BAB I
TINJAUAN TEORI RHINITIS (COMMON COLD)
1.1
Definisi
Rhinitis
Rhinitis adalah suatu inflamasi (
peradangan ) pada membran mukosa di hidung. (Dipiro, 2005 ).Rhinitis adalah
peradangan selaput lendir hidung.( Dorland, 2002)
Rhinitis adalah istilah untuk peradangan mukosa. Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua:
Rhinitis adalah istilah untuk peradangan mukosa. Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua:
a. Rhinitis akut (coryza, commond cold)
merupakan peradangan membran mukosa hidung dan sinus-sinus aksesoris yang
disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai hampir
setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan
insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.
b. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis
pada membran mukosa yang disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi,
atau karena rinitis vasomotor.
Dan
berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Rhinitis
alergi
b. Rhinitis
non alergi
1.1.1
Definisi
Rhinitis Alergi
Rinitis
alergi adalah penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan
laki-laki yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung
yang disebabkan oleh alergi terhadap partikel, seperti: debu, asap,
serbuk/tepung sari yang ada di udara. Meskipun bukan penyakit berbahaya yang
mematikan, rinitis alergi harus dianggap penyakit yang serius karena karena
dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Tak hanya aktivitas sehari-hari
yang menjadi terganggu, biaya yang akan dikeluarkan untuk mengobatinya pun akan
semakin mahal apabila penyakit ini tidak segera diatasi karena telah menjadi
kronis.( www. Google.com )
Rhinitis
alergi Adalah istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan setiap reaksi
alergi mukosa hidung, dapat terjadi bertahun-tahun atau musiman. (Dorland,2002
).
1.1.2
Definisi
Rhinitis Non Alergi
Rhinitis non allergi disebabkan oleh
infeksi saluran napas (rhinitis viral dan rhinitis bakterial, masuknya benda
asing kedalam hidung, deformitas struktural, neoplasma, dan massa, penggunaan
kronik dekongestan nasal, penggunaan kontrasepsi oral, kokain dan anti
hipertensif.
1.2
Etiologi
Rhinitis
Penyebabnya ialah beberapa jenis
virus dan yang paling penting ialah rhinovirus.
Virus-virus lainnya adalah myxovirus, virus Coxsackie, dan virus ECHO.Rhinovirus,
dikenal ada lebih dari 100 serotipe, adalah penyebab commond cold pada orang dewasa;
sekitar 20 – 40 % kasus commond
cold disebabkan virus ini, terutama pada musim gugur. SedangkanCoronavirus, seperti 229E, OC43 dan
B814 merupakan penyebab sekitar 10 – 15 % dari commond colddan influenza sebagai penyebab sekitar 10 – 15 %
dari commond cold pada
orang dewasa; virus ini menonjol pada musim dingin dan awal musim semi, pada
saat prevalensi rhinovirus rendah. Virus saluran pernafasan lain juga diketahui
dapat menyebabkan commond cold pada
orang dewasa. Pada bayi dan anak-anak, virus parainfluenza, Respiratory syncytial viruses (RSV), influenza,
adenovirus, enterovirus tertentu dan coronavirus menyebabkan penyakit seperti commond cold.
1.2.1
Etiologi
Rhinitis Alergi
Rhinitis alergi
adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap sensitisasi yang diikuti
oleh reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :
a. Immediate Phase Allergic Reaction, Berlangsung
sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam setelahnya.
b. Late Phase Allergic Reaction, Reaksi yang
berlangsung pada dua hingga empat jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan
dan dapat berlangsung hingga 24 jam.
Berdasarkan cara masuknya
allergen dibagi atas :
a. Alergen
Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah,
tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur
b. Alergen
Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur,
coklat, ikan dan udang
c. Alergen Injektan, yang masuk melalui
suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan lebah
d. Alergen
Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa,
misalnya bahan kosmetik atau perhiasan
Dengan masuknya allergen ke
dalam tubuh, reaksi alergi dibagi menjadi tiga tahap besar :
a. Respon Primer,
terjadi eliminasi dan pemakanan antigen, reaksi non spesifik
b. Respon Sekunder, reaksi yang
terjadi spesifik, yang membangkitkan system humoral, system selular saja atau
bisa membangkitkan kedua system terebut, jika antigen berhasil dihilangkan maka
berhenti pada tahap ini, jika antigen masih ada, karena defek dari ketiga
mekanisme system tersebut maka berlanjut ke respon tersier
c. Respon Tersier , Reaksi
imunologik yang tidak meguntungkan
1.2.2
Etiologi
Rhinitis Non Alergi
Berdasarkan
penyebabnya, rhinitis non alergi di golongkan sebagai berikut:
1. Rinitis
vasomotor
A.
Pengertian
Rhinitis vasomotor adalah terdapatnya
gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh bertambahnya
aktivitas parasimpatis.(www. Google.com). Rinitis vasomotor mempunyai gejala
yang mirip dengan rinitis alergisehingga sulit untuk dibedakan.
B.
Etiologi
Belum
diketahui, diduga akibat gangguan keseimbangan vasomotor. Keseimbangn
vasomotor ini dipengaruhi berbagai hal :
a) Obat-obatan
yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti: ergotamin,
klorpromazin, obat antihipertensi, dan obat vasokontriktor lokal.
b) Faktor fisik, seperti iritasi asap
rokok, udara dingin, kelembapan udara yang tinggi, dan bau yang merangsang
c) Faktor endokrin, seperti : kehamilan,
pubertas, dan hipotiroidisme
d) Faktor psikis, seperti : cemas dan
tegang ( kapita selekta)
2.
Rinitis Medikamentosa
A.
Pengertian
Rhinitis medikamentosa adalah suatu
kelainan hidung berupa gangguan respon normal vasomotor sebagai akibat
pemakaian vasokonstriktor topical (obat tetes hidung atau obat semprot hidung)
dalam waktu lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang
menetap. Dapat dikatakan hal ini disebabkan oleh pemakaian obat
yang berlebihan (Drug Abuse).
3.
Rhinitis Atrofi
A.
Pengertian
Rhinitis Atrofi
adalah satu penyakit infeksi hidung kronik dengan tanda adanya atrofi progesif
tulang dan mukosa konka. Secara klinis, mukosa hidung menghasilkan secret
kental dan cepat mongering, sehingga terbentuk krusta berbau busuk. Sering
mengenai masyarakat dengan tingkat social ekonomi lemah dan lingkungan buruk.
Lebih sering mengenai wanita, terutama pada usia pubertas.
B.
Etiologi
Belum jelas,
beberapa hal yang dianggap sebagai penyebabnya seperti infeksi oleh kuman
spesifik, yaitu spesies Klebsiella, yang sering Klebsiella ozanae, kemudian
stafilokok, sreptokok, Pseudomonas aeruginosa, defisiensi Fe, defisiensi
vitamin A, sinusitis kronik, kelainan hormonal, dan penyakit kolagen. Mungkin
berhubungan dengan trauma atau terapi radiasi.
1.3
Patofisiologi
Rhinitis
Selama
langkah awal, selaput lendir ialah kering, merah, dan bengkak, yang
menyebabkan sumbatan pada hidung dan mewujudkan sulit bernafas; kondisi ini
segera diikuti oleh serous atau pengeluaran mucus serous, yang pada akhirnya
mungkin menjadi bernanah.Pemeriksaan mikroskopik terhadap jaringan hidung dan
nasofaring menunjukkan edema dan hipersekresi dengan sedikit infiltrasi sel.
Dapat ditemukan deskuamasi epitel, khususnya epitel bersilia, seperti yang
terjadi pada infeksi influenza.
1.4
Manifestasi
Klinis Rhinitis
1.4.1
Manifestasi
Klinis Rhinitis Alergi
a. Bersin
berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya bersin
lebih dari 6 kali).
b. Hidung tersumbat.
c. Hidung meler.
Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi biasanya bening dan
encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-kuningan jika
berkembang menjadi infeksi hidung atau infeksi sinus.
d. Hidung
gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok.
e. Badan
menjadi lemah dan tak bersemangat.
1.4.2
Manifestasi
Klinis Rhinitis Non Alergi
1.4.2.1
Manifestasi
Klinis Rhinitis
vasomotor
Hidung tersumbat, bergantian kiri dan
kana, tergantung pada posisi pasien. Terdapat rinorea yang mukus atau serosa,
kadang agak banyak. Jarang disertai bersin, dan tidak disertai gatal di mata.
Gejala memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur karena perubahan suhu yang
ekstrim, udara lembab, juga karena asap rokok dan sebagainya.
Berdasarkan gejala yang
menonjol, dibedakan atas golongan obstruksi dan rinorea. Pemeriksaan rinoskopi
anterior menunjukkan gambaran klasik berupa edema mukosa hidung, konka berwarna
merah gelap atau merah tua, dapat pula pucat. Permukaannya dapat licin atau
berbenjol. Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Namun
pada golgongan rinorea, sekret yang ditemukan biasanya serosa dan dalam jumlah
banyak. ( kapita)
1.4.2.2 Manifestasi Klinis Rhinitis Vasomotor
Keluhan subyektif yang sering ditemukan
pada pasien biasanya nafas berbau (sementara pasien sendiri menderita anosmia),
ingus kental hijau, krusta hijau, gangguan penciuman, sakit kepala, dan hidung
tersumbat.
Pada pemeriksaan THT ditemukan rongga
hidung sangat lapang, konka inferior dan media hipotrofi atau atrofi secret
purulen hijau dan krusta berwarna hijau.
1.5
Komplikasi
Rhinitis
1. Polip
hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip
hidung.
2. Otitis
media. Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang sering residif dan
terutama kita temukan pada pasien anak-anak.
3. Sinusitis
kronik
4. Otitis
media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis alergi
melainkan adanya sumbatan pada hidung sehingga menghambat drainase.
1.6
Penatalaksanaan
Rhinitis
Belum adanya
yang baku. Penatalaksanaan ditunjukkan untuk menghilangkan etiologi, selain
gejalanya dapat dilakukan secara konservatif atau operatif. Secara konservatif dapat diberikan:
1. Antibiotic presprektum luas atau
sesuaiuji resistensi kuman sampai gejala hilang.
2. Obat cuci hidung agar bersih dari
krusta dan bau busuk hilang dengan larutan betadine satu sendok makan dalam 100
cc air hangat
3. Vitamin A
3x50.000 unit selama 2 minggu
4. Preparat Fe
5. Pengobatan
sinusitis, bila terdapat sinusitis
1.7 Pemeriksaan
Diagnostik Rhinitis
1. Anamnesa
Gejala khas yang bisa didapatkan
adalah sebagai berikut :
a.
serangan timbul bila terjadi kontak dengan alergen penyebab
didahului rasa gatal di hidung, mata, atau kadang pada pallatum molle
bersin-bersin paroksismal (dominan) : > 5kali/serangan, diikuti produksi sekret yg encer danhidung buntu gangguan pembauan, mata sembab dan berair, kadang disertai sakit kepala tidak didapatkan tanda infeksi (mis : demam) mungkin didapatkan riwayat alergi pada keluarga
didahului rasa gatal di hidung, mata, atau kadang pada pallatum molle
bersin-bersin paroksismal (dominan) : > 5kali/serangan, diikuti produksi sekret yg encer danhidung buntu gangguan pembauan, mata sembab dan berair, kadang disertai sakit kepala tidak didapatkan tanda infeksi (mis : demam) mungkin didapatkan riwayat alergi pada keluarga
2. Pemeriksaan Fisis
Konka edema dan pucat, secret
seromucinou
3. Pemeriksaan Penunjang
A.
Tes kulit “prick test”
B.
Eosinofil sekret hidung. Positif bila ≥25%
C.
Eosinofil darah. Positif bila ≥400/mm3. Bila diperlukan dapat diperiksa:
1.
IgE total serum (RIST &PRIST). Positif bila > 200 IU
2.
IgE spesifik (RAST)
3.
X-foto Water, bila dicurigai adanya komplikasi sinusitis
1.8 Asuhan
Keperawatan Rhinitis
1.
Pengkajian
A. Keluhan utama
Bersin-bersin,
hidung mengeluarkan sekret, hidung tersumbat, dan hidung gatal
B. Riwayat peyakit dahulu
Pernahkan pasien menderita penyakit
THT sebelumnya.
C. Riwayat keluarga
Apakah keluarga adanya yang
menderita penyakit yang di alami pasien
D. Pemeriksaan
fisik :
a. Inspeksi :
permukaan hidung terdapat sekret mukoid
b. Palpasi : nyeri, karena adanya inflamasi
E. Pemeriksaan
penunjang :
a. Pemeriksaan
nasoendoskopi
b. Pemeriksaan sitologi hidung
c. Hitung eosinofil pada darah tepi
d. Uji kulit allergen penyebab
2.
Diagnosa
1. Cemas
berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang penyakit dan prosedur tindakan
medis
2. Ketidakefektifan
jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adanya secret yang mengental
3. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan
penyumbatan pada hidung
4. Gangguan konsep diri berhubungan dengan
rhinore
3.
Intervensi
1. Cemas
berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang penyakit dan prosedur tindakan
medis
Tujuan : Cemas
klien berkurang/hilang
Kriteria :
a.
Klien akan menggambarkan tingkat
kecemasan dan pola kopingnya
b.
Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit
yang dideritanya serta pengobatannya.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji tingkat kecemasan klien
2. Berikan
kenyamanan dan ketentaman pada klien :
- Temani klien
- Perlihatkan
rasa empati( datang dengan menyentuh klien )
3. Berikan
penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang seta
gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti
4. Singkirkan
stimulasi yang berlebihan misalnya :
- Tempatkan
klien diruangan yang lebih tenang
- Batasi
kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan
5. Observasi tanda-tanda vital.
6. Bila perlu
, kolaborasi dengan tim medis
|
1. Menentukan tindakan selanjutnya
2. Memudahkan
penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan
3.
Meningkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit
tersebut sehingga klien lebih kooperatif
4. Dengan menghilangkan
stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien.
5. Mengetahui
perkembangan klien secara dini.
6. Obat dapat
menurunkan tingkat kecemasan klien
|
2.
Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adnya secret yang
mengental.
Tujuan : Jalan
nafas efektif setelah secret dikeluarkan
Kriteria :
a. Klien tidak
bernafas lagi melalui mulut
b. Jalan nafas kembali normal
terutama hidung
Intervensi
|
Rasional
|
a. Kaji penumpukan secret yang ada
b. Observasi tanda-tanda vital.
c. Kolaborasi
dengan team medis
|
a. Mengetahui
tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya
b. Mengetahui
perkembangan klien sebelum dilakukan operasi
c. Kerjasama
untuk menghilangkan obat yang dikonsumsi
|
2. Gangguan pola
istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung
Tujuan : klien
dapat istirahat dan tidur dengan nyaman
Kriteria :
Klien tidur 6-8 jam sehari
Intervensi
|
Rasional
|
a. Kaji kebutuhan tidur klien.
b. ciptakan suasana yang nyaman.
c. Anjurkan klien bernafas lewat
mulut
d. Kolaborasi
dengan tim medis pemberian obat
|
a. Mengetahui
permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan istirahat tidur
b. Agar klien
dapat tidur dengan tenang
c. Pernafasan tidak terganggu.
d. Pernafasan
dapat efektif kembali lewat hidung
|
4. Gangguan
konsep diri berhubungan dengan rhinore
Intervensi
|
Rasional
|
a. Dorong individu untuk bertanya
mengenai masalah, penanganan, perkembangan dan prognosis kesehatan
b. ajarkan individu menegenai sumber
komunitas yang tersedia, jika dibutuhkan (misalnya : pusat kesehatan mental)
c. dorong individu untuk
mengekspresikan perasaannya, khususnya bagaimana individu merasakan,
memikirkan, atau memandang dirinya
|
a. memberikan minat dan perhatian,
memberikan kesempatan untuk memperbaiakikesalahan konsep
b. pendekatan secara komperhensif
dapat membantu memenuhi kebutuhan pasienuntuk memelihara tingkah laku koping
c. dapat membantu meningkatkan
tingkat kepercayaan diri, memperbaiki harga diri, mrnurunkan pikiran terus
menerus terhadap perubahan dan meningkatkan perasaan terhadap pengendalian
diri
|
4.
Implementasi
1. Mendorong
individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan dan
prognosis kesehatan
2. Mengatur kelembapan ruangan untuk mencegah
pertumbuhan jamur
3. Menjauhkan hewan berbulu dari pasien alergi,
namun hal ini sering tidak dipatuhi terutama oleh pecinta binatang
4. Membersihkan kasur secara rutin
5. Evaluasi
1. Mengetahui
tentang penyakitnya
2. Sudah bisa bernafas melalui hidung dengan
normal
3. Bisa tidur dengan nyenyak
4. Mengutarakan
penyakitnya tentang perubahan penampilan
BAB
II
TINJAUAN
TEORI PHARYNGITIS
2.1
Definisi Pharyngitis
Faringitis akut adalah infeksi pada
faring yang disebabkan oleh virus atau bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri
tenggorokan, faring eksudat dan hiperemis, demam, pembesaran limfonodi leher
dan malaise.(Vincent,2004)
2.2
Etiologi Pharyngitis
Faringitis bisa disebabkan oleh
virus maupun bakteri. Kebanyakan disebabkan oleh virus, termasuk virus penyebab
common cold, flu, adenovirus, mononukleosis atau HIV. Bakteri yang menyebabkan
faringitis adalah streptokokus grup A, korinebakterium, arkanobakterium,
Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia pneumoniae.
2.3
Patofisiologi Pharyngitis
Penularan terjadi melalui droplet.
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel kemudian bila epitel terkikis maka jaringan
limfoid superficial bereaksi terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi
leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian oedem
dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan
cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan
hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang
berwarna kuning, putih, atau abu-abu terdapat pada folikel atau jaringan
limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring
posterior atau terletak lebih ke lateral menjadi meradang dan membengkak sehingaa
timbul radang pada tenggorok atau faringitis.
2.4 Manifestasi Klinis Pharyngitis
Faringitis
mempunyai karakteristik yaitu demam yang
tiba-tiba, nyeri tenggorokan, nyeri menelan,
adenopati cervikal, malaise dan
mual. Faring, palatum, tonsil berwarna kemerahan dan tampak adanya
pembengkakan. Eksudat yang purulen
mungkin menyertai peradangan. Gambaran leukositosis dengan dominasi neutrofil
akan dijumpai. Khusus untuk faringitis oleh
streptococcusgejala yang menyertai biasanya berupa demam tiba-tiba yang
disertai nyeri tenggorokan, tonsillitis eksudatif, adenopati cervikal anterior,
sakit kepala, nyeri abdomen, muntah, malaise, anoreksia, dan rash atau
urtikaria.Setiap
anak dengan radang tenggorokan mengalami tenggorokan luka dan beberapa tingkat
rasa sakit ketika menelan. Telinga terasa sakit bisa terjadi karena tenggorokan
dan telinga berbagi pada saraf yang sama. Bagian belakang tenggorokan dan
amandel biasanya merah, dan amandel kemungkinan membesar atau terbungkus oleh
kotoran putih.
Anak yang menderita radang
tenggorokan sebagai bagian utama flu mengalami hidung berair, batuk, dan demam
ringan.Anak yang menderita radang tenggorokan yang disebabkan oleh streptokokus
tenggorokan bisa menjadi lembek, pembesaran getah bening di leher dan demam tinggi.Kadangkala,
seorang anak dengan streptokokus tenggorokan memiliki gejala pada demam
scarlet, termasuk lidah yang putih cemerlang atau merah bergantianh pada lidah
(lidah stroberi) dan ruam kulit berwarna merah khusus (ruam scarlatiniform).
Anak yang menderita amandel kronis bisa mengalami tenggorokan luka atau tidak nyaman atau rasa sakit ketika menelan.
Anak yang menderita amandel kronis bisa mengalami tenggorokan luka atau tidak nyaman atau rasa sakit ketika menelan.
2.5
Komplikasi Pharyngitis
Penyakit ini, jika dibiarkan sampai
menjadi berat, dapat menimbulkan radang ginjal (glomerulonefritis akut), demam
rematik akut, otitis media (radang telinga bagian tengah), sinusitis, abses
peritonsila dan abses retropharynx (radang di sekitar amandel atau bagian
belakang tenggorokan yang dapat menimbulkan nanah).
Komplikasi infeksi GABHS dapat berupa demam reumatik, dan abses peritonsiler. Abses peritonsiler terjadi:
Komplikasi infeksi GABHS dapat berupa demam reumatik, dan abses peritonsiler. Abses peritonsiler terjadi:
1. Komplikasi umum faringitis terutama
tampak pada faringitis karena bakteri yaitu : sinusitis, otitis media,
epiglotitis, mastoiditis, dan pneumonia. Kekambuhan biasanya terjadi pada
pasaien dengan pengobatan yang tidak tuntas pada pengobatan dengan antibiotik,
atau adanya paparan baru.
2. Demam rheumatic akut(3-5 minggu setelah
infeksi), poststreptococcal glomerulonephritis, dan toxic shock syndrome,
peritonsiler abses,
3. Komplikasi infeks mononukleus
meliputi: ruptur lien, hepatitis, Guillain Barré syndrome, encephalitis, anemia
hemolitik, myocarditis, B-cell lymphoma, dan karsinoma nasofaring
2.6 Penatalaksanaan Pharyngitis
Apabila penyebabnya diduga infeksi
firus, pasien cukup diberikan analgetik dan tablet isap saja. Antibiotika
diberikan untuk faringitis yang disebabkan oleh bakteri Gram positif disamping
analgetika dan kumur dengan air hangat. Penisilin dapat diberikan untuk
penyebab bakteri GABHS, karena penisilin lebih kemanjurannya telah terbukti,
spektrum sempit,aman dan murah harganya. Dapat diberikan secara sistemik dengan
dosis 250 mg, 2 atau 3 kali sehari untuk anak-anak, dan 250 mg 4 kali sehari
atau 500 mg 2 kali sehari selama 10 hari. Apabila pasien alergi dengan
penisilin, dapat diganti dengan eritromisin. (Alan,at.al.,2001).
2.7
Pemeriksaan
Diagnostik Pharyngitis
Diagnosis biasanya dibuat tanpa
kesulitan, terutama bila terdapat tanda dan gejala yang mengarah ke
faringitis.Biakan tenggorokan membantu dalam menentukan organisme penyebab
faringitis, dan untuk membedakan faringitis karena bakteri atau virus.Sangatlah
penting untuk mengetahui onset, durasi, progresifitas dan tingkat keparahan
dari gejala yang menyertai seperti demam, batuk, kesukaran bernafas,
pembengkakan limfonodi; paparan infeksi, dan adanya penyakit sistemik lainnya
seperti diabetes dan lain-lain. Faring harus diperiksa apakah terdapat
tanda-tanda eritem, hipertrofi, adanya benda asing, eksudat, massa, petechie
dan adenopati. Juga penting untuk menanyakan gejala yang dialami pasien seperti
demam, timbulnya ruam kulit (rash), adenopati servikalis dan coryza. Jika
dicurigai faringitis yang disebabkan oleh Sterptococcus, seorang dokter harus
mendengar adanya suara murmur pada jantung dan mengevaliasi apakah pada pasien
terdapat pembesaran lien dan hepar.Apabila terdapat tonsil eksudat,
pembengkakan kelenjar limfe leher, tidak disertai batuk dan suhu badan
meningkat sampai 380 C maka dicurigai adanya faringitis karena infeksi GABHS
(Alan, et.al.,2001).
1. Pemeriksaan Laboratorium
Kultur tenggorok : merupakan suatu
metode yang dilakukan untuk menegaskan suatu diagnosis dari faringitis yang
disebabkan oleh bakteri GABHS. Untuk mencapai hasil yang akurat, pangambilan
swab dilakukan pada daerah tonsil dan dinding faring posterior. Spesimen
diinokulasi pada agar darah dan ditanami disk antibiotik.
Kriteria standar untuk penegakan diagnosis infeksi GABHS adalah persentase sensitifitas mencapai 90-99 %. Kultur tenggorok sangat penting bagi penderita yang lebih dari 10 hari.
Kriteria standar untuk penegakan diagnosis infeksi GABHS adalah persentase sensitifitas mencapai 90-99 %. Kultur tenggorok sangat penting bagi penderita yang lebih dari 10 hari.
2. GABHS rapid antigen detection test
Merupakan suatu metode untuk
mendiagnosa faringitis karena infeksi GABHS. Tes ini akan menjadi indikasi jika
pasien memiliki resiko sedang, atau jika seorang dokter tidak nyaman memberikan
terapi antibiotik dengan resiko tinggi untuk pasien. Jika hasil yang diperoleh
adalah positif maka pengobatan antibiotik yang tepat, namun jika hasilnya
negatif maka pengobatan antibiotik dihentikan kemudian dilakukan follow-up untuk
mengetahui:
a.
Hasil kultur tenggorok negative
b.
Rapid antigen detection tidak sensitive untuk Streptococcus
Group C dan G atau jenis bakteri patogen lainnya (Kazzi, et.al.,2006)
2.8
Asuhan Keperawatan Pharyngitis
1.
Pengkajian
A.
Data Dasar
1. Identitas Pasien (nama, jenis
kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, bahasa yang
digunakan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber
informasi)
2. Identitas Penanggung ((nama, jenis kelamin,
umur, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan,
pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan pasien)
B.
Pengkajian Fisik, meliputi :
1. Keadaan Umum, yaitu dengan
mengobservasi bentuk tubuh, warna kulit, kesadaran, dan kesan umum pasien (saat
pertama kali MRS) Gejala Kardinal, yaitu dengan mengukur TTV (suhu, nadi,
tekanan darah, dan respirasi).
2. Keadaan Fisik, yaitu melakukan inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi dari kepala sampai anus, tapi lebih difokuskan
pada bagian leher
3. Pemeriksaan Penunjang, yaitu dari
hasil pemeriksaan laboratorium dengan uji kultur dan uji resistensi
C. Anamnesa
Adanya riwayat merokok,adanya riwayat streptokokus,dan yang penting ditanyakan apakah klien pernah mengalami nyeri/lesi pada mulut (nyeri saat menelan)
Adanya riwayat merokok,adanya riwayat streptokokus,dan yang penting ditanyakan apakah klien pernah mengalami nyeri/lesi pada mulut (nyeri saat menelan)
2. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan proses
inflamasi pada tenggorokan
2. Bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan dengan sekret yang kental ditandai dengan kesulitan dalam
bernafas.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan
4. Kurang pengetahuan berhubungan
dengan tidak familiar dengan sumber informasi
3.Perencanaan
1. Setelah diberikan asuhan keperawatan
diharapkan nyeri pasien berkurang Dengan kriteria hasil:
a. nyeri pasien berkurang dari skala 5
menjadi 3
b. Pasien tidak tampak meringis
c. TTV normal
Nadi:60-100 x permenit
RR:16-20 x permenit
TD:100-140/60-90 mmHg
Suhu:36,8-37,2 C 1. Kaji ulang tingkat nyeri
Nadi:60-100 x permenit
RR:16-20 x permenit
TD:100-140/60-90 mmHg
Suhu:36,8-37,2 C 1. Kaji ulang tingkat nyeri
Intervensi:
a. Ajarkan teknik relaksasi
b. Kaji TTV
c. Kolaborasi dalam pemberian analgetik agar
tepat dalam memilih tindakan untuk mengatasi nyeri
Tujuan:
a. Meningkatkan relaksasi dan
mengurangi nyeri
b. Untuk mengetahui keaadaan umum
pasien
c. Untuk mengurangi nyeri
2. Setelah diberikan asuhan keperawatan
diharapkan pasien dapat bernapas lancar
Dengan kriteria hasil:
Dengan kriteria hasil:
a. Pasien dapat mengeluarkan sputum
b. Pasien mengatakan dapat bernapas dengan lancer
Intervensi :
a. Identifikasi kualitas atau kedalaman
nafas pasien
b. Anjurkan untuk minum air hangat
c. Ajari pasien untuk batuk efektif
d. Kolaborasi untuk pemberian ekspektoran
Tujuan:
a. Untuk mengetahui keadaan napas
pasien
b. Untuk mencairkan sputum agar mudah
dikeluarkan
c. Untuk melegakan saluran pernapasan
d. Untuk mengencerkan dahak
3. Setelah diberikan asuhan keperawatan
diharapkan kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi.
Dengan kriteria hasil:
a. Pasien mengatakan tidak sakit dalam
menelan makanan
b. Pasien makan dengan lahap
c. Nafsu makan pasien meningkat
d. Pasien nampak lebih segar
Intervensi:
a. Kaji intake makanan pasien
b. Anjurkan pasien untuk makan makanan yang
tinggi kalori dan serat
c. kolaborasi dengan ahli gizi
Tujuan:
a. Untuk mengetahui adanya peningkatan
nafsu makan
b. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
c. Untuk mendapatkan menu makanan yang sesuai
dengan kebutuhannya
4. Setelah diberikan asuhan keperawatan
diharapkan pengetahuan pasien meningkat
Dengan kriteria hasil:
Dengan kriteria hasil:
a. Pasien dapat menyebutkan kembali apa
yang dijelaskan perawat
b. Pasien mengangguk dan nampak
mengerti
c. Pasien mengatakan mengerti
Intervensi:
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien
b. Lakukan BHSP
c. Berikan Health Education
d. Lakukan evaluasi
Tujuan:
a. Untuk mengetahui seberapa tahu
pasien akan penyakitnya
b. Agar pasien percaya terhadap perawat
c. Untuk menambah pengetahuan dan
informasi tentang penyakitnya
d. Untuk mengetahui daya tangkap pasien
setelah diberikan HE
5.Evaluasi
1) Nyeri berhubungan dengan proses
inflamasi pada tenggorokan
S : Pasien mengatakan nyerinya berkurang (penurunan skala nyeri)
O : Wajah pasien tampak relaks (tidak tampak meringis)
TTV normal
Nadi:60-100 x permenit
RR:16-20 x permenit
TD:100-140/60-90 mmHg
Suhu:36,8-37,2 C
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
S : Pasien mengatakan nyerinya berkurang (penurunan skala nyeri)
O : Wajah pasien tampak relaks (tidak tampak meringis)
TTV normal
Nadi:60-100 x permenit
RR:16-20 x permenit
TD:100-140/60-90 mmHg
Suhu:36,8-37,2 C
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
2) Bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan dengan sekret yang kental ditandai dengan kesulitan dalam
bernafas
S : Pasien mengatakan dapat bernapas lancar
O : Pasien dapat mengeluarkan sputum
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
S : Pasien mengatakan dapat bernapas lancar
O : Pasien dapat mengeluarkan sputum
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan
S : Pasien mengatakan tidak sakit saat menelan makanan
O : Pasien makan dengan lahap
Nafsu makan pasien meningkat
S : Pasien mengatakan tidak sakit saat menelan makanan
O : Pasien makan dengan lahap
Nafsu makan pasien meningkat
Pasien nampak
lebih segar
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
4) Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak
familiar dengan sumber informasi
S : Pasien mengatakan mengerti tentang penjelasan perawat
O : Pasien dapat menyebutkan kembali apa yang dijelaskan perawat
Pasien mengangguk dan nampak mengerti
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
S : Pasien mengatakan mengerti tentang penjelasan perawat
O : Pasien dapat menyebutkan kembali apa yang dijelaskan perawat
Pasien mengangguk dan nampak mengerti
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
BAB III
TINJAUAN
TEORI LARYNGITIS
3.1
Definisi Laryngitis
Laringitis adalah peradangan pada
laring yang terjadi karena banyak sebab. Inflamasi laring sering terjadi
sebagai akibat terlalu banyak menggunakan suara, pemajanan terhadap debu, bahan
kimiawi, asap, dan polutan lainnya, atau sebagai bagian dari infeksi saluran
nafas atas. Kemungkinan juga disebabkan oleh infeksi yang terisolasi yang hanya
mengenai pita suara.
3.2
Etiologi Laryngitis
Penyebab
dari laringitis sering disebabkan oleh
sinusitis kronik, deviasi septum yang
berat, polip hidung, bronchitis kronik atau tuberculosis paru. Penyebab
tersering pada orang dewasa antara lain yaitu : merokok, alkoholik, gastroesophageal reflux disease (GERD),
pekerjaan yang terus menerus terpapar oleh debu dan bahan kimia, dan penggunaan
suara yang berlebihan.
3.3
Patofisiologi Laryngitis
Hampir semua penyebab inflamasi ini
adalah virus. Invasi bakteri mungkin sekunder. Laringitis biasanyan disertai
rinitis atau nasofaring. Awitan infeksi mungkin berkaitan dengan pemajanan
terhadap perubahan suhu mendadak, defisiensi diet, malnutrisi, dan tidak ada
immunitas. Laringitis umum terjadi pada musim dingin dan mudah ditularkan. Ini
terjadi seiring Dengan menurunnya daya tahan tubuh dari host serta prevalensi
virus yang meningkat. Laringitis ini biasanya didahului oleh faringitis dan
infeksi saluran nafas bagian atas lainnya. Hal ini akan mengakibatkan iritasi
mukosa saluran nafas atas dan merangsang kelenjar mucus untuk memproduksi mucus
secara berlebihan sehingga menyumbat saluran nafas. Kondisi tersebut akan
merangsang terjadinya batuk hebat yang bisa menyebabkan iritasi pada laring.
Dan memacu terjadinya inflamasi pada laring tersebut. Inflamasi ini akan
menyebabkan nyeri akibat pengeluaran mediator kimia darah yang jika berlebihan
akan merangsang peningkatan suhu tubuh.
3.4
Manifestasi
Klinis Laryngitis
Baik pada
infeksi virus maupun bakteri, gejalanya sama yaitu nyeri tenggorokan dan nyeri
menelan. Selaput lendir yang melapisi faring mengalami peradangan berat atau
ringan dan tertutup oleh selaput yang berwarna keputihan atau mengeluarkan
nanah.Gejala lainya adalah:
a) Demam
b) pembesaran kelenjar getah bening di leher
c) peningkatan jumlah sel darah putih.
Gejala
tersebut bisa ditemukan pada infeksi karena virus maupun bakteri, tetapi lebih
merupakan gejala khas untuk infeksi karena bakteri.Faringitis Laringitis akut
ditandai Dengan suara serak atau tidak dapat mengeluarkan suara sama sekali
(afonia) dan batuk berat. Laringitis kronis ditandai Dengan suara serak yang
persisten.Laringitis kronis mungkin sebagai komplikasi dari sinusitis kronis
dan bronchitis kronis.
Laringitis akut ditandai Dengan
suara serak atau tidak dapat mengeluarkan suara sama sekali (afonia) dan batuk
berat. Laringitis kronis ditandai Dengan suara serak yang persisten. Laringitis
kronis mungkin sebagai komplikasi dari sinusitis kronis dan bronchitis kronis.
3.5
Komplikasi
pada Laryngitis
Mengakibatkan iritasi mukosa saluran nafas atas dan
merangsang kelenjar mucus untuk memproduksi mucus secara berlebihan sehingga
menyumbat saluran nafas. Kondisi tersebut akan merangsang terjadinya batuk
hebat yang bisa menyebabkan iritasi pada laring. Dan memacu terjadinya
inflamasi pada laring tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri akibat
pengeluaran mediator kimia darah yang jika berlebihan akan merangsang
peningkatan suhu tubuh.
3.6
Penatalaksanaan Laryngitis
Penatalaksanaan
laryngitis akut termasuk mengistirahatkan suara, menghindari merokok, istirahat
di tempat tidur, dan menghirup uap dingin atau aerosol. Jika laryngitis
merupakan bagian dari infeksi pernafasan yang lebih luas akibat organisme
bakteri atau jika lebih parah, terapi antibiotic yang tepat perlu diberikan.
Sebagian besar pasien dapat sembuh Dengan pengobatan konservatif; namun
laryngitis cenderung lebih parah pada pasien lansia dan dapat diperburuk oleh
pneumonia.
Untuk laringits kronis, pengobatannya termasuk mengistirahatkan suara, menghilangkan setiap infeksi traktus respiratorius primer yang mungkun ada, dan membatasi merokok. Penggunaan kortikosteroid topical, seperti inhalasi beklometason dipropionate (vanceril), dapat digunakan. Preparat ini tidak mempunyai efek sistemik atau kerja lama dan dapat megurangi reaksi inflamasi local.
Untuk laringits kronis, pengobatannya termasuk mengistirahatkan suara, menghilangkan setiap infeksi traktus respiratorius primer yang mungkun ada, dan membatasi merokok. Penggunaan kortikosteroid topical, seperti inhalasi beklometason dipropionate (vanceril), dapat digunakan. Preparat ini tidak mempunyai efek sistemik atau kerja lama dan dapat megurangi reaksi inflamasi local.
3.7
Pemeriksaan
Diagnostik Laryngitis
Tanda-tanda utama terjadinya
laringitis adalah suara serak. Perubahan pada suara dapat bervariasi tergantung
pada tingkat infeksi atau iritasi, bisa hanya sedikit serak hingga suara yang
hilang total. Dokter mungkin akan menanyakan apakan anda seorang perokok
atau kondisi kesehatan anda saat itu – apakah anda sedang menderita selesa,
influenza atau apakah anda menderita alergi – yang dapat menjadi penyebab
terjadinya iritasi pada pita suara. Dokter mungkin juga akan menanyakan apakah
anda terlalu banyak menggunakan pita suara anda – seperti dengan menyanyi atau
berteriak – yang juga dapat menyebabkan iritasi pada pita suara anda.
Bila
anda mengalami suara serak yang sifatnya kronis, dokter anda mungkin akan
mendengarkan suara anda dan memvisualisasikan pita suara anda atau
mereferensikan anda pada spesialis telinga, hidung dan tenggorokan
(otolaryngologist). Dokter anda dapat menggunakan teknik-teknik dibawah ini
untuk membantu diagnosis laringitis:
a.
Laryngoscopy.
Dokter
akan secara visual memeriksa pita suara anda melalui prosedur yang disebut
laryngoscopy, dengan memasukkan semacam cermin yang ringan dan sangat kecil ke
belakang tenggorokan anda. Atau dokter mungkin akan menggunakan fiber-optic
laryngoscopy. Tindakan ini berarti memasukkan tabung yang kecil dan fleksibel
(endoscope) dengan kamera berukuran mini dan sangat ringan melalui hidung atau
mulut ke arah belakang tenggorokan anda. Kemudian dokter akan melihat pergerakan
pita suara saat anda berbicara.
b.
Biopsi.
Bila
dokter melihat adanya wilayah yang mencurigakan, dokter akan melakukan biopsi –
mengambil contoh jaringan untuk diperiksa dibawah mikroskop.
3.8
Asuhan Keperawatan Laryngitis
1.
Pengkajian
Riwayat kesehatan pasien yang lengkap yang
menunjukkan kemungkinan tanda dan gejala sakit kepala, sakit tenggorok, dan
nyeri sekitar mata dan pada kedua sisi hidung, kesilutan menelan, batuk, suara
serak, demam, hidung tersumbat, dan rasa tidak nyeman umum dan keletihan.
Menetapkan kapan gejala mulai timbul, apa yang menjadi pencetusnya, apa yang
bisa menghilangkan atau meringankan gejala tersebut, dan apa yang memperburuk
gejala tersebut adalah bagian dari pengkajian, juga mengidentifikasi setiap
riwayat alergi atau adanya penyakit yang timbul bersamaan.Inspeksi menunjukkan
pembengkakan, lesi atau asimetris hidung, juga pendarahan atau rabas. Mukosa
hidung diinspeksi terhadap temuan abnormal seperti warna kemerahan,
pembengkakan, atau eksudat dan polip hidung, yang mungkin terjadi dalam
rhinitis kronis.
Sinus frontal dan maksilaris dipalpasi terhadap nyeri tekan, yang menunjukkan inflamasi. Tenggorok diamati Dengan meminta klien membuka mulutnya lebar-lebar dan nafas dalam. Tonsil dan faring diinspeksi terhadap temuan abnormal seperti warma kemerahan, asimetris, atau adanya drainase, ulserasi, atau pembesaran.
Trakea dipalpasi terhadap posisi garis tengah dalam leher, dan setiap massa atau deformitas diidentifikasi. Nodus limfe leher juga dipalpasi terhadap pembesaran dan nyeri tekan yang berkaitan.
Sinus frontal dan maksilaris dipalpasi terhadap nyeri tekan, yang menunjukkan inflamasi. Tenggorok diamati Dengan meminta klien membuka mulutnya lebar-lebar dan nafas dalam. Tonsil dan faring diinspeksi terhadap temuan abnormal seperti warma kemerahan, asimetris, atau adanya drainase, ulserasi, atau pembesaran.
Trakea dipalpasi terhadap posisi garis tengah dalam leher, dan setiap massa atau deformitas diidentifikasi. Nodus limfe leher juga dipalpasi terhadap pembesaran dan nyeri tekan yang berkaitan.
2.
Diagnosa Keperawatan
A. Inefektif
bersihan jalan nafas berhubungan Dengan sekresi berlebihan sekunder akibat
proses inflamasi
Hasil yang ingin
dicapai :
Menunjukkan
jalan nafas paten, Dengan binyi nafas bersih, tak Intervensi
Kaji frekwensi atau kedalaman pernafasan dan gerakan dada.
R/: Takipnea, pernafasan dangkal, dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan atau cairan paru.
Auskultasi area paru, catat area penurunan, atau tak ada aliran udara dan bunyi nafas adventisius, mis: krekels, mengi.
R/: Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi Dengan cairan. Bunyi nafas bronchial (normal pada bronkus) dapat juga terjadi pada area konsolidasi. Krekels, ronkhi, dan mengi terdengar pada inspirasi dan atau ekspirasi pada respon terhadap pengumpulan cairan, secret kental, dan spasme jalan nafas/ obstuksi.
Bantu pasien latihan nafas sering, tunjukkan atau Bantu pasien mempelajari, melakukan batuk, mis: menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi.
R/: Nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru atau jalan nafas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan nafas paten. Penekana menurunkan ketidaknyamanan badan dan posisi duduk memungkinkan upaya nafas lebih dalam dan lebih kuat.
Berikan cairan sedikitnya 2500 mL /hari (kecuali kontraindikasi) Tawarkan air hangat, daripada dingin.
R/: Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan secret.
Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi : mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, analgesic.
R/: Alat untuk menurunkan spasme bronkus Dengan mobilisasi secret. Analgesik diberikan untuk memperbaiki batuk Dengan menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati, karena dapat menurunkan upaya batuk atau menekanpernafasan.
Kaji frekwensi atau kedalaman pernafasan dan gerakan dada.
R/: Takipnea, pernafasan dangkal, dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan atau cairan paru.
Auskultasi area paru, catat area penurunan, atau tak ada aliran udara dan bunyi nafas adventisius, mis: krekels, mengi.
R/: Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi Dengan cairan. Bunyi nafas bronchial (normal pada bronkus) dapat juga terjadi pada area konsolidasi. Krekels, ronkhi, dan mengi terdengar pada inspirasi dan atau ekspirasi pada respon terhadap pengumpulan cairan, secret kental, dan spasme jalan nafas/ obstuksi.
Bantu pasien latihan nafas sering, tunjukkan atau Bantu pasien mempelajari, melakukan batuk, mis: menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi.
R/: Nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru atau jalan nafas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan nafas paten. Penekana menurunkan ketidaknyamanan badan dan posisi duduk memungkinkan upaya nafas lebih dalam dan lebih kuat.
Berikan cairan sedikitnya 2500 mL /hari (kecuali kontraindikasi) Tawarkan air hangat, daripada dingin.
R/: Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan secret.
Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi : mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, analgesic.
R/: Alat untuk menurunkan spasme bronkus Dengan mobilisasi secret. Analgesik diberikan untuk memperbaiki batuk Dengan menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati, karena dapat menurunkan upaya batuk atau menekanpernafasan.
B. Nyeri
yang berhubungan dengan iritasi laring sekunder akibat infeksi.
Kemungkinan dibuktikan oleh : sakit kepala, nyeri otot dan sendi, perilaku distraksi,gelisah.
Intervensi :
Berikan tindakan nyaman mis : pijtan punggung, perubahan posisi, perbincangan, relaksasi/latihannafas.
R/: Tindakan non analgetik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memeperbesar efek terapi analgetik.
Tawarkan pembersihan mulut dengan sering
R/: Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan membran mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
Kolaborasi
Berikananalgesikdanantitusif sesuai indikasi.
R/: Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif/paroksismal atau menurunkan mukosa berlebihan,meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.
Kemungkinan dibuktikan oleh : sakit kepala, nyeri otot dan sendi, perilaku distraksi,gelisah.
Intervensi :
Berikan tindakan nyaman mis : pijtan punggung, perubahan posisi, perbincangan, relaksasi/latihannafas.
R/: Tindakan non analgetik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memeperbesar efek terapi analgetik.
Tawarkan pembersihan mulut dengan sering
R/: Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan membran mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
Kolaborasi
Berikananalgesikdanantitusif sesuai indikasi.
R/: Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif/paroksismal atau menurunkan mukosa berlebihan,meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.
C. Gangguan
komunikasi verbal yang berhubungan dengan iritasi jalan napas atas sekunder
akibat infeksi atau pembengkakan.
Intervensi:
Berikan pilihan cara komunikasi yang lain seperti papan dan pencil
R/: Cara komunikasi yang lain dapat mengistirahatkan laring untuk berkomunikasi secara verbal sehingga dapat meminimalkan penggunaan pita suara.
Berikan komunikasi non verbal, contoh sentuhan dan gerak fisik, antisipasi kebutuhan.
R/: Sentuhan diyakini untuk memberikan peristiwa kompleks biokimia Dengan kemungkinan pengeluaran endokrin yang menurunkan ansietas.
Intervensi:
Berikan pilihan cara komunikasi yang lain seperti papan dan pencil
R/: Cara komunikasi yang lain dapat mengistirahatkan laring untuk berkomunikasi secara verbal sehingga dapat meminimalkan penggunaan pita suara.
Berikan komunikasi non verbal, contoh sentuhan dan gerak fisik, antisipasi kebutuhan.
R/: Sentuhan diyakini untuk memberikan peristiwa kompleks biokimia Dengan kemungkinan pengeluaran endokrin yang menurunkan ansietas.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Rhinitis merupakan suatu inflamasi (
peradangan ) pada membran mukosa di hidung atau Rhinitis merupakan suatu inflamasi (
peradangan ) pada membran mukosa di
hidung.
Faringitis merupakan infeksi pada faring yang disebabkan oleh
virus atau bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat
dan hiperemis, demam, pembesaran limfonodi leher dan malaise.
Laringitis merupakan peradangan pada laring yang terjadi karena
banyak sebab. Inflamasi laring sering terjadi sebagai akibat terlalu banyak
menggunakan suara, pemajanan terhadap debu, bahan kimiawi, asap, dan polutan
lainnya, atau sebagai bagian dari infeksi saluran nafas atas. Kemungkinan juga
disebabkan oleh infeksi yang terisolasi yang hanya mengenai pita suara.
5.
6.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar