Selasa, 02 Oktober 2012

SINUSITIS


BAB I
TINJAUAN TEORI

1.1. DEFINISI
Seperti diketahui, meskipun data-data yang akurat belum ada di Indonesia tetapi sinusitis merupakan masalah kesehatan yang banyak dijumpai pada praktek sehari-hari. Di USA kurang lebih 32 juta orang setiap tahun menderita sinusitis dan hampir sebesar USD150 juta  (1989) dipakai untuk pengobatan sinusitis.
     Menurut American Academy of Otolaryngology – Head & Neck Surgery 1996 istilah sinusitis diganti dengan rinosinusitis karena dianggap lebih akurat dengan alasan :
1). Secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan mukosa hidung
2). Sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis
3). Gejala-gejala obstruksi nasi, rinore dan hiposmia dijumpai pada rinitis   ataupun sinusitis
Rinosinusitis didefinisikan sebagai peradangan lapisan mukosa hidung maupun sinus para nasa. Konsep yang telah diketahui bersama yang memegang peranan penting  terjadinya rinosinusitis adalah komplek osteomeatal. Dimana inflamasi pada mukosa osteomeatal, terganggunya aerasi-drainase sinus dan kegagalan fungsi transpor mukosiliar merupakan penyebab rinosinusitis. Penyakit ini merupakan penyakit umum yang dapat mengenai anak-anak ataupun dewasa, pada pria dan wanita tidak ada perbedaan yang bermakna.
     Untuk mendiagnosis rinosinusitis akut lebih mudah oleh karena adanya tanda dan gejala yang cukup jelas. Rinosinusitis kronik jauh lebih menantang karena sering tersamarkan oleh penyakit yang lain, demikian juga penanganannya. Berbagai perbedaan pendapat masih banyak terjadi mulai dari menentukan diagnosis, sarana diagnosis dan penanganannya, oleh karena itu diperlukan standarisasi yang jelas.


1.2. ETIOLOGI
     Etiologi pada sinusitis dibagi menjadi dua yaitu sinusitis akut dan sinusitis kronik. Semua akan dijelaskan sebagai berikut:
Pada Sinusitis Akut, yaitu:
1.  Infeksi virus
Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran pernafasan    bagian atas (misalnya Rhinovirus, Influenza virus, dan Parainfluenza virus).
2. Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.
3.  Infeksi jamur
Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan sistem kekebalan, contohnya jamur Aspergillus.
4. Peradangan menahun pada saluran hidung
Pada penderita rhinitis alergi dan juga penderita rhinitis vasomotor.
5. Septum nasi yang bengkok
6. Tonsilitis yg kronik
Sedangkan pada Sinusitis Kronik, yaitu:
1. Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh.
2. Alergi
3. Karies dentis ( gigi geraham atas )
4. Septum nasi yang bengkok sehingga menggagu aliran mucosa.
5. Benda asing di hidung dan sinus paranasal
6. Tumor di hidung dan sinus paranasal.
1.3. PATOFISIOLOGI
Rinosinusitis pada umumnya didahului dari infeksi saluran nafas atas akut yang disebabkan virus, biasanya infeksi bakteri merupakan lanjutan infeksi virus.  Infeksi virus tidak menunjukkan gejala sinusitis, tetapi menyebabkan inflamasi pada mukosa sinus, dan akan membaik tanpa terapi setelah 2 minggu.      Infeksi tersebut menyebabkan inflamasi mukosa termasuk mukosa komplek osteo meatal sehingga terjadi obstruksi ostium sinus yang menyebabkan gangguan aerasi dan drainase sinus. Keadaan ini menyebabkan perubahan tekanan O2 didalamnya, terjadi tekanan negatif, permeabilitas kapiler meningkat, sekresi kelenjar meningkat dan terjadi transudasi yang menyebabkan fungsi silia terganggu, retensi sekret yang terjadi merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman.
       Virus yang sering menjadi penyebab adalah virus influenza, corona virus dan rinovirus. Seringkali infeksi virus ini diikuti infeksi kuman terutama kuman kokus (streptokokus pneumonia, stapilokokus aureus) dan Haemophilus Influenza.  Kadang  infeksi jamur dapat menyebabkan rinosinusitis terutama pada orang-orang dengan imunodefisiensi(Adalah sekumpulan keadaan yang berlainan, dimana sistem kekebalan tidak berfungsi secara adekuat, sehingga infeksi lebih sering terjadi, lebih sering berulang, luar biasa berat dan berlangsung lebih lama dari biasanya.)
  Faktor predisposisi/pencetus lokal yang harus dicermati adalah :
1). adanya septum deviasi (sekat hidung yang bengkok)
2). konka bulosa
3). massa (tumor) 
4). adanya gangguan fungsi silia
5). pemasangan tampon yang lama.
6). infeksi gigi geraham atas
Infeksi Kuman        iritasi        eksudat purulent       pilek,bau

Kuman menyebar
melalui sal pernafasan               tekanan pada sinus     nutrisi kurang
                                                   meningkat                   dr. kebutuhan
                                                                                      
Infeksi sal pernafasan                   Nyeri akut

Edema sal pernafasan          pola nafas tidak efektif
               Batuk/sesak

Gb. Bagan Patofisiologis Sinusitis

1.4. MANIFESTASI KLINIS
 1.4.1. Sinusitis maksila akut
Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat, nyeri pada pipi terutama sore hari, ingus mengalir ke nasofaring, kental kadang-kadang berbau dan bercampur darah.
  1.4.2. Sinusitis etmoid akut
Gejala : ingus kental di hidung dan nasafaring, nyeri di antara dua mata, dan pusing.
1.4.3. Sinusitis frontal akut
Gejala : demam,sakit kepala yang hebat pada siang hari,tetapi berkurang setelah sore hari, ingus kental dan penciuman berkurang.

1.4.4. Sinusitis sphenoid akut
Gejala : nyeri di bola mata, sakit kepala, ingus di nasofaring
1.4.5. Sinusitis Kronis
Gejala : pilek yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang berbau,selalu terdapat ingus di tenggorok, terdapat gejala di organ lain misalnya rematik, nefritis, bronchitis, bronkiektasis, batuk kering, dan sering demam.
1.5. KOMPLIKASI
Meskipun komplikasi rinosinusitis sudah jarang dijumpai pada era antibiotik sekarang ini, komplikasi serius masih dapat terjadi.  Yang harus diingat komplikasi rinosinusitis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila tidak mendapatkan penanganan yang baik dan adekuat.  Letak sinus paranasal yang berdekatan dengan mata dan kranial sangat berperan pada infeksi rinosinusitis akut ataupun kronik.
     Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab terjadinya komplikasi antara lain karena :
1). terapi yang tidak adekuat.
 2). daya tahan tubuh yang rendah 
3). virulensi kuman
4). penanganan tindakan operatif (yang seharusnya) terlambat dilakukan.
Bukan hanya itu saja,sinusitis juga dapat menyebabkan komplikasi lain yang diantaranya adalah ;
1.      Komplikasi ke mata
Secara anatomi perbatasan daerah mata dan sinus sangat tipis : batas medial sinus etmoid dan sfenoid, batas superior sinus frontal dan batas inferior sinus maksila.  Rinosinusitis merupakan salah satu penyebab utama infeksi orbita. Pada era pre antibiotik hampir 50 % terjadi komplikasi ke mata, 17 %  berlanjut ke meningen dan 20 % terjadi kebutaan.
Komplikasi ke orbita dapat terjadi pada segala usia, tetapi pada anak-nak lebih sering.  Intervensi tindakan operatif lebih banyak dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa. Etmoiditis sering menimbulkan komplikasi ke orbita, diikuti sinusitis frontal dan maksila.
Komplikasi dapat melalui 2 jalur :
1. Direk/langsung   : melalui dehisensi konginetal ataupun adanya erosi    pada tulang barier terutama lamina papirasea.
2. Retrograde tromboplebitis :melalui anyaman pembuluh darah yang berhubungan langsung antara wajah, rongga hidung, sinus dan orbita.
Klasifikasi  ada 5 kategori (Chandler at al) :
1. Selilitis periorbita : gejala yang tampak adanya odem dan hiperemis daerah   periorbita.
    2. Selulitis orbita : tampak adanya proptosis, kemosis, penurunan gerak ekstra okuler.
3. Abses subperiosteal : tertimbunnya pus diantara periorbita dan dinding tulang orbita. Gejala proptosis lebih jelas dan penurunan gerak.
4. Abses orbita : pus tertimbun di dalam orbita, gejalnya optalmoplegi, proptosis dan kebutaan.
5. Trombosis sinus kavernosus : sama dengan gejala nomor 4 disertai tanda-tanda meningitis.

2.      Komplikasi intrakranial
Penyebab tersering komplikasi intrakranial adalah sinusitis frontal, diikuti sinusitis etmoid, sfenoid dan maksila.Komplikasi intrakranial dapat terjadi pada infeksi sinus yang akut, ekaserbasi akut ataupun kronik. Komplikasi ini lebih sering pada laki-laki dewasa diduga ada faktor predileksi yang berhubungan dengan pertumbuhan tulang frontal dan meluasnya sistem anyaman pembuluh darah yang terbentu.
Beberapa jalur untuk terjadinya infeksi ini antara lain :
1.      direk melalui jalan alami
2.      melalui anyaman pembuluh darah.

Beberapa tahap komplikasi intrakranial yang dikenal :
1.      Osteomielitis
  penyebaran infeksi melalui anyaman pembuluh darah ke tulang kranium menyebabkan osteitis yang akan mengakibatkan erosi pada bagian anterior tulang frontal. Gejala tampak odem yang terbatas pada dahi di bawah kulit dan penimbunan pus di superiosteum.
2.      Epidural abses
  Epidural abses terdapat timbunan pus diantara duramater dan ruang kranium yang sering tampak pada tulang frontal dimana duramater melekat longgar pada tulang dahi. Gejala sangat ringan, tanpa ada gangguan neurologi, ada nyeri kepala yang makin lama dirasakan makin berat dan sedikit demam.
3.      Subdural empiema,
   terjadi karena retrograde tromboplebitis ataupun penyebaran langsung dari abses epidural. Gejala nyeri kepala hebat, ada tanda-tanda iskemik/infark kortek seperti hemiparesis, hemiplegi,  paralisis n.Facialis, kejang, peningkatan tekanan intrakranial, demam tinggi, lekositosis dan akhirnya kesadaran menurun.
4.      Abses otak.
  Lokasi di daerah frontal paling sering disebabkan sinusitis frontal dengan penyebaran retrograde, septik emboli dari anyaman pembuluh darah. Bila abses timbul perlahan, gejala neurologi tak jelas tampak, bila odem terjadi di sekitar otak, tekanan intrakranial akan meningkat, gejala-gejala neurologi jelas tampak, ancaman kematian segera terjadi bila abses ruptur.
5.      Meningitis.
  Sinusitis frontal jarang menyebabkan meningitis tetapi seringkali karena infeksi sekunder dari sinus etmoid dan sfenoid. Gejala-gejala tampak jelas : adanya demam, sakit kepala, kejang, diikuti kesadaran menurun sampai koma.

1.6. PENATALAKSANAAN
 1.6.1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaa medis menjadi empat,yaitu:
1.  Drainage
Drainage dilakukan dengan pemberian obat, yaitu Dekongestan local : efedrin    1%(dewasa) ½%(anak);Dekongestan oral sedo efedrin 3 X 60 mg dan dengan surgikal. Surgikal dilakukan  dengan irigasi sinus maksilaris.
2. Pemberian antibiotik dalam 5-7 hari (untuk Sinusitis akut) yaitu :
2.1.  Ampisilin 4 X 500 mg
2.2. Amoksilin 3 x 500 mg
2.3.  Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet
2.4. Diksisiklin 100 mg/hari.
3. Pemberian obat simtomatik
Contoh obat simtomatik adalah  parasetamol., metampiron 3 x 500 mg.
4. Untuk Sinusitis kromis
Pengobatan sinusitis akut dapat dilakukan dengan cabut geraham atas bila penyebab dentogen,Irigasi 1 x setiap minggu ( 10-20) dan operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi).
1.6.2. Penatalaksanaan Pembedahan
Pencucian sinus paranasal :
1        Pada sinus maksila
Dilakukan fungsi sinus maksila, dan dicuci 2 kali seminggu dengan larutan garam fisiologis. Caranya ialah, dengan sebelumnya memasukkan kapas yang telah diteteskan xilokain dan adrenalin ke daerah meatus inferior. Setelah 5 menit, kapas dikeluarkan, lalu dengan trokar ditusuk di bawah konka inferior, ujung trokar diarahkan ke batas luar mata. Setelah tulang dinding sinus maksila bagian medial tembus, maka jarum trokar dicabut, sehingga tinggal pipa selubungnya berada di dalam sinus maksila. Pipa itu dihubungkan dengan semprit yang berisi larutan garam fisiologis, atau dengan balon yang khusus untuk pencucian sinus itu.
Pasien yang telah ditataki plastik di dadanya, diminta untuk membuka mulut. Air cucian sinus akan keluar dari mulut, dan ditampung di tempat bengkok.
Tindakan ini diulang 3 hari kemudian. Karena sudah ada lubang fungsi, maka untuk memasukkan pipa dipakai trokar yang tumpul. Tapi tindakan seperti ini dapat menimbulkan kemungkinan trokar menembus melewati sinus ke jaringan lunak pipi,dasar mata tertusuk karena arah penusukan salah, emboli udara karena setelah menyemprot dengan air disemprotkan udara dengan maksud mengeluarkan seluruh cairn yang telah dimasukkan serta perdarahan karena konka inferior tertusuk. Lubang fungsi ini dapat diperbesar, dengan memotong dinding lateral hidung, atau dengan memakai alat, yaitu busi. Tindakan ini disebut antrostomi, dan dilakukan di kamar bedah, dengan pasien yang diberi anastesi.
2        Pada sinus frontal, etmoid dan sfenoid
Pencucian sinus dilakukan dengan pencucian Proetz. Caranya ialah dengan pasien ditidurkan dengan kepala lebih rendah dari badan. Kedalam hidung diteteskan HCL efedrin 0,5-1,5 %. Pasien harus menyebut “kek-kek” supaya HCL efedrin yang diteteskan tidak masuk ke dalam mulut, tetapi ke dalam rongga yang terletak dibawah ( yaitu sinus paranasal, oleh karena kepala diletakkan ebih rendah dari badan). Ke dalam lubang hidung dimasukkan pipa gelas yang dihubungkan dengan alat pengisap untuk menampung ingus yang terisap dari sinus. Pada pipa gelas itu dibuat lubang yang dapat ditutup dan dibuka dengan ujung jari jempol. Pada waktu lubang ditutup maka akan terisap ingus dari sinus. Pada waktu meneteskan HCL ini, lubang di pipa tidak ditutup. Tindakan pencucian menurut cara ini dilakukan 2 kali seminggu.
Pembedahan, dilakukan :
1. Bila setelah dilakukan pencucian sinus 6 kali ingus masih tetap kental.
2. Bila foto rontgen sudah tampak penebalan dinding sinus paranasal.
Persiapan sebelum pembedahan perlu dibuat foto ( pemeriksaan) dengan CT scan.
Macam pembedahan sinus paranasal
1.      Sinus maksila
1.1. Antrostomi
Antrostomi yaitu membuat saluran antara rongga hidung dengan sinus maksila di bagian lateral konka inferior. Gunanya ialah untuk mengalirkan nanah dan ingus yang terkumpul di sinus maksila.

1.2. Operasi Caldwell-Luc
Operasi ini ialah membuka sinus maksila, dengan menembus tulang pipi. Supaya tidak terdapat cacat di muka, maka insisis dilakukan di bawah bibir, di bagian superior ( atas ) akar gigi geraham 1 dan 2. Kemudian jaringan diatas tulang pipi diangkat kearah superior, sehingga tampak tulang sedikit di atas cuping hidung, yang disebut fosa kanina. Dengan pahat atau bor tulang itu dibuka, dengan demikian rongga sinus maksila kelihatan. Dengan cunam pemotong tulang lubang itu diperbesar. Isi sinus maksila dibersihkan. Seringkali akan terdapat jaringan granulasi atau polip di dalam sinus maksila. Setelah sinus bersih dan dicuci dengan larutan bethadine, maka dibuat anthrostom. Bila terdapat banyak perdarahan dari sinus maksila, maka dimasukkan tampon panjang serta pipa dari plastik, yang ujungnya disalurkan melalui antrostomi ke luar rongga hidung. Kemudian luka insisi dijahit.
2. Sinus etmoid
Pembedahan untuk membersihkan sinus etmoid, dapat dilakukan dari dalam hidung (intranasal) atau dengan membuat insisi di batas hidung dengan pipi (ekstranasal).Tindakan dilakukan dengan pasien dibius umum ( anastesia). Dapat juga dengan bius lokal (analgesia). Setelah konka media di dorong ke tengah, maka dengan cunam sel etmoid yang terbesar ( bula etmoid ) dibuka. Polip yang ditemukan dikeluarkan sampai bersih. Sekarang tindakan ini dilakukan dengan menggunakan endoskop, sehingga apa yang akan dikerjakan dapat dilihat dengan baik.
3. Sinus frontal
Pembedahan untuk membuka sinus frontal disebut operasi Killian. Insisi dibuat seperti pada insisi etmoidektomi ekstranasal, tetapi kemudian diteruskan ke atas alis.Tulang frontal dibuka dengan pahat atau bor, kemudian dibersihkan. Salurannya ke hidung diperikasa, dan bila tersumbat, dibersihkan. Setelah rongga sinus frontal bersih, luka insisi dijahit, dan diberi perban-tekan. Perban dibuka setelah seminggu.
Seringkali pembedahan untuk membuka sinus frontal dilakukan bersama dengan sinus etmoid, yang disebut fronto-etmoidektomi.
4. Sinus sfenoid
Pembedahan untuk sinus sfenoid yang aman sekarang ini ialah dengan memakai endoskop. Biasanya bersama dengan pembersihan sinus etmoid dan muara sinus maksila serta muara sinus frontal, yang disebut Bedah Endoskopi Sinus Fungsional.Bedah endoskopi sinus fungsional ( FESS=functional endoscopic sinus surgery)
Cara pemeriksaan ini ialah dengan mempergunakan endoskop, tanpa melakukan insisis di kulit muka.Endoskop dimasukkan ke dalam rongga hidung. Karena endoskop ini dihubungkan dengan monitor (seperti televisi), maka dokter juga melakukan pembedahan tidak perlu melihat kedalam endoskop, tetapi cukup dengan melihat monitor.Dengan bantuan endoskop dapat dibersihkan daerah muara sinus, seperti daerah meatus medius untuk sinus maksila, sinus etmoid anterior dan sinus frontal.
1.7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.7.1. Rinoskopi anterior
Tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi sempit, dan edema.Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior.
1. Rinoskopi posterior : Tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).
2. Dentogen : Caries gigi (PM1,PM2,M1)
3. Transiluminasi (diaphanoscopia)
Sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibanding sisi yang normal.
1.7.2. X Foto sinus paranasalis:
Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah Posisi Water’s, Posteroanterior dan Lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara (air fluid level) pada sinus yang sakit.Posisi Water’s adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak di bawah antrum maksila, yakni dengan cara menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh permukaan meja. Posisi ini terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi Posteroanterior untuk menilai sinus frontal dan Posisi Lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid
1.7.3. Pemeriksaan CT –Scan
Pemeriksaan CT-Scan merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan tampak : penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik).Hal-hal yang mungkin ditemukan pada pemeriksaan CT-Scan :
1. Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin, homogen, pada pemeriksaan CT-Scan tidak mengalami ehans. Kadang sukar membedakannya dengan polip yang terinfeksi, bila kista ini makin lama makin besar dapat menyebabkan gambaran air-fluid level.
2. Polip yang mengisi ruang sinus
3. Polip antrokoanal
4. Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus
5. Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-angsur oleh massa jaringan lunak mukokel yang membesar dan gambaran pada CT Scan sebagai perluasan yang berdensitas rendah dan kadang-kadang pengapuran perifer.
1.7.4. Pemeriksaan di setiap sinus
1.7.4.1.Sinusitis maksila akut
Pemeriksaan rongga hidung akan tampak ingus kental yang kadang-kadang dapat terlihat berasal dari meatus medius mukosa hidung. Mukosa hidung tampak membengkak (edema) dan merah (hiperemis). Pada pemeriksaan tenggorok, terdapat ingus kental di nasofaring.Pada pemeriksaan di kamar gelap, dengan memasukkan lampu kedalam mulut dan ditekankan ke langit-langit, akan tampak pada sinus maksila yang normal gambar bulan sabit di bawah mata. Pada kelainan sinus maksila gambar bulan sabit itu kurang terang atau tidak tampak. Untuk diagnosis diperlukan foto rontgen. Akan terlihat perselubungan di sinus maksila, dapat sebelah (unilateral), dapat juga kedua belah (bilateral ).



1.7.4.2. Sinusitis etmoid akut
Pemeriksaan rongga hidung, terdapat ingus kental, mukosa hidung edema dan hiperemis. Foto roentgen, akan terdapat perselubungan di sinus etmoid.
1.7.4.3. Sinusitis frontal akut.
Pemeriksaan rongga hidung, ingus di meatus medius. Pada pemeriksaan di kamar gelap, dengan meletakkan lampu di sudut mata bagian dalam, akan tampak bentuk sinus frontal di dahi yang terang pada orang normal, dan kurang terang atau gelap pada sinusitis akut atau kronis. Pemeriksaan radiologik, tampak pada foto roentgen daerah sinus frontal berselubung.
1.7.4.4. Sinusitis sfenoid akut
Pemeriksaan rongga hidung, tampak ingus atau krusta serta foto rontgen.









BAB II
TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

2.1. PENGKAJIAN
2.1.1.Biodata
Nama : Nn. Amira
Umur : 17 tahun
Alamat : -
        2.1.2. Keluhan Utama
Pasien mengeluh pilek sudah beberapa minggu tidak sembuh, lendir seringkali keluar terutama jika dipakai menunduk. Pasien juga mengeluh sulit bernafas karena hidung terasa buntu,rasa nyeri ringan pada daerah pipi dan bagian rahang.
2.1.3. Riwayat penyakit dulu.
                    Riwayat penyakit dahulu yang tertulis dalam lyst pasien adalah influenza dan infeksi pada gigi geraham atas.
2.1.4. Riwayat penyakit sekarang.
Pasien mengeluh pilek sudah beberapa minggu tidak sembuh, lendir seringkali keluar terutama jika dipakai menunduk. Pasien juga mengeluh sulit bernafas karena hidung terasa buntu,rasa nyeri ringan pada daerah pipi dan bagian rahang.




       2.1.5. Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik didapat nafas 26 x/menit, nadi 80 x/menit, tekanan darah 110/70 mmHg, suhu 38,2 0 C. Hasil pemeriksaan fisik juga didapat pembengkakan pada mukosa hidung.
2.1.6. Pemeriksaan penunjang
Pasien diberi terapi oleh dokter antara lain oxymetazoline spray, ibuprofen,codein dan amoxcillin.
2.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efetif berhubungan dengan obstruksi / adanya secret yang mengental.
2. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan manurun sekunder akibat peradangan dengan sinus.
2.3. RENCANA TINDAKAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi / adanya secret yang mengental.
   Tujuan : bersihan jalan nafas menjadi efektif setelah secret dikeluarkan.
Kriteria hasil :1. Respiratory Rate 16-20x/menit
Intervensi :   
1. Kaji penumpukan secret yang ada
            R/ : Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya.

            2. Observasi tanda-tanda vital.
R/ : Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi
            3. Koaborasi nebulizing dengan tim medis untuk pembersihan secret.
R/ : Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan secret.
2. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung.
Tujuan : Nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi oleh klien
Kriteria hasil :1. Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi
2. Klien tidak merasa kesakitan.
3. Dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau teradaptasi.
Intervensi :
1. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-4.
R/ : Nyeri merupakan respon subjektif yang bisa dikaji menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya di atas tingkat cidera.
2. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman.
R/ : Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan

3. Mengajarkan tehnik relaksasi dan metode distraksi.
R/ : Akan melancarkan peredaran darah, dan dapat mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan
4. Kolaborasi analgesic.
R/ : Analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri berkurang.
5. Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang objektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
R/ : Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang objektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan manurun sekunder akibat peradangan dengan sinus.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan adekuat
Kriteria hasil : 1. Antropometri: berat badan tidak turun (stabil), tinggi badan, lingkar lengan.
2. Biokimia: albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl
Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl, perempuan 12-16 g/dl)
3. Clinis: tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak jarang dan merah
4. Diet: klien menghabiskan porsi makannya dan nafsu makan bertambah.

Intervensi :
1. Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien
R/ : Mengetahui kekurangan nutrisi klien.
2. Jelaskan pentingnya makanan bagi proses penyembuhan.
R/: Dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi akan memotivasi untuk meningkatkan pemenuhan nutrisi.
3. Mencatat intake dan output makanan klien.
R/ : Mengetahui perkembangan pemenuhan nutrisi klien.
4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk membantu memilih makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi selama sakit
R/ : Ahli gizi adalah spesialisasi dalam ilmu gizi yang membantu klien memilih makanan sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi, berat badannya.
5. Manganjurkn makan sedikit- sedikit tapi sering
R/ : Dengan sedikit tapi sering mengurangi penekanan yang berlebihan pada lambung.
6. Menyarankan kebiasaan untuk oral hygine sebelum dan sesudah makan
R/ : Meningkatkan selera makan klien.





DAFTAR PUSTAKA

Somantri irman.Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Pernapasan.2009.Jakarta:Salemba medika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar