Selasa, 02 Oktober 2012

Efusi Pleura


BAB I
TINJAUAN TEORI

1.1  Pengertian / definisi
Efusi Pleura adalah adanya cairan dalam kavum pleura. Pleura adalah peradangan dan iritasi pleura, yaitu membran tipis dan 2 lapis yang membungkus paru dan melapisi bagian dalam dada. (H. Winter Griffith M.D).

1.2 Etiologi
Hambatan reabsorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada kompensasi kordis, penyajit ginjal, tumor mediastinum, sindroma meig dan sindroma vena cava superior.
Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (TBC, pneumonia, virus) , bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus kerongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma.

1.3 Tanda dan Gejala
Dari asimptomatis sampai sesak napas berupa :
1.      Nyeri dada
2.      Sesak napas
3.       Batuk-batuk
4.      Panas
Lebih senang tidur/baring ke satu arah (sisi yang berisi cairan).
Keluhan-keluhan tersebut tergantung dari jumlah dan jenis cairan; kalau banyak atau purulent keluhan lebih berat.

1.4  Patofisiologi
Patofisologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan intertisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan. Bila proses radang disebabkan oleh kuman piogemik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks.
Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat pleura panietalis sehingga udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada/alveoli pada daerah tersebut yang kurang elastis lagi seperti pada pasien emfisema paru.


1.5  Manifestasi Klinik
Timbulnya cairan dimulai dengan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Biloa cairan banyak, penderita akan sesak nafas. Didapati gejala-gejala penyakit penyebab seperti panas tinggi (kokus), subfebril (tuberculosis), banyak keringat, batuk, banyak riak, dan lain-lain.
Efusi pleura dapat berupa transudat atau eksudat. Transudat terjadi akibat poeningkatan tekanan vena pulmonalis. Pada kasus ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari pembuluh. Transudat juga dapat terjadi pada hipoproteinemia. Penimbunan transudat dalam rongga pleura dikenal dengan nama hidrothoraks . Cairan pleura cendrung tertimbun pada dasar paru-paru.
Penimbunan eksudat timbul sekunder dari peradangan atau keganasan pleura dan akibat peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absobsi getah bening .
Jika efusi pleura mengandung nanah maka keadaan ini disebut empiema. Jika tidak ditangani dengan baik maka dapat emebahayakan dinding thotak. Eksudat akibat peradangan akan mengalami organisasi dan terjadi perlengketan fibrosa antara pleura parietalis dengan viseralis. Keadaan ini dikenal dengan nama Fiobrothoraks. Istilah hemathoraks dipakai untuk menyatakan perdarahan sejati kedalam rongga pleura dan tidak dimaksudkan untuk menyatakan efusi pleura yang berdarah.
Pemeriksaan fisik pada keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernafasan, fremitus melemah, pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseau). Didapati segitiga Garland yaitu pada daerah perkusi-timpani dibagian atas garis Ellis Damoiseau. Segitiga Grocco-Rochfusz  yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum ke sisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronkhi.
Pada auskultasi, suara nafas vesikuler melemah hilang pada bagian yang ada cairannya. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

   Adapun tanda dan gejala khas dari efusi pleura adalah :
1.      Dispnea bervariasi
2.      Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi sekunder akibat penyakit pleura.
3.      Trakhea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi.
4.      Ruang interkostal menonjol.
5.      Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena.
6.      Perkusi meredup diatas efusi pleura.
7.      Egofoni diatas paru-paru yang tertekan dekat efusi.
8.      Suara nafas berkurang diatas efusi.
9.      Fremitus fokal berkurang.



1.6  . Pemeriksaan Diagnostik
1.      Pemeriksaan Radilogik
Pada permulaan didapati menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih dari 300 ml, akan terlihat cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran dimediastinum.
2.      Pemeriksaan mikrobiologik (kultur) dengan menggunakan percobaan Rivalta.
3.      Biopsi pleura.
4.      Peningkatan frekuensi pernapasan (kadang-kadang). Deviasi trakea menjauh dari sisi efusi penurunan fremitus (taktil dan vokal), penurunan bunyi napas.
 Di atas efusi
                        Karena paru tertekan dengan jalan napas terbuka maka akan terjadi pernapasan bronkial, perubahan E ke A dan desiran pektoralis.
Friction rub – setelah cairan dibuang dan gesekan pleura viceral terhadap pleura perietal.
5.      Pada pemeriksaan auskultasi
Bunyi napas bronchial terdengar di atas efusi pleural dimana paru normal tertekan. Dari bunyi napas bronkial dapat berhubungan dengan perubahan E ke A dan perubahan desiran otot pektoralis. Perubahan E ke A hanya berarti bahwa bila seseorang mendengar dengan stetoskop dan punya mekotokan “E” apa yang didengar orang tersebut nyata adalah bunyi A daripada bunyi E. ini terjadi bila ada konsolidasi. Kemudian desiran otot pektoralis adalah adanya volume kerja yang kerja terdengar melalui stesor bila punya berbisik.
Pada pernapasan bronkial dan dua perubahan akan ada, yang harus ada juga adalah :
1.            Terbukanya jalan napas dan tertekannya alveoli.
2.            Alveoli dimana udara telah digantikan oleh cairan.



1.7  Penatalaksanaan Pengobatan
Obati penyakit penyebabnya. Bila disebabkan oleh TB, berikan obat-obat anti TB dan kortikosteroid untuk menekan reaksi alergis dan mencegah reaksi perlengketan, selam 3 minggu pertama.

Aspirasi cairan pleura dilakukan dalam hal-hal sebagai berikut :
1.      Adanya gejal sujektif seperti sakit/nyeri , dispnea, rasa berat dalam dada.
2.      Cairan melewati sela iga 2, terutama bila dihemithoraks kanan.
3.      Bila suhu tetap/makin tinggi setelah tiga minggu.
4.      Bila penyerapan cairan terlambat (lebih dari 8 minggu).
















BAB II
TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

2.1. PENGKAJIAN
2.1.1.Biodata
Nama : Tn.A
Umur : 65 tahun
Alamat : -
        2.1.2. Keluhan Utama
Pasien mengeluh sesaf nafas,nyeri di daerah sekitar axilla anterior, tachypnea, batuk-batuk.
2.1.3. Riwayat penyakit dulu.
                 Tn.A juga sebelumnya mengalami gangguan pada fungsi jantung.
2.1.4. Riwayat penyakit sekarang.
Pasien mengeluh sesaf nafas,nyeri di daerah sekitar axilla anterior, tachypnea, batuk-batuk.
       2.1.5. Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik didapat nafas 30 x/menit, nadi 92 x/menit, tekanan darah 120/80, ronchi (+/+). Perkusi paru didapatkan suara dullness di paru dextra, suara paru menurun, pada auskultasi terdengar friction rub.


       2.1.6. pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan foto thorak didapatkan ada cairan pada daerah antara kedua lapisan paru. Dokter memberi order untuk dilakukan thorakosintesis.

2.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
2.2.1. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan primer dan sekresi yang statis.
2.2.2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi sekret jalan napas.
2.2.3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler.


2.3. RENCANA TINDAKAN
2.3.1. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan primer dan sekresi yang statis
Batasan karakteristik : diagnosis tuberkulosis paru +
Kriteria hasil : Klien akan dapat :
1. Mengidentifikasi cara pencegahan dan penurunan resiko penyebaran   infeksi
2. Mendemonstrasikan teknik/gaya hidup yang berubah untuk meningkatkan lingkungan yang aman terhadap penyebaran infeksi.


Intervensi
Rasionalisasi
1. Jelaskan tentang patologi penyakit secara sederhana dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet air borne
2. Ajarkan klien untuk batuk dan mengeluarkan sputum dengan menggunakan tissue. Ajarkan membuang tissue yang sudah dipakai serta mencuci tangan dengan baik
3. Monitor suhu sesuai sesuai indikasi
4. Observasi perkembangan klien   setiap hari dan kultur sputum selama terapi
5. Kolaborasi pemberian INH, etambutol,rifampicin.
1.         Membantu klien menyadari/menerima prosedur pengobatan dan perawatan untuk mencegah penularan pada orang lain dan mencegah komplikasi

2.       Membiasakan perilaku yang penting untuk mencegah penularan infeksi

3.         Reaksi febris merupakan indikator berlanjutnya infeksi

4.    Membantu memonitor efektif tidaknya pengonbatan dan respons klien

5. Inh merupakan drug of choice untuk klien beresiko terhadap perkembangan TB dan dikombinasikan dengan “primary drugs” lain jhususnya pada penyakit tahap lanjut.




2.3.2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret di jalan napas

      Batasan karakteristik :
1.   Suara napas abnormal, ritme, kedalaman napas abnormal.
2.   Perubahan respiratory rate, dyspnea, stridor.

     Kriteria hasil :
1.                   Klien akan dapat mempertahankan jalan napas yang paten
2.                      Memperlihatkan perilaku mempertahankan  bersihan jalan napas


Intervensi
Rasionalisasi
1. Kaji fungsi paru, adanya bunyi napas tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan otot-otot aksesori

2. Atur posisi semi fowler

3.Pertahankan intake cairan 2500 ml/hari


4. Kolaborasi :
-    Pemberian oksigen lembab

-    Mucolytic agent

-    Bronchodilator



  - Kortikosteroid

1.      Penurunan bunyi napas mungkin menandakan atelektasis, ronchi, wheezing menunjukkan adanya akumulasi sekret, dan ketidakmampuan untuk membersihkan jalan napas menyebabkan penggunaan otot aksesori dan peningkatan usaha bernapas.

2.      Memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan. Ventilasi maksimal dapat membuka area atelektasis, mempermudah pengaliran sekret keluar

3. Intake cairan mengurangi penimbunan sekret, memudahkan pembersihan
- Mencegah mukosa membran kering, me-  ngurangi sekret
- Menurunkan sekret pulmonal dan memfa- silitasi bersihan.
- Memperbesar ukuran lumen pada perca-bangan tracheobronchial dan menurunkan pada percabangan tracheobronchial dan menurunkan pertahanan aliran.
-Mengatasi respons inflamasi sehingga tidak terjadi hipoxemia.

2.3.3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru, kerusakan membran akveolar kapiler.
         Batasan karakteristik :
1. Penurunan ekspansi dada
2. Perubahan RR, dyspnea, nyeri dada
3. Penggunaan otot aksesori
4. Penurunan fremitus vokal, bunyi napas menurun

        Kriteria hasil :
1. Klien akan melaporkan berkurangnya dyspnea
2. Klien akan memperlihatkan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
3. ABGs dalam batas normal

Intervensi
Rasionalisasi
  1. Kaji adanya dyspnea, penuruna suara nafas, bunyi nafas tambahan, peningkatan usaha untuk bernafas, ekspansi dada yang terbatas , kelelahan

  1. Evaluasi perubahan kesadaran . Perhatikan adanya cyanosis , dan perubahan warna kulit, membran mukosa dan clubbing finger

  1. Dorong/ajarkan bernapas melalui mulut saat ekshalasi




  1. Tingkatkan bedrest / pengurangi aktifitas


  1. Monitor ABGs


      6. . Kolaborasi suplemen oksigen
  1. Tuberkulosis pulmonal dapat menyebabkan efek yang luas, termasuk penimbunan cairan di pleura sehingga menghasilkan gejala distress pernafasan.

  1. Akumulasi sekret yang berlebihan dapat mengganggu oksigenasi organ dan jaringan vital


  1. Menciptakan usaha untuk melawan outflow udara, mencegah kolaps karena jalan napas yang sempit, membantu doistribusi udara dan menurunkan napas yang pendek

  1. Mengurangi konsumsi oksigen selama periode bernapas dan menurunkan gejala sesak napas

  1. Penurunan tekanan gas oksigen (PaO2) dan saturasi atau peningkatan PaCO2 menunjukkan kebutuhan untuk perubahan terapetik

  1. Mengoreksi hypoxemia yang meyebabkan terjadinya penurunan sekunder ventilasi dan berkurangnya permukaan alveolar.


















BAB III

3.1 Pertanyaan
3.1.1. Kenapa lendir itu menghambat pernapasan, padahal dari paru-paru memang sudah terdapat lendir?
3.1.2. Mengapa pada saat dilakukan auskultrasi terdapat bunyi friction rub?

3.2 Jawaban
3.2.1  Efusi pleura bergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara labat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler.
Klien dengan pleura normal pun dapat terjadi efusi pleura ketika terjadi payah/gagal jantung kongestif. Saat jantung tidak dapat memompakan darahnya secara maksimal ke seluruh tubuh maka akan terjadi peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya timbul hipertensi kapiler sistemik dan cairan yang berada dalam pembuluh darah pada area tersebut menjadi bocor dan masuk ke dalam pleura, ditambah dengan adanya penurunan reabsorbsi cairan tadi oleh kelenjar limfe di pleura mengakibatkan pengumpulan cairan yan abnormal/berlebihan.
3.2.2 penyebabnya inflamasi, karena terjadinya gesekan antara kantong pleura visceral dan kantong pleura pariental yang bersuara kasar berdenyut (bising gesek).




BAB IV
PENUTUP

Efusi pleura adalah peradangan dan iritasi pleura, yaitu membran tipis dan 2 lapis yang membungkus paru dan melapisi bagian dalam dada. terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan intertisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
      Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan. Bila proses radang disebabkan oleh kuman piogemik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks.
      Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat pleura panietalis sehingga udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada/alveoli pada daerah tersebut yang kurang elastis lagi seperti pada pasien emfisema paru.









DAFTAR PUSTAKA

Somantri irman.Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Pernapasan.2009.Jakarta:Salemba medika



Tidak ada komentar:

Posting Komentar