Selasa, 02 Oktober 2012

meningitis TBC


BAB I
TINJAUAN TEORI

1.1  DEFINISI
Tuberculosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobakterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi, diantaranya adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum, malaise, gejala flu, demam derajad rendah, nyeri dada dan batuk darah. (Mansjoer, Arief, 473:2001)

TBC adalah penyakit akibat infeksi kuman “Mycobakterium Tuberculosis Sistem” sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak diparu yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer. (Mansjoer, Arief, 459:2001)
TBC adalah penyakit TB paru atau disebut penyakit batuk darah yang disebabkan oleh kuman TBC yaitu “Mycobakterium Tuberculosis” (Depkes,2000)

1.2  ETIOLOGI
TBC disebabkan oleh kuman TBC yaitu Mycobakterium tuberculosis yang berukuran 0,3 X 2-4 cm. Sifat kuman ini adalah aerob yaitu lebih menyenangi hidup pada jaringan yang tinggi kadar oksigen dan juga bersifat dormant didalam sel yaitu basil tidak aktif tetapi bila keluar dari sel maka basil akan berkembang biak, pada penderita akan mengalami kekambuhan. Kuman lebih tahan terhadap asam (BTA/Basal Tahan Asam) dan lebih tahan lagi terhadap gangguan kimia dan fisik, tidak dapat terlihat oleh mata telanjang, mati pada air mendidih, mudah mati bila terkena sinar matahari, tahan hidup pada kamar yang lembab, dapat berkembangbiak dalam sel (intra sel maupun diluar sel/ekstra sel).
Ada beberapa factor yang mempengaruhi dapat terjadinya infeksi TBC, Yaitu keganasan basil TBC. Jumlah basil yang cukup banyak, adanya sumber penularan, daya tahan tubuh yang menurun yang disebabkan oleh beberapa factor yaitu keturunan, usia, nutrisi yang kurang dan penyakit diabetes melitus.
1.2.1        Klasifikasi
1.2.1.1  Pembagian secara patologis :
a.       Tuberkulosis  primer ( Child hood tuberculosis ).
b.      Tuberkulosis post primer ( Adult tuberculosis ).
1.2.1.2  Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :
a.       Tuberkulosis Paru BTA positif.
b.      Tuberkulosis Paru BTA negative
1.2.1.3  Pembagian secara aktifitas radiologis :
a.       Tuberkulosis paru ( Koch pulmonal ) aktif.
b.      Tuberkulosis non aktif .
c.       Tuberkulosis quiesent ( batuk aktif yang mulai sembuh ).
1.2.1.4  Pembagian secara radiologis ( Luas lesi )
a.       Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat non kapitas pada satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
b.      Moderateli advanced tuberculosis, yaitu, adanya kapitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari satu pertiga bagian satu paru.
c.       For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas yang melebihi keadaan pada moderateli advanced tuberculosis.
1..2.1.5 Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American Thorasic Society memberikan klasifikasi baru:
a. Karegori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak tidak pernah, tes tuberculin negatif.
b. Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya infeksi, disini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.
c. Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit.
d. Kategori III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit.
1.2.1.5  Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :
a.       Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru dengan batuk TB berat.
b.      Kategori II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal dengan sputum BTA positf.
c.       Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I.
d.      Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.


1.3  PATOFISIOLOGI
Mycrobakterium Tuberkulosa

Melalui udara

Menempel ke alveolar


 

Infeksi                fibosis             risiko tinggi
                                        Infeksi sekunder      
Disebar oleh limfe

Alveoli tidak kembali saat ekspirasi

Gas tidak dapat berdifusi dengan baik


 

Pola nafas tak efektif

1.4 MANIFESTASI KLINIS                                                                                  
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
1.3.1        Gejala sistemik/umum, antara lain sebagai berikut:
a.       Demam tidak terlalu tinggi yang  berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
b.      Penurunan nafsu makan dan berat badan.
c.       Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
d.      Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
1.3.2        Gejala khusus, antara lain sebagai berikut:
a.       Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.
b.      Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
c.       Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
d.      Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
1.4  KOMPLIKASI
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
a.       Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
  1. Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
  2. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
  3. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
1.5  PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.6.1 Pemeriksaan Laboratorium
a.    Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit.
b.    Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
c.    Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.
d.   Anemia bila penyakit berjalan menahun
e.    Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
f.     LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali normal pada tahap penyembuhan.
g.    GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru.
h.    Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.
i.      Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.
1.6.2        Radiologi
a.       Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas TB dapat termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikanTB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.
b.      Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.
c.       Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC  adalah penebalan pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau pleura).
1.6.3        Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural.
1.7      PENCEGAHAN
a.       Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak anak masih kecil agar terhindar dari penyakit tersebut.
b.      Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi penularan.
c.       Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak.
d.      Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan.
e.       Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak melakukan kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan dosis tinggi dan hidup secara sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam rumah.
f.       Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah/mengeluarkan dahak di sembarangan tempat dan menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang dianjurkan dokter dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran.

1.8 PENATALAKSANAAN
1.8.1        Farmakologi
Terdapat 2 macam sifat/aktivitas obat terhadap tuberculosis , yaitu sebagai berikut:
a.       Aktivitas bakterisid
Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh (metabolismenya masih aktif). Aktivitas bakteriosid biasanya diukur dengan kecepataan obat tersebut membunuh atau melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil yang negatif (2 bulan dari permulaan pengobatan).
b.      Aktivitas sterilisasi
Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat (metabolismenya kurang aktif). Aktivitas sterilisasi diukur dari angka kekambuhan setelah pengobatan dihentikan.
Pengobatan penyakit Tuberculosis dahulu hanya dipakai satu macam obat saja. Kenyataan dengan pemakaian obat tunggal ini banyak terjadi resistensi. Untuk mencegah terjadinya resistensi ini, terapi tuberculosis dilskukan dengan memakai perpaduan obat, sedikitnya diberikan 2 macam obat yang bersifat bakterisid. Dengan memakai perpaduan obat ini, kemungkinan resistensi awal dapat diabaikan karena jarang ditemukan resistensi terhadap 2 macam obat atau lebih serta pola resistensi yang terbanyak ditemukan ialah INH
1.8.2 Adapun jenis  obat yang dipakai adalah sebagai berikut :
-Obat Primer                                                   -  Obat Sekunder
1.  Isoniazid (H)                                                1.  Ekonamid            
2.  Rifampisin (R)                                           2.  Protionamid
3.  Pirazinamid (Z)                                          3.  Sikloserin
4.  Streptomisin                                               4.  Kanamisin
5.  Etambutol (E)                                              5.  PAS (Para Amino Saliciclyc Acid)
6.  Tiasetazon





















BAB II
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 PENGKAJIAN
Data dasar pengkajian pasien (  Doengoes, Marilynn E : 2000 ) adalah sebagai berikut:
a.       Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), demam, menggigil.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul.
b.      Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
c.       Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
d.      Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
e.       Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.
f.       Keamanan
Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.
Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.
g.      Interaksi Sosial
Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.       Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
b. Gangguan keseimbangan  nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
2.3 PERENCANAAN KEPERAWATAN
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
Setelah diberikan tindakan keperawatan pertukaran gas efektif, dengan kriteria hasil: 
a.       Melaporkan tidak terjadi dispnea.
  1. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal.
  2. Bebas dari gejala distress pernapasan.
a.    Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
b.    Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku. 
c.   Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
d.   Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.
e.    Monitor GDA.
f.     Kolaborasi: Berikan oksigen sesuai indikasi.
a. Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress. b. Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan.  
c. Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas.
d. Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.
e. Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi.
f. Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.
Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial.
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan  kebutuhan nutrisi adekuat, dengan kriteria hasil: 
a.       Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi.
  1. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.
a.    Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
b.    Kaji ulang  pola diet pasien yang disukai/tidak disukai. 
c.    Monitor intake dan output secara periodik.
d.   Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
e.    Anjurkan bedrest.
f.     Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
g.    Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Kolaborasi:
h.    Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
i.      Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
a. Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat b. Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien.  
c. Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
d. Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
e. Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik.
f. Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat merangsang muntah.
g. Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
h. Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet.
i. Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien diharapkan mampu melakukan aktivitas dalam batas yang ditoleransi dengan  kriteria hasil: 
a. Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentan normal.
a.    Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat  laporan  dispnea, peningkatan kelemahan atau kelelahan.
b.    Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi. 
c.    Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatandan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
d.   Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat.
e.    Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
a. Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien memudahkan pemilihan intervensi.b. Menurunkan stress dan rangsanagn berlebihan, meningkatkan istirahat. 
c. Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolic, menghemat energy untuk penyembuhan.
d. Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau menunduk ke depan meja atau bantal.
e. Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbanagnsuplai dan kebutuhan oksigen.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
Setelah diberikan tindakan keperawatan tingkat pengetahuan pasien meningkat, dengan kriteria hasil: 
a.       Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosisdan kebutuhan pengobatan.
  1. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru.
  2. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi.
  3. Menerima perawatan kesehatan adekuat
a.    Kaji ulang  kemampuan belajar pasien misalnya: perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.b.    Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat. 
c.     Jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.
d.   Jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah.
e.    Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
f.     Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
g.    Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan.
h.     Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.
a. Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien. b. Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.  
c. Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.
d. Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.
e. Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
f. Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau.
g. Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.
h. Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar