BAB I
TINJAUAN TEORI
1.1 DEFINISI
Tuberculosis paru
adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobakterium Tuberculosis dengan gejala
yang sangat bervariasi, diantaranya adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan
atau tanpa sputum, malaise, gejala flu, demam derajad rendah, nyeri dada dan
batuk darah. (Mansjoer, Arief, 473:2001)
TBC adalah
penyakit akibat infeksi kuman “Mycobakterium Tuberculosis Sistem” sehingga
dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak diparu yang biasanya
merupakan lokasi infeksi primer. (Mansjoer, Arief, 459:2001)
TBC adalah
penyakit TB paru atau disebut penyakit batuk darah yang disebabkan oleh kuman
TBC yaitu “Mycobakterium Tuberculosis” (Depkes,2000)
1.2 ETIOLOGI
TBC disebabkan
oleh kuman TBC yaitu Mycobakterium tuberculosis yang berukuran 0,3 X 2-4 cm.
Sifat kuman ini adalah aerob yaitu lebih menyenangi hidup pada jaringan yang
tinggi kadar oksigen dan juga bersifat dormant didalam sel yaitu basil tidak
aktif tetapi bila keluar dari sel maka basil akan berkembang biak, pada penderita
akan mengalami kekambuhan. Kuman lebih tahan terhadap asam (BTA/Basal Tahan
Asam) dan lebih tahan lagi terhadap gangguan kimia dan fisik, tidak dapat
terlihat oleh mata telanjang, mati pada air mendidih, mudah mati bila terkena
sinar matahari, tahan hidup pada kamar yang lembab, dapat berkembangbiak dalam
sel (intra sel maupun diluar sel/ekstra sel).
Ada beberapa
factor yang mempengaruhi dapat terjadinya infeksi TBC, Yaitu keganasan basil
TBC. Jumlah basil yang cukup banyak, adanya sumber penularan, daya tahan tubuh
yang menurun yang disebabkan oleh beberapa factor yaitu keturunan, usia,
nutrisi yang kurang dan penyakit diabetes melitus.
1.2.1
Klasifikasi
1.2.1.1
Pembagian secara patologis :
a.
Tuberkulosis primer (
Child hood tuberculosis ).
b.
Tuberkulosis post primer (
Adult tuberculosis ).
1.2.1.2
Berdasarkan pemeriksaan dahak,
TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :
a.
Tuberkulosis Paru BTA positif.
b.
Tuberkulosis Paru BTA negative
1.2.1.3
Pembagian secara aktifitas
radiologis :
a.
Tuberkulosis paru ( Koch
pulmonal ) aktif.
b.
Tuberkulosis non aktif .
c.
Tuberkulosis quiesent ( batuk
aktif yang mulai sembuh ).
1.2.1.4
Pembagian secara radiologis (
Luas lesi )
a.
Tuberculosis minimal, yaitu
terdapatnya sebagian kecil infiltrat non kapitas pada satu paru maupun kedua
paru, tapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
b.
Moderateli advanced
tuberculosis, yaitu, adanya kapitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm,
jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila
bayangannya kasar tidak lebih dari satu pertiga bagian satu paru.
c.
For advanced tuberculosis,
yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas yang melebihi keadaan pada moderateli
advanced tuberculosis.
1..2.1.5 Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat
pada tahun 1974 American Thorasic Society memberikan klasifikasi baru:
a. Karegori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi,
riwayat kontak tidak pernah, tes tuberculin negatif.
b. Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya
infeksi, disini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.
c. Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit.
d. Kategori III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit.
1.2.1.5
Berdasarkan terapi WHO membagi
tuberculosis menjadi 4 kategori :
a. Kategori
I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru dengan
batuk TB berat.
b. Kategori
II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal dengan sputum BTA positf.
c. Kategori
III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas
dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I.
d. Kategori
IV : ditujukan terhadap TB kronik.
1.3
PATOFISIOLOGI
Mycrobakterium Tuberkulosa
Melalui udara
Menempel ke alveolar
Infeksi fibosis risiko
tinggi
Infeksi
sekunder
Disebar oleh limfe
Alveoli tidak kembali saat ekspirasi
Gas tidak dapat berdifusi dengan baik
Pola nafas tak efektif
1.4 MANIFESTASI KLINIS
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala
khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis
tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk
menegakkan diagnosa secara klinik.
1.3.1
Gejala sistemik/umum, antara
lain sebagai berikut:
a.
Demam tidak terlalu tinggi
yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat
malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang
timbul.
b.
Penurunan nafsu makan dan berat
badan.
c.
Batuk-batuk selama lebih dari 3
minggu (dapat disertai dengan darah).
d.
Perasaan tidak enak (malaise),
lemah.
1.3.2
Gejala khusus, antara lain
sebagai berikut:
a.
Tergantung dari organ tubuh
mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju
ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.
b.
Kalau ada cairan dirongga pleura
(pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
c.
Bila mengenai tulang, maka akan
terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk
saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan
nanah.
d.
Pada anak-anak dapat mengenai
otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang
selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan
kejang-kejang.
1.4
KOMPLIKASI
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi
pada penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
a.
Hemoptisis berat (perdarahan
dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok
hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
- Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
- Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
- Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
1.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.6.1 Pemeriksaan Laboratorium
a. Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap
aktif penyakit.
b. Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
c. Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area
indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal
antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara
berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara
klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi
disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.
d. Anemia bila penyakit berjalan menahun
e. Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
f. LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali
normal pada tahap penyembuhan.
g. GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan
paru.
h. Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya
sel raksasa menunjukkan nekrosis.
i.
Elektrolit : Dapat tak normal
tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi; contoh hiponatremia disebabkan
oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.
1.6.2
Radiologi
a. Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan
kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas TB
dapat termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikanTB yang lebih
berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada
sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.
b. Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan
bronchus atau kerusakan paru karena TB.
c. Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah
penebalan pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam
radio lusen dipinggir paru atau pleura).
1.6.3
Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio
udara residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder
terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit
pleural.
1.7
PENCEGAHAN
a. Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak
anak masih kecil agar terhindar dari penyakit tersebut.
b. Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera
diobati sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi
penularan.
c.
Jangan minum susu sapi
mentah dan harus dimasak.
d.
Bagi penderita untuk
tidak membuang ludah sembarangan.
e.
Pencegahan terhadap
penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak melakukan kontak udara dengan
penderita, minum obat pencegah dengan dosis tinggi dan hidup secara sehat.
Terutama rumah harus baik ventilasi udaranya dimana sinar matahari pagi masuk
ke dalam rumah.
f. Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak
meludah/mengeluarkan dahak di sembarangan tempat dan menyediakan tempat ludah
yang diberi lisol atau bahan lain yang dianjurkan dokter dan untuk mengurangi
aktivitas kerja serta menenangkan pikiran.
1.8
PENATALAKSANAAN
1.8.1
Farmakologi
Terdapat 2 macam sifat/aktivitas obat terhadap tuberculosis , yaitu
sebagai berikut:
a.
Aktivitas bakterisid
Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang
tumbuh (metabolismenya masih aktif). Aktivitas bakteriosid biasanya diukur
dengan kecepataan obat tersebut membunuh atau melenyapkan kuman sehingga pada
pembiakan akan didapatkan hasil yang negatif (2 bulan dari permulaan
pengobatan).
b.
Aktivitas sterilisasi
Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang
pertumbuhannya lambat (metabolismenya kurang aktif). Aktivitas sterilisasi
diukur dari angka kekambuhan setelah pengobatan dihentikan.
Pengobatan penyakit Tuberculosis dahulu hanya dipakai
satu macam obat saja. Kenyataan dengan pemakaian obat tunggal ini banyak
terjadi resistensi. Untuk mencegah terjadinya resistensi ini, terapi
tuberculosis dilskukan dengan memakai perpaduan obat, sedikitnya diberikan 2
macam obat yang bersifat bakterisid. Dengan memakai perpaduan obat ini,
kemungkinan resistensi awal dapat diabaikan karena jarang ditemukan resistensi
terhadap 2 macam obat atau lebih serta pola resistensi yang terbanyak ditemukan
ialah INH
1.8.2 Adapun jenis obat yang dipakai adalah
sebagai berikut :
-Obat
Primer
- Obat Sekunder
1.
Isoniazid
(H) 1. Ekonamid
2.
Rifampisin
(R)
2. Protionamid
3.
Pirazinamid
(Z) 3. Sikloserin
4.
Streptomisin
4. Kanamisin
5.
Etambutol
(E) 5. PAS (Para Amino
Saliciclyc Acid)
6. Tiasetazon
BAB II
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
2.1
PENGKAJIAN
Data dasar pengkajian pasien ( Doengoes, Marilynn E : 2000 )
adalah sebagai berikut:
a.
Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak
(nafas pendek), demam, menggigil.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak
(tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40
-410C) hilang timbul.
b.
Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat
badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
c.
Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe,
terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit
luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan
pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan
fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
d.
Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi,
gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga
timbul pleuritis.
e.
Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak
berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan,
mudah tersinggung.
f.
Keamanan
Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.
Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.
g.
Interaksi Sosial
Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular,
perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran.
2.2
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan
paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental,
edema bronchial.
b. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi
sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan,
pencegahan berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang
salah, informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, terbatasnya
pengetahuan/kognitif
2.3 PERENCANAAN
KEPERAWATAN
Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis,
kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
|
Setelah diberikan tindakan
keperawatan pertukaran gas efektif, dengan kriteria hasil:
a. Melaporkan
tidak terjadi dispnea.
|
a. Kaji
dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi,
keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
b. Evaluasi
perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna
kulit, membran mukosa, dan warna kuku.
c. Demonstrasikan/anjurkan
untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan
fibrosis atau kerusakan parenkim.
d. Anjurkan untuk
bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.
e. Monitor
GDA.
f.
Kolaborasi: Berikan oksigen sesuai indikasi.
|
a. Tuberkulosis paru dapat
rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang berasal dari
bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan
meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress. b. Akumulasi
secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan.
c. Meningkatnya resistensi
aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas.
d. Mengurangi konsumsi
oksigen pada periode respirasi.
e. Menurunnya saturasi
oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang
lebih. adekuat atau perubahan terapi.
f. Membantu mengoreksi
hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan permukaan
alveolar paru.
|
Gangguan keseimbangan nutrisi,
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya
produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial.
|
Setelah diberikan tindakan
keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi adekuat, dengan kriteria
hasil:
a. Menunjukkan
berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan
bebas tanda malnutrisi.
|
a. Catat status
nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut,
kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
b. Kaji ulang
pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.
c. Monitor
intake dan output secara periodik.
d. Catat adanya
anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi.
Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
e. Anjurkan
bedrest.
f.
Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
g. Anjurkan
makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Kolaborasi:
h. Rujuk ke
ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
i.
Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
|
a. Berguna dalam mendefinisikan
derajat masalah dan intervensi yang tepat b. Membantu intervensi kebutuhan
yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien.
c. Mengukur keefektifan
nutrisi dan cairan.
d. Dapat menentukan jenis
diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake
nutrisi.
e. Membantu menghemat energi
khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik.
f. Mengurangi rasa tidak enak
dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat merangsang muntah.
g. Memaksimalkan intake
nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
h. Memberikan bantuan dalarn
perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet.
i. Nilai rendah menunjukkan
malnutrisi dan perubahan program terapi.
|
Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
|
Setelah diberikan tindakan
keperawatan pasien diharapkan mampu melakukan aktivitas dalam batas yang
ditoleransi dengan kriteria hasil:
a. Melaporkan atau menunjukan
peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan adanya
dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentan normal.
|
a. Evaluasi
respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea,
peningkatan kelemahan atau kelelahan.
b. Berikan
lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi.
c. Jelaskan
pentingnya istirahat dalam rencana pengobatandan perlunya keseimbangan
aktivitas dan istirahat.
d. Bantu pasien
memilih posisi nyaman untuk istirahat.
e. Bantu
aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan
aktivitas selama fase penyembuhan.
|
a. Menetapkan kemampuan atau
kebutuhan pasien memudahkan pemilihan intervensi.b. Menurunkan stress dan
rangsanagn berlebihan, meningkatkan istirahat.
c. Tirah baring dipertahankan
selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolic, menghemat energy untuk
penyembuhan.
d. Pasien mungkin nyaman
dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau menunduk ke depan meja atau bantal.
e. Meminimalkan kelelahan dan
membantu keseimbanagnsuplai dan kebutuhan oksigen.
|
Kurang pengetahuan tentang
kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan tidak ada yang
menerangkan, interpretasi yang salah, informasi yang didapat tidak
lengkap/tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
|
Setelah diberikan tindakan
keperawatan tingkat pengetahuan pasien meningkat, dengan kriteria
hasil:
a. Menyatakan
pemahaman proses penyakit/prognosisdan kebutuhan pengobatan.
|
a. Kaji
ulang kemampuan belajar pasien misalnya: perhatian, kelelahan, tingkat
partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang
dipercaya.b. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk
tulisan misalnya: jadwal minum obat.
c.
Jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya
terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis
dengan obat lain.
d. Jelaskan tentang
efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit
kepala, peningkatan tekanan darah.
e. Anjurkan
pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
f. Rujuk
perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
g. Berikan
gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya:
bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan.
h. Review
tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.
|
a. Kemampuan belajar
berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung
pada kemarnpuan pasien. b. Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan
pasien.
c. Meningkatkan partisipasi
pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.
d. Mencegah keraguan terhadap
pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.
e. Kebiasaan minurn alkohol
berkaitan dengan terjadinya hepatitis
f. Efek samping etambutol:
menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau.
g. Debu silikon beresiko
keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.
h. Pengetahuan yang cukup
dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis:
formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna,
bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula
bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar