PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Alkoholisme merupakan
suatu gangguan perilaku menahun yang menjadi manifestasi dengan preokupasi
tentang alkohol serta pemakainya yang mengganggu kesehatan fisik dan mental.
Lingkungan sosialpun terganggu karenanyya,paling sedikit keluarga penderita.
Orang dengan alkoholisme kehilangan
pengawasan diri bila mulai minnum. Ia juga menunjukan sikap yang merusak diri
senidri dalam mengahdapi hubungan antar manusia
dan keadaan hidupnya.
Di Indonesia
alkoholisme hanya sedikit sekali dibandingkan dengan negara di Eropa dan
Amerika Utara. Di negara kita lebih sering terdapat intoxikasi alkohol akut.
Intoxikasi alkohol ialah keadaan dengan
gangguan koordinasi,cara bicara yang terganggu dan perilaku ynag berubah karena
alkohol itu. Minum episodik secara berlebihan (“episodic excessive dringking”)
ialah bila terdapat alkoholisme dan individu itu mengalami intoxikasi kira-kira
empat kali setahun. Kebiasaan minum secara berlebihan (“habitual execessive drinking”) ialah
keadaan dengan intoxikasi lebih dari duabelas kali setahun atau bila individu
jelas di bawahn pengaruh alkohol lebih dari satu kali seminggu. Ketagihan
alkohol didiagnosa bila terdapat bukti bahwa penderita itu tergantung pada
alkohol yang yang berarti bahwa terjadi gejala-gejala abstinensi bila ia
berhenti minum alkohol atau ia minum berlebihan selam tiga bulan atau lebih
secara terus-menerus.
1.2 Tujuan
penulisan
1. Untuk
memenuhi tugas Sistem Neurobehaviour II.
2. Mahasiswa
mampu mengetahui definisi Alkoholisme.
3. Mahasiswa
mampu mengetahui penyebab, tahap tahap dari Alkoholisme.
4. Mahasiswa
mampu mengetahui efek, perbedaan otak pada pecandu alkohol, maupun
pengobatannya.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Alkoholisme
Alkoholisme dapat
diartikan sebagai kekacauan dan kerusakan kepribadian yang disebabkan karna
safsu untuk minum yang bersifat kompulsif, sehingga penderita akan minum
minuman beralkohol secara berlebihan dan dijadikan kebiasaan (Chaplin, 1995).
Pengertian alkoholisme tersebut juga
mencakup tidak dapat dikendalikannya kemampuan berpantang atau adanya perasaan
tidak dapat hidup tanpa minum (Atkinson dkk. 1992)
Alkoholisme adalah
penyakit menahun yang ditandai dengan kecenderungan untuk meminum lebih
daripada yang direncanakan, kegagalan usaha untuk menghentikan minum minuman
keras dan terus meminum minuman keras walaupun dengan konsekuensi sosial dan
pekerjaan yang merugikan.
2.2 Penyebab
Penyebab seseorang menjadi
pecandu alkohol belum diketahui secara pasti, namun penggunaan alkohol bukan
satu satunya faktor penyebab. Dari orang-orang yang meminum alkohol, sekitar
10% menjadi pecandu. Pecandu alkohol memiliki angka kejadian yang lebih tinggi
dibandingkan pecandu zat lainnya.
Selain kemungkinan kelainan genetik, latar
belakang dan kepribadian tertentu dapat menjadi faktor pendukung seseorang
menjadi pecandu. Pecandu sering berasal dari keluarga yang pecah dan dari
mereka yang hubungan dengan orang tuanya kurang harmonis.
Pecandu alkohol cenderung merasa terisolasi,
sendiri, malu, depresi atau bermusuhan. Mereka biasa memamerkan perilaku
perusakan diri, dan mungkin secara seksual tidak dewasa.
Beberapa penelitian
memperlihatkan bahwa orang yang beresiko menjadi alkoholik tidak mudah
mengalami keracunan, karena itu otak mereka kurang sensitif terhadap efek yang
ditimbulkan oleh alkohol. Mereka biasa memamerkan
perilaku perusakan diri, dan mungkin secara seksual tidak dewasa.
Meskipun demikian, penyalahgunaan dan ketergantungan alkohol sangat umum sehingga pecandu mudah dikenali diantara orang-orang dengan berbagai kepribadian.
Meskipun demikian, penyalahgunaan dan ketergantungan alkohol sangat umum sehingga pecandu mudah dikenali diantara orang-orang dengan berbagai kepribadian.
2.3 Tahapan Alkoholisme
penderita alkoholisme umumnya melewati empat tahap yang meliputi :
Pra Alkoholik, Prodormal, Gawat, Koronis (Atkinson dkk., 1992).
1.
Pra Alkoholik
Pada
tahap ini individu minum-minum bersama-sama teman sebayanya dan terkadang minum
agak banyak untuk meredakan ketegangan dan melupakan masalah yang dialaminya.
2.
Prodormal
Pada tahap ini individu minum secara sembunyi-sembunyi. Ia masih tetap sadar dan relatif koheren tetapi kemudian tidak lagi dapat mengingat kejadian-kejadian yang pernah dialaminya.
Pada tahap ini individu minum secara sembunyi-sembunyi. Ia masih tetap sadar dan relatif koheren tetapi kemudian tidak lagi dapat mengingat kejadian-kejadian yang pernah dialaminya.
3.
Gawat
Pada tahap ini semua kendali hilang. Penderita akan minum dan melanjutkannya sampai pingsan atau sakit. Pergaulan sosial menjadi makin buruk dan ia terang-terangan minum di hadapan keluarga, teman-teman atau kantor. Penderita pada tahap ini mulai minum pada pagi hari, lalu minum terus-menerus sampai berhari-hari tanpa mengindahkan aturan makannya.
Pada tahap ini semua kendali hilang. Penderita akan minum dan melanjutkannya sampai pingsan atau sakit. Pergaulan sosial menjadi makin buruk dan ia terang-terangan minum di hadapan keluarga, teman-teman atau kantor. Penderita pada tahap ini mulai minum pada pagi hari, lalu minum terus-menerus sampai berhari-hari tanpa mengindahkan aturan makannya.
4.
Kronis
Pada tahap ini hidup penderita hanya untuk minum, minum terus-menerus tanpa berhenti. Kondisi tubuhnya sudah terbiasa dengan alkohol, sehingga ia mengalami gejala-gejala penarikan diri tanpa alkohol dan gejala-gejala gangguan fisiologis.
Pada tahap ini hidup penderita hanya untuk minum, minum terus-menerus tanpa berhenti. Kondisi tubuhnya sudah terbiasa dengan alkohol, sehingga ia mengalami gejala-gejala penarikan diri tanpa alkohol dan gejala-gejala gangguan fisiologis.
2.4 Efek dari Alkoholisme
2.4.1 Gangguan Psikis
1. Kehilangan kontrol-diri, sebagai gejala pertama pada seorang
alkoholis.
2. Mabuk : motoriknya tidak terkuasai, tanpa koordinasi, orang
menjadi bingung dan tidak sadar-diri.
3. Roes atau kemabukan yang patologis : menjadi heboh, gempar,
gelisa, dan kesadaran menjadi buram. Roes yang patologis ini sangat berbahaya,
karna sering muncul ledakan-ledakan agresivitas yang hebat.
4. Delirium tremens (delirium: kegila-gilaan, mabuk dan mengigau),
fikiran seperti tidak waras, naik pitam. Kondisi delirium sering disertai
delusi-delusi, ilusi-ilusi, dan halusinasi-halusinasi.
5. Korsakov alkoholik : terdapat kompleks gejala amnetis, pasien
suka meracau dan berbicara tanpa arti. Ada kekacauan dan kebingungan mental; cepat
lupa dan pikun, lalu terjadi disorientasi terhadap lingkungan.
2.4.2 Gangguan Jasmani
1. Si penderita mengalami Polyneuritis, yaitu neuritis majemuk dalam
bentuk radang dan keruskan pada system syaraf, disertai kesakitan,
hypersensitivitas, kelumpuhan pada otot-otot dan rusaknya refleks-refleks.
2. Nystagmus, yaitu ayunan yang cepat dan tidak terkendali pada biji
mata. pasien menjadi apatis secara emosional, acuh tak acuh dan sangat labil
jiwanya.
3. Terjadi peradangan usus yang kronis (chronic gastritis,
disebabkan oleh pengaruh alkohol).
4. Arteriosclerosis : pengapuran pada pembuluh-pembuluh darah,
neuritis atau kerusakan pada syaraf-syaraf, radang ginjal, radang hati.
5. Paresthesia : ada perasaan-perasaan gatal-geli dan panas-terbakar
pada kulit dan urat syaraf tulang belakang. Pada akhirnya akan muncul
kerusakan-kerusakan yang progresif pada sistem peredaran darah dan sistem
pencernaan makanaan.
6. Alkohol segera menekan
fungsi otak. Seberapa beratnya tergantung kepada kadarnya di dalam darah, semakin tinggi kadarnya,
semakin berat gangguan yang terjadi.
2.5 Bahaya Alkohol bagi Sistem Organ
1. Pada Otak dan Sistem Syaraf Pusat
Alkohol merupakan suatu
senyawa yang mempunyai molekul sangat kecil dan larut air maupun lemak,
sehingga mudah sekali masuk ke dalam aliran darah dan menembus sawar darah
otak. Karena itu target utama alkohol adalah otak dan
sistem syaraf pusat. Dosis rendah alkohol memberikan efek relaksasi dan
menurunkan ketegangan, inhibisi, konsentrasi, dan memperlambat reflek. Pada
dosis sedang menyebabkan bicara lambat, drowsy, dan penurunan emosi.
Pada dosis tinggi menyebabkan mual, muntah, gangguan pernapasan, penurunan
kesadaran, koma bahkan kematian. Bahkan sebuah penelitian baru menunjukkan
bahwa seseorang yang meneguk minuman keras lebih dari 100 gelas per bulannya
lebih memiliki potensi kehancuran otak.
2. Pada sistem
Kardiovaskular
Alkohol
mempunyai beberapa efek yang menguntungkan, namun jika itu dikonsumsi dalam
jumlah kecil. Sedang dalam jumlah besar dapat berdampak signifikan terhadap
sistem kardiovaskular kita. Alkohol dapat menyebabkan pembengkakan jantung yang
dapat menggiring ke arah kejadian gagal jantung kongestif. Penelitian yang
terkini menyatakan bahwa ada hubungan positif antara konsumsi alkohol dengan
kejadian kardiomyopati ( kelainan otot jantung ). Selain itu, konsumsi alkohol
berlebihan juga dapat menyebabkan resiko kejadian stroke karena dapat
menyebabkan penggumpalan darah.
3. Pada Sistem Pencernaan
dan Hati
Rongga mulut dan kerongkongan yang terpapar
alkohol terus menerus akan mengalami kerusakan ringan hingga berat.
Pengkonsumsian alkohol secara kronik akan merusak kelenjar ludah sehingga akan
mengurangi produksi air liur, menyebabkan peradangan pada lidah dan mulut,
meningkatkan kejadian radang gusi dan gigi keropos, dan gangguan pergerakan
kerongkongan. Konsumsi alkohol yang berlebihan dan terus menerus bahkan bisa
menyebabkan kanker mulut, kanker kerongkongan, perdarahan saluran cerna, dan
gastritis (radang lambung).
4. Pada seksualitas
Penggunaan alkohol dalam
waktu yang lama dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual, baik pada pria
maupun wanita. Masalah seksual pada pria alkoholik disebabkan karena penurunan
produksi hormon testosteron sehingga terjadi peningkatan relatif maupun absolut
hormon estrogen, akibatnya terjadi penekanan / penurunan dorongan seksual
karena berkurangnya testosteron bebas yang aktif. Di
samping lain, wanita alkoholik mengalami kesulitan rangsangan dan hambatan
orgasme. Selain itu, pada wanita alkoholik, akan terjadi proses penuaan dini
dan menopause dini.
2.6 Gambaran Otak pada Alkoholisme
Makin
banyak alkohol diminum seseorang, semakin kecil volume otaknya (jurnal US
Archives of Neurology edisi Oktober). Volume otak yang lebih rendah dan
lesi area putih yang lebih besar juga terjadi sejalan dengan perkembangan
demensia dan gangguan berpikir, belajar, dan ingatan.
Berikut
ini gambar perbedaan penampang otak pada seseorang penderita alkoholisme dibanding
dengan otak normal, orang dengan obesitas, dan pengguna kokain :
Keterangan
warna :
1. Merah
Dopamin tinggi – Tingkat kenikmatan dan kesenangan
normal.
2. Kuning
Dopamin menengah – Kesulitan dalam merasakan
kegembiraan dan kenikmatan.
3. Hijau
Dopamin rendah – Kurangnya tingkat kenikmatan/ kesenangan.
2.7Cara-cara untuk
berhenti minum alkohol
1. Menghilangkan minuman keras dari sekitar. Jikaingin memenangkan pertempuran
melawan minuman keras, itu sangat pentinguntuk menghindari minuman keras. Tidak
ada gunanya menyatakan berencana untuk berhenti minum tetapi masih memiliki
sejumlah botol minuman keras.
2. Menjauhi teman-teman yang masih minum minuman keras. Karena tetap berteman dengan pecandu alkohol, maka seseorang dapat
terpengaruh lagi untuk meminum minuman keras.
3. Mencari kesibukan untuk diri sendiri
terutama dalam kegiatan-kegiatan yang positif.
4. Melibatkan orang-orangseperti keluarga dan sahabat. Jangan mencoba
untuk berhenti sendiri, biarkan keluargamembantu. Mereka bisa mengawasi dan membantu
menjagasehingga seseorang tidak kembali ke cara hidup lama.
2.8 Pengobatan
Kadang-kadang seorang alkoholik
bisa menghindari minum alkohol dengan mengkonsumsi obat tertentu. Disulfiram
(antabuse) bisa diperoleh dengan resep dokter. Obat ini terlibat dalam
metabolisme alkohol, membentuk asetaldehid, suatu metabolit alkohol yang
terdapat dalam darah.
Asetaldehid merupakan racun dan
menyebabkan kemerahan pada wajah, sakit kepala berdenyut, denyut jantung yang
cepat, pernafasan cepat dan berkeringat dalam waktu 5-15 menit seteleh minum
alkohol. 30-60 menit kemudian terjadi mual dan muntah-muntah. Reaksi ini
terjadi selama 1-3 jam.
Timbulnya reaksi tersebut (karena
minum alkohol setelah menelan disulfiram), sangat menyiksa, sehingga pecandu
memilih menghindari alkohol.
Alkoholik yang baru pulih, tidak dapat langsung mengkonsumsi disulfiram setelah berhenti minum alkohol; obat ini hanya diminum setelah beberapa hari tidak minum alkohol. Disulfiram bisa mempengaruhi metabolisme alkohol sampai 3-7 hari setelah dosis terakhir obat ini.
Alkoholik yang baru pulih, tidak dapat langsung mengkonsumsi disulfiram setelah berhenti minum alkohol; obat ini hanya diminum setelah beberapa hari tidak minum alkohol. Disulfiram bisa mempengaruhi metabolisme alkohol sampai 3-7 hari setelah dosis terakhir obat ini.
Beratnya reaksi terhadap alkohol
yang berhubungan dengan pengobatan, menyebabkan disulfiram tidak boleh
diberikan kepada wanita hamil atau pecandu yang memiliki penyakit yang serius.
Obat lainnya adalah naltrekson, yang
bisa membantu mengurangi ketergantungan pecandu jika digunakan sebagai bagian
dari program pengobatan menyeluruh. Naltrekson merubah efek alkohol pada
endorfin tertentu di otak, yang mungkin berhubungan dengan keinginan untuk
minum alkohol.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Alkoholisme dapat
diartikan sebagai kekacauan dan kerusakan kepribadian yang disebabkan karna
safsu untuk minum yang bersifat kompulsif, sehingga penderita akan minum
minuman beralkohol secara berlebihan dan dijadikan kebiasaan.
Selain kemungkinan kelainan genetik, latar
belakang dan kepribadian tertentu dapat menjadi faktor pendukung seseorang
menjadi pecandu. Pecandu sering berasal dari keluarga yang pecah dan dari
mereka yang hubungan dengan orang tuanya kurang harmonis.
Pecandu alkohol cenderung merasa terisolasi,
sendiri, malu, depresi atau bermusuhan. Mereka biasa memamerkan perilaku
perusakan diri, dan mungkin secara seksual tidak dewasa.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Buku ” Bahaya Alkohol ”
oleh Prof. Zullies Ikawati & Dra. Hartati Nurwijaya, dkk
2.
Riyanti, Dwi B.P. dan Hendro
Prabowo. 1998. “Psikologi Umum 2”. Jakarta : Universitas Gunadarma.
3.
Kartono, Kartini. 1986.
“Patologi Social 3 : gangguan-gangguan kejiwaan”. Jakarta : Rajawali
4.
Budi Ana Keliat, Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien
Gangguan Jiwa, Buku Kedokteran,1992
5.
Antai Otong Deborah (1995). Psychiatric Nursing. Philadelphia : W.B. Company
6.
Gestrude K. Mc. Farland (1991).
Psychiatric
Mental Health Nursing. Philadelphia : J. B. Lippincot Company
7.
W.E., Maramis, Ilmu Kedokteran
Jiwa, Airlangga Press, Surabaya, 1990
8. Proses Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Edisi 2. Jakarta: EGC Keltner, N.L .
9.
Stuart, G
W.2006.Buku Saku Keperawatan Jiwa.Edisi 5.EGC:Jakarta
10.
Azwar, A. 2007. Kesehatan jiwa.
http://www.kbi.gemari.or.id : 11 Januari 2001.
11.
Kusumawati, F dan Yudi H. 2010.
Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
http://medicastore.com/penyakit/293/Alkoholisme.html
http://www.kaskus.us/showthread.php?p=134054527#post134054527
Tidak ada komentar:
Posting Komentar