang rasa
Kriteria hasil : Klien mengungkapkan bahwa nyeri berkurang, klien mampu melakukan metode pengalihan suasana
Intervensi Keperawatan:
1.  Ajarkan klien untuk mengalihkan suasana dengan melakukan metode relaksasi saat nyeri yang teramat sangat muncul, relaksasi seperti menarik napas panjang
Rasional : Metode pengalihan suasana dengan melakukan relaksasi bisa mengurangi nyeri yang diderita klien
2.  Kompres dingin di sekitar area telinga
Rasional : Kompres dingin bertujuan mengurangi nyeri karena rasa nyeri teralihkan oleh rasa dingin di sekitar area telinga
3.  Atur posisi klien
Rasional : Posisi yang sesuai akan membuat klien merasa nyaman
4.  Untuk kolaborasi, beri aspirin/analgesik sesuai instruksi, beri sedatif sesuai indikasi
Rasional : Analgesik merupakan pereda nyeri yang efektif pada pasien untuk  mengurangi sensasi nyeri dari dalam.
2.2.4 Evaluasi
1.  Pasien dapat menghadapi situasi saat ini dengan realistis.
2.  Homeostasis dipertahankan.
3.  Cedera dapat dicegah.
4.  Komplikasi dicegah / diminimalkan.


1 komentar:

  1. maksih yaa ngebantu banget tugas kuliah :) btw daftar pustakanya ada ga ?? kunjung balik yaa di http ://fendevils.blogspot.com

    BalasHapus