BAB I
TINJAUAN TEORI
1.1.
DEFINISI
Seperti
diketahui, meskipun data-data yang akurat belum ada di Indonesia tetapi
sinusitis merupakan masalah kesehatan yang banyak dijumpai pada praktek
sehari-hari. Di USA kurang lebih 32 juta orang setiap tahun menderita sinusitis
dan hampir sebesar USD150 juta (1989) dipakai untuk pengobatan sinusitis.
Menurut American Academy of Otolaryngology – Head & Neck Surgery 1996
istilah sinusitis diganti dengan rinosinusitis karena dianggap lebih akurat
dengan alasan :
1). Secara
embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan mukosa hidung
2).
Sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis
3). Gejala-gejala obstruksi nasi, rinore dan hiposmia dijumpai pada
rinitis ataupun
sinusitis
Rinosinusitis didefinisikan sebagai peradangan lapisan
mukosa hidung maupun sinus para nasa. Konsep yang telah diketahui
bersama yang memegang peranan penting terjadinya rinosinusitis
adalah komplek osteomeatal. Dimana inflamasi pada mukosa osteomeatal,
terganggunya aerasi-drainase sinus dan kegagalan fungsi transpor mukosiliar
merupakan penyebab rinosinusitis. Penyakit ini merupakan penyakit umum yang
dapat mengenai anak-anak ataupun dewasa, pada pria dan wanita tidak ada
perbedaan yang bermakna.
Untuk mendiagnosis
rinosinusitis akut lebih mudah oleh karena adanya tanda dan gejala yang cukup
jelas. Rinosinusitis kronik jauh lebih menantang karena sering tersamarkan oleh
penyakit yang lain, demikian juga penanganannya. Berbagai perbedaan pendapat
masih banyak terjadi mulai dari menentukan diagnosis, sarana diagnosis dan
penanganannya, oleh karena itu diperlukan standarisasi yang jelas.
1.2.
ETIOLOGI
Etiologi
pada sinusitis dibagi menjadi dua yaitu sinusitis akut dan sinusitis kronik.
Semua akan dijelaskan sebagai berikut:
Pada Sinusitis
Akut, yaitu:
1. Infeksi virus
Sinusitis
akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas (misalnya Rhinovirus, Influenza
virus, dan Parainfluenza virus).
2. Bakteri
Di dalam
tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal tidak
menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus
influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus
tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya
tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga
terjadi infeksi sinus akut.
3. Infeksi jamur
Infeksi
jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan sistem kekebalan,
contohnya jamur Aspergillus.
4. Peradangan
menahun pada saluran hidung
Pada
penderita rhinitis alergi dan juga penderita rhinitis vasomotor.
5. Septum
nasi yang bengkok
6. Tonsilitis
yg kronik
Sedangkan pada
Sinusitis Kronik, yaitu:
1. Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh.
2. Alergi
3. Karies dentis ( gigi geraham atas )
4. Septum nasi yang bengkok sehingga menggagu aliran mucosa.
5. Benda asing di hidung dan sinus paranasal
6. Tumor di hidung dan sinus paranasal.
1. Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh.
2. Alergi
3. Karies dentis ( gigi geraham atas )
4. Septum nasi yang bengkok sehingga menggagu aliran mucosa.
5. Benda asing di hidung dan sinus paranasal
6. Tumor di hidung dan sinus paranasal.
1.3.
PATOFISIOLOGI
Rinosinusitis
pada umumnya didahului dari infeksi saluran nafas atas akut yang disebabkan
virus, biasanya infeksi bakteri merupakan lanjutan infeksi virus. Infeksi
virus tidak menunjukkan gejala sinusitis, tetapi menyebabkan inflamasi pada
mukosa sinus, dan akan membaik tanpa terapi setelah 2 minggu.
Infeksi tersebut menyebabkan inflamasi mukosa termasuk mukosa komplek osteo
meatal sehingga terjadi obstruksi ostium sinus yang menyebabkan gangguan aerasi
dan drainase sinus. Keadaan ini menyebabkan perubahan tekanan O2 didalamnya,
terjadi tekanan negatif, permeabilitas kapiler meningkat, sekresi kelenjar
meningkat dan terjadi transudasi yang menyebabkan fungsi silia terganggu,
retensi sekret yang terjadi merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman.
Virus yang sering menjadi penyebab adalah
virus influenza, corona virus dan rinovirus. Seringkali infeksi virus ini
diikuti infeksi kuman terutama kuman kokus (streptokokus pneumonia,
stapilokokus aureus) dan Haemophilus Influenza. Kadang infeksi
jamur dapat menyebabkan rinosinusitis terutama pada orang-orang dengan
imunodefisiensi(Adalah sekumpulan keadaan yang
berlainan, dimana sistem kekebalan tidak berfungsi secara adekuat, sehingga
infeksi lebih sering terjadi, lebih sering berulang, luar biasa berat dan
berlangsung lebih lama dari biasanya.)
Faktor
predisposisi/pencetus lokal yang harus dicermati adalah :
1). adanya
septum deviasi (sekat hidung yang bengkok)
2). konka bulosa
3). massa (tumor)
4). adanya gangguan fungsi silia
5). pemasangan tampon yang lama.
6). infeksi gigi geraham atas
Infeksi Kuman iritasi eksudat
purulent pilek,bau
Kuman menyebar
melalui sal pernafasan tekanan pada sinus nutrisi
kurang
meningkat dr.
kebutuhan
Infeksi sal pernafasan Nyeri akut
Edema sal pernafasan pola nafas tidak efektif
Batuk/sesak
Gb. Bagan Patofisiologis Sinusitis
1.4.
MANIFESTASI KLINIS
1.4.1. Sinusitis maksila akut
Gejala :
Demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat, nyeri pada pipi
terutama sore hari, ingus mengalir ke nasofaring, kental kadang-kadang berbau
dan bercampur darah.
1.4.2. Sinusitis etmoid akut
Gejala :
ingus kental di hidung dan nasafaring, nyeri di antara dua mata, dan pusing.
1.4.3. Sinusitis frontal akut
Gejala :
demam,sakit kepala yang hebat pada siang hari,tetapi berkurang setelah sore
hari, ingus kental dan penciuman berkurang.
1.4.4.
Sinusitis sphenoid akut
Gejala : nyeri di bola mata, sakit
kepala, ingus di nasofaring
1.4.5. Sinusitis Kronis
Gejala : pilek yang sering kambuh, ingus kental dan
kadang-kadang berbau,selalu terdapat ingus di tenggorok, terdapat gejala di
organ lain misalnya rematik, nefritis, bronchitis, bronkiektasis, batuk kering,
dan sering demam.
1.5.
KOMPLIKASI
Meskipun komplikasi rinosinusitis sudah
jarang dijumpai pada era antibiotik sekarang ini, komplikasi serius masih dapat
terjadi. Yang harus diingat komplikasi rinosinusitis akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas bila tidak mendapatkan penanganan yang baik dan
adekuat. Letak sinus paranasal yang berdekatan dengan mata dan kranial
sangat berperan pada infeksi rinosinusitis akut ataupun kronik.
Beberapa faktor
yang diduga sebagai penyebab terjadinya komplikasi antara lain karena :
1). terapi yang tidak adekuat.
2). daya tahan tubuh yang rendah
3). virulensi kuman
4). penanganan tindakan operatif (yang
seharusnya) terlambat dilakukan.
Bukan hanya itu saja,sinusitis juga
dapat menyebabkan komplikasi lain yang diantaranya adalah ;
1.
Komplikasi ke
mata
Secara
anatomi perbatasan daerah mata dan sinus sangat tipis : batas medial sinus
etmoid dan sfenoid, batas superior sinus frontal dan batas inferior sinus
maksila. Rinosinusitis merupakan salah satu penyebab utama infeksi orbita.
Pada era pre antibiotik hampir 50 % terjadi komplikasi ke mata, 17 %
berlanjut ke meningen dan 20 % terjadi kebutaan.
Komplikasi ke
orbita dapat terjadi pada segala usia, tetapi pada anak-nak lebih sering.
Intervensi tindakan operatif lebih banyak dilakukan pada anak-anak yang lebih
besar dan dewasa. Etmoiditis sering menimbulkan komplikasi ke orbita, diikuti
sinusitis frontal dan maksila.
Komplikasi dapat
melalui 2 jalur :
1.
Direk/langsung : melalui dehisensi konginetal ataupun adanya
erosi pada tulang barier terutama lamina papirasea.
2. Retrograde
tromboplebitis :melalui anyaman pembuluh darah yang berhubungan langsung antara
wajah, rongga hidung, sinus dan orbita.
Klasifikasi
ada 5 kategori (Chandler at al) :
1. Selilitis
periorbita : gejala yang tampak adanya odem dan hiperemis daerah
periorbita.
2. Selulitis orbita : tampak adanya
proptosis, kemosis, penurunan gerak ekstra okuler.
3. Abses
subperiosteal : tertimbunnya pus diantara periorbita dan dinding tulang orbita.
Gejala proptosis lebih jelas dan penurunan gerak.
4. Abses orbita
: pus tertimbun di dalam orbita, gejalnya optalmoplegi, proptosis dan kebutaan.
5. Trombosis sinus kavernosus : sama
dengan gejala nomor 4 disertai tanda-tanda meningitis.
2.
Komplikasi
intrakranial
Penyebab
tersering komplikasi intrakranial adalah sinusitis frontal, diikuti sinusitis
etmoid, sfenoid dan maksila.Komplikasi intrakranial dapat terjadi pada infeksi
sinus yang akut, ekaserbasi akut ataupun kronik. Komplikasi ini lebih sering
pada laki-laki dewasa diduga ada faktor predileksi yang berhubungan dengan
pertumbuhan tulang frontal dan meluasnya sistem anyaman pembuluh darah yang
terbentu.
Beberapa
jalur untuk terjadinya infeksi ini antara lain :
1.
direk melalui jalan alami
2.
melalui anyaman pembuluh darah.
Beberapa
tahap komplikasi intrakranial yang dikenal :
1.
Osteomielitis
penyebaran infeksi melalui anyaman pembuluh darah ke tulang kranium
menyebabkan osteitis yang akan mengakibatkan erosi pada bagian anterior tulang
frontal. Gejala tampak odem yang terbatas pada dahi di bawah kulit dan
penimbunan pus di superiosteum.
2.
Epidural abses
Epidural abses terdapat timbunan pus diantara duramater dan ruang
kranium yang sering tampak pada tulang frontal dimana duramater melekat longgar
pada tulang dahi. Gejala sangat ringan, tanpa ada gangguan neurologi, ada nyeri
kepala yang makin lama dirasakan makin berat dan sedikit demam.
3.
Subdural empiema,
terjadi karena retrograde tromboplebitis ataupun penyebaran langsung
dari abses epidural. Gejala nyeri kepala hebat, ada tanda-tanda iskemik/infark
kortek seperti hemiparesis, hemiplegi, paralisis n.Facialis, kejang,
peningkatan tekanan intrakranial, demam tinggi, lekositosis dan akhirnya
kesadaran menurun.
4.
Abses otak.
Lokasi di daerah frontal paling sering disebabkan sinusitis frontal
dengan penyebaran retrograde, septik emboli dari anyaman pembuluh darah. Bila
abses timbul perlahan, gejala neurologi tak jelas tampak, bila odem terjadi di
sekitar otak, tekanan intrakranial akan meningkat, gejala-gejala neurologi
jelas tampak, ancaman kematian segera terjadi bila abses ruptur.
5.
Meningitis.
Sinusitis frontal jarang menyebabkan meningitis tetapi seringkali karena
infeksi sekunder dari sinus etmoid dan sfenoid. Gejala-gejala tampak jelas :
adanya demam, sakit kepala, kejang, diikuti kesadaran menurun sampai koma.
1.6.
PENATALAKSANAAN
1.6.1. Penatalaksanaan
Medis
Penatalaksanaa medis menjadi empat,yaitu:
1. Drainage
Drainage
dilakukan dengan pemberian obat, yaitu Dekongestan local : efedrin 1%(dewasa) ½%(anak);Dekongestan oral sedo
efedrin 3 X 60 mg dan dengan surgikal. Surgikal dilakukan dengan irigasi sinus maksilaris.
2. Pemberian antibiotik dalam 5-7 hari (untuk
Sinusitis akut) yaitu :
2.1. Ampisilin
4 X 500 mg
2.2. Amoksilin 3 x 500 mg
2.3.
Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet
2.4. Diksisiklin 100 mg/hari.
3. Pemberian obat simtomatik
Contoh obat simtomatik adalah parasetamol., metampiron 3 x 500 mg.
4. Untuk
Sinusitis kromis
Pengobatan sinusitis
akut dapat dilakukan dengan cabut geraham atas bila penyebab dentogen,Irigasi 1
x setiap minggu ( 10-20) dan operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa
ireversibel (biopsi).
1.6.2. Penatalaksanaan Pembedahan
Pencucian sinus paranasal :
1
Pada sinus maksila
Dilakukan
fungsi sinus maksila, dan dicuci 2 kali seminggu dengan larutan garam
fisiologis. Caranya ialah, dengan sebelumnya memasukkan kapas yang telah
diteteskan xilokain dan adrenalin ke daerah meatus inferior. Setelah 5 menit,
kapas dikeluarkan, lalu dengan trokar ditusuk di bawah konka inferior, ujung
trokar diarahkan ke batas luar mata. Setelah tulang dinding sinus maksila
bagian medial tembus, maka jarum trokar dicabut, sehingga tinggal pipa
selubungnya berada di dalam sinus maksila. Pipa itu dihubungkan dengan semprit
yang berisi larutan garam fisiologis, atau dengan balon yang khusus untuk
pencucian sinus itu.
Pasien yang telah ditataki plastik di dadanya, diminta untuk membuka mulut. Air cucian sinus akan keluar dari mulut, dan ditampung di tempat bengkok.
Pasien yang telah ditataki plastik di dadanya, diminta untuk membuka mulut. Air cucian sinus akan keluar dari mulut, dan ditampung di tempat bengkok.
Tindakan ini
diulang 3 hari kemudian. Karena sudah ada lubang fungsi, maka untuk memasukkan
pipa dipakai trokar yang tumpul. Tapi tindakan seperti ini dapat menimbulkan
kemungkinan trokar menembus melewati sinus ke jaringan lunak pipi,dasar mata
tertusuk karena arah penusukan salah, emboli udara karena setelah menyemprot
dengan air disemprotkan udara dengan maksud mengeluarkan seluruh cairn yang
telah dimasukkan serta perdarahan karena konka inferior tertusuk. Lubang fungsi
ini dapat diperbesar, dengan memotong dinding lateral hidung, atau dengan
memakai alat, yaitu busi. Tindakan ini disebut antrostomi, dan dilakukan di
kamar bedah, dengan pasien yang diberi anastesi.
2
Pada sinus frontal, etmoid dan sfenoid
Pencucian
sinus dilakukan dengan pencucian Proetz. Caranya ialah dengan pasien ditidurkan
dengan kepala lebih rendah dari badan. Kedalam hidung diteteskan HCL efedrin
0,5-1,5 %. Pasien harus menyebut “kek-kek” supaya HCL efedrin yang diteteskan
tidak masuk ke dalam mulut, tetapi ke dalam rongga yang terletak dibawah (
yaitu sinus paranasal, oleh karena kepala diletakkan ebih rendah dari badan).
Ke dalam lubang hidung dimasukkan pipa gelas yang dihubungkan dengan alat
pengisap untuk menampung ingus yang terisap dari sinus. Pada pipa gelas itu
dibuat lubang yang dapat ditutup dan dibuka dengan ujung jari jempol. Pada
waktu lubang ditutup maka akan terisap ingus dari sinus. Pada waktu meneteskan
HCL ini, lubang di pipa tidak ditutup. Tindakan pencucian menurut cara ini
dilakukan 2 kali seminggu.
Pembedahan,
dilakukan :
1. Bila
setelah dilakukan pencucian sinus 6 kali ingus masih tetap kental.
2. Bila foto rontgen sudah tampak penebalan dinding sinus paranasal.
Persiapan sebelum pembedahan perlu dibuat foto ( pemeriksaan) dengan CT scan.
2. Bila foto rontgen sudah tampak penebalan dinding sinus paranasal.
Persiapan sebelum pembedahan perlu dibuat foto ( pemeriksaan) dengan CT scan.
Macam pembedahan sinus paranasal
1.
Sinus maksila
1.1.
Antrostomi
Antrostomi
yaitu membuat saluran antara rongga hidung dengan sinus maksila di bagian
lateral konka inferior. Gunanya ialah untuk mengalirkan nanah dan ingus yang
terkumpul di sinus maksila.
1.2. Operasi
Caldwell-Luc
Operasi ini
ialah membuka sinus maksila, dengan menembus tulang pipi. Supaya tidak terdapat
cacat di muka, maka insisis dilakukan di bawah bibir, di bagian superior ( atas
) akar gigi geraham 1 dan 2. Kemudian jaringan diatas tulang pipi diangkat
kearah superior, sehingga tampak tulang sedikit di atas cuping hidung, yang
disebut fosa kanina. Dengan pahat atau bor tulang itu dibuka, dengan demikian
rongga sinus maksila kelihatan. Dengan cunam pemotong tulang lubang itu
diperbesar. Isi sinus maksila dibersihkan. Seringkali akan terdapat jaringan
granulasi atau polip di dalam sinus maksila. Setelah sinus bersih dan dicuci
dengan larutan bethadine, maka dibuat anthrostom. Bila terdapat banyak
perdarahan dari sinus maksila, maka dimasukkan tampon panjang serta pipa dari
plastik, yang ujungnya disalurkan melalui antrostomi ke luar rongga hidung.
Kemudian luka insisi dijahit.
2. Sinus
etmoid
Pembedahan
untuk membersihkan sinus etmoid, dapat dilakukan dari dalam hidung (intranasal)
atau dengan membuat insisi di batas hidung dengan pipi (ekstranasal).Tindakan
dilakukan dengan pasien dibius umum ( anastesia). Dapat juga dengan bius lokal
(analgesia). Setelah konka media di dorong ke tengah, maka dengan cunam sel
etmoid yang terbesar ( bula etmoid ) dibuka. Polip yang ditemukan dikeluarkan
sampai bersih. Sekarang tindakan ini dilakukan dengan menggunakan endoskop, sehingga
apa yang akan dikerjakan dapat dilihat dengan baik.
3. Sinus frontal
Pembedahan
untuk membuka sinus frontal disebut operasi Killian. Insisi dibuat seperti pada
insisi etmoidektomi ekstranasal, tetapi kemudian diteruskan ke atas alis.Tulang
frontal dibuka dengan pahat atau bor, kemudian dibersihkan. Salurannya ke
hidung diperikasa, dan bila tersumbat, dibersihkan. Setelah rongga sinus frontal
bersih, luka insisi dijahit, dan diberi perban-tekan. Perban dibuka setelah
seminggu.
Seringkali pembedahan untuk membuka sinus frontal dilakukan bersama dengan sinus etmoid, yang disebut fronto-etmoidektomi.
Seringkali pembedahan untuk membuka sinus frontal dilakukan bersama dengan sinus etmoid, yang disebut fronto-etmoidektomi.
4. Sinus sfenoid
Pembedahan
untuk sinus sfenoid yang aman sekarang ini ialah dengan memakai endoskop.
Biasanya bersama dengan pembersihan sinus etmoid dan muara sinus maksila serta
muara sinus frontal, yang disebut Bedah Endoskopi Sinus Fungsional.Bedah
endoskopi sinus fungsional ( FESS=functional endoscopic sinus surgery)
Cara pemeriksaan ini ialah dengan mempergunakan endoskop, tanpa melakukan insisis di kulit muka.Endoskop dimasukkan ke dalam rongga hidung. Karena endoskop ini dihubungkan dengan monitor (seperti televisi), maka dokter juga melakukan pembedahan tidak perlu melihat kedalam endoskop, tetapi cukup dengan melihat monitor.Dengan bantuan endoskop dapat dibersihkan daerah muara sinus, seperti daerah meatus medius untuk sinus maksila, sinus etmoid anterior dan sinus frontal.
Cara pemeriksaan ini ialah dengan mempergunakan endoskop, tanpa melakukan insisis di kulit muka.Endoskop dimasukkan ke dalam rongga hidung. Karena endoskop ini dihubungkan dengan monitor (seperti televisi), maka dokter juga melakukan pembedahan tidak perlu melihat kedalam endoskop, tetapi cukup dengan melihat monitor.Dengan bantuan endoskop dapat dibersihkan daerah muara sinus, seperti daerah meatus medius untuk sinus maksila, sinus etmoid anterior dan sinus frontal.
1.7.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.7.1.
Rinoskopi anterior
Tampak
mukosa konka hiperemis, kavum nasi sempit, dan edema.Pada sinusitis maksila,
sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah di
meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid
nanah tampak keluar dari meatus superior.
1. Rinoskopi posterior : Tampak mukopus
di nasofaring (post nasal drip).
2.
Dentogen : Caries gigi (PM1,PM2,M1)
3.
Transiluminasi (diaphanoscopia)
Sinus
yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna
bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibanding
sisi yang normal.
1.7.2. X Foto sinus paranasalis:
Pemeriksaan
radiologik yang dibuat ialah Posisi Water’s, Posteroanterior dan Lateral. Akan
tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara (air fluid
level) pada sinus yang sakit.Posisi Water’s adalah untuk memproyeksikan tulang
petrosus supaya terletak di bawah antrum maksila, yakni dengan cara
menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh permukaan
meja. Posisi ini terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila,
frontal dan etmoid. Posisi Posteroanterior untuk menilai sinus frontal dan
Posisi Lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid
1.7.3. Pemeriksaan CT –Scan
Pemeriksaan
CT-Scan merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah
pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan tampak :
penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau tidak homogen
pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus dengan sklerotik
(pada kasus-kasus kronik).Hal-hal yang mungkin ditemukan pada pemeriksaan
CT-Scan :
1. Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar),
licin, homogen, pada pemeriksaan CT-Scan tidak mengalami ehans. Kadang sukar
membedakannya dengan polip yang terinfeksi, bila kista ini makin lama makin
besar dapat menyebabkan gambaran air-fluid level.
2. Polip yang mengisi ruang sinus
3. Polip antrokoanal
4. Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus
5. Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang
berangsur-angsur oleh massa jaringan lunak mukokel yang membesar dan gambaran
pada CT Scan sebagai perluasan yang berdensitas rendah dan kadang-kadang
pengapuran perifer.
1.7.4. Pemeriksaan di setiap sinus
1.7.4.1.Sinusitis maksila akut
Pemeriksaan
rongga hidung akan tampak ingus kental yang kadang-kadang dapat terlihat
berasal dari meatus medius mukosa hidung. Mukosa hidung tampak membengkak
(edema) dan merah (hiperemis). Pada pemeriksaan tenggorok, terdapat ingus
kental di nasofaring.Pada pemeriksaan di kamar gelap, dengan memasukkan lampu
kedalam mulut dan ditekankan ke langit-langit, akan tampak pada sinus maksila
yang normal gambar bulan sabit di bawah mata. Pada kelainan sinus maksila
gambar bulan sabit itu kurang terang atau tidak tampak. Untuk diagnosis
diperlukan foto rontgen. Akan terlihat perselubungan di sinus maksila, dapat
sebelah (unilateral), dapat juga kedua belah (bilateral ).
1.7.4.2. Sinusitis etmoid akut
Pemeriksaan
rongga hidung, terdapat ingus kental, mukosa hidung edema dan hiperemis. Foto
roentgen, akan terdapat perselubungan di sinus etmoid.
1.7.4.3. Sinusitis frontal akut.
Pemeriksaan
rongga hidung, ingus di meatus medius. Pada pemeriksaan di kamar gelap, dengan
meletakkan lampu di sudut mata bagian dalam, akan tampak bentuk sinus frontal
di dahi yang terang pada orang normal, dan kurang terang atau gelap pada
sinusitis akut atau kronis. Pemeriksaan radiologik, tampak pada foto roentgen
daerah sinus frontal berselubung.
1.7.4.4. Sinusitis sfenoid akut
Pemeriksaan
rongga hidung, tampak ingus atau krusta serta foto rontgen.
BAB II
TINJAUAN ASUHAN
KEPERAWATAN
2.1.
PENGKAJIAN
2.1.1.Biodata
Nama : Nn. Amira
Nama : Nn. Amira
Umur : 17
tahun
Alamat : -
2.1.2. Keluhan Utama
Pasien
mengeluh pilek sudah beberapa minggu tidak sembuh, lendir seringkali keluar
terutama jika dipakai menunduk. Pasien juga mengeluh sulit bernafas karena
hidung terasa buntu,rasa nyeri ringan pada daerah pipi dan bagian rahang.
2.1.3. Riwayat penyakit dulu.
Riwayat penyakit dahulu yang
tertulis dalam lyst pasien adalah influenza dan infeksi pada gigi geraham atas.
2.1.4. Riwayat penyakit sekarang.
Pasien
mengeluh pilek sudah beberapa minggu tidak sembuh, lendir seringkali keluar
terutama jika dipakai menunduk. Pasien juga mengeluh sulit bernafas karena
hidung terasa buntu,rasa nyeri ringan pada daerah pipi dan bagian rahang.
2.1.5.
Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik didapat
nafas 26 x/menit, nadi 80 x/menit, tekanan darah 110/70 mmHg, suhu 38,2 0
C. Hasil pemeriksaan fisik juga didapat pembengkakan pada mukosa hidung.
2.1.6. Pemeriksaan penunjang
Pasien diberi terapi oleh dokter
antara lain oxymetazoline spray, ibuprofen,codein dan amoxcillin.
2.2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efetif
berhubungan dengan obstruksi / adanya secret yang mengental.
2.
Nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
nafsu makan manurun sekunder akibat peradangan dengan sinus.
2.3.
RENCANA TINDAKAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
obstruksi / adanya secret yang mengental.
Tujuan : bersihan
jalan nafas menjadi efektif setelah secret dikeluarkan.
Kriteria
hasil :1. Respiratory Rate 16-20x/menit
Intervensi :
1. Kaji
penumpukan secret yang ada
R/ : Mengetahui tingkat keparahan
dan tindakan selanjutnya.
2. Observasi tanda-tanda vital.
R/ :
Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi
3. Koaborasi
nebulizing dengan tim medis untuk pembersihan secret.
R/ : Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan
secret.
2. Nyeri
berhubungan dengan peradangan pada hidung.
Tujuan :
Nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi oleh klien
Kriteria hasil :1. Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan
berkurang atau dapat diadaptasi
2. Klien tidak merasa kesakitan.
3. Dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau
menurunkan nyeri, klien tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau teradaptasi.
Intervensi :
1. Kaji
terhadap nyeri dengan skala 0-4.
R/ : Nyeri merupakan respon subjektif yang bisa dikaji menggunakan skala
nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya di atas tingkat cidera.
2. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan
berikan posisi yang nyaman.
R/ : Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan
kenyamanan
3. Mengajarkan tehnik relaksasi dan metode distraksi.
R/ : Akan melancarkan peredaran darah, dan dapat mengalihkan perhatian
nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan
4. Kolaborasi analgesic.
R/ : Analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga
nyeri berkurang.
5. Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang
objektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang
tepat.
R/ : Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data
yang objektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi
yang tepat.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
nafsu makan manurun sekunder akibat peradangan dengan sinus.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan adekuat
Kriteria hasil : 1. Antropometri: berat badan tidak turun
(stabil), tinggi badan, lingkar lengan.
2. Biokimia: albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl
Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl, perempuan 12-16 g/dl)
Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl, perempuan 12-16 g/dl)
3. Clinis: tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut
tidak jarang dan merah
4. Diet: klien menghabiskan porsi makannya dan nafsu makan
bertambah.
Intervensi :
1. Kaji pemenuhan kebutuhan
nutrisi klien
R/ :
Mengetahui kekurangan nutrisi klien.
2. Jelaskan pentingnya makanan
bagi proses penyembuhan.
R/: Dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi akan
memotivasi untuk meningkatkan pemenuhan nutrisi.
3. Mencatat intake dan output
makanan klien.
R/ :
Mengetahui perkembangan pemenuhan nutrisi klien.
4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk membantu memilih makanan yang dapat
memenuhi kebutuhan gizi selama sakit
R/ : Ahli gizi adalah spesialisasi dalam ilmu gizi yang
membantu klien memilih makanan sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi,
berat badannya.
5. Manganjurkn makan sedikit-
sedikit tapi sering
R/ : Dengan sedikit tapi sering mengurangi penekanan yang
berlebihan pada lambung.
6. Menyarankan kebiasaan untuk
oral hygine sebelum dan sesudah makan
R/ :
Meningkatkan selera makan klien.
DAFTAR
PUSTAKA
Somantri irman.Asuhan
Keperawatan Klien Gangguan Sistem Pernapasan.2009.Jakarta:Salemba medika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar