Selasa, 02 Oktober 2012

POLISITEMIA VERA


BAB 1
TINJAUAN TEORI
1.1 DEFINISI
Menurut bahasa, polisitemia vera (PV) terdiri dari dua kata yaitu polisitemia dan vera. Polisitemia berasal dari bahasa Yunani yaitu poly (banyak), cyt (sel) dan hemia (darah). Jadi, polisitemia berarti peningkatan sel darah (eritrosit, leukosit, trombosit) di dalam darah. Sedangkan vera berasal dari bahasa Latin yang artinya sejati. Kata vera digunakan untuk membedakannya dari keadaan (penyakit) lain yang mengakibatkan peningkatan sel darah merah.
Jadi, polisitemia vera adalah suatu gangguan atau kelainan mieloproliferatif kronik yang ditandai dengan peningkatan sel darah merah (eritrositosis) sehingga terjadi hiperviskositas aliran darah.
1.2 ETIOLOGI
Polisitemia vera selanjutnya disngkat PV, merupakan suatu penyakit atau kelainan pada sistem mieloproliferatif yang melibatkan unsur-unsur hemopoetik dalam sumsum tulang. Mulainya diam-diam tetapi progresif, kronik dan belum diketahui penyebabnya. Seperti diketahui pada orang dewasa sehat, eritrosit, granulosit, dan trombosit yang beredar dalam darah tepi diproduksi dalam sumsum tulang. Seorang dewasa yang berbobot 70 kg akan menghasilkan 1 x 1011neutrofildan2x1011eritrositsetiapharinya.
Polisitemia vera biasanya mengenai pasien berumur 40-60 tahun, walaupun kadang-kadang ditemukan + 5% pada mereka yang berusia lebih muda. Angka kejadian polisitemia vera ialah 7 per satu juta penduduk dalam setahun. Penyakit ini dapat terjadi pada semua ras/bangsa, walaupun didapatkan angka kejadian yang lebih tinggi di kalangan bangsa Yahudi. Pada pria didaptkan dua kali lebih banyakwanita.
Sebagai suatu penyakit neoplastik yang berkembang lambat, PV terjadi karena sebagian populasi eritrosit berasal dari satu klon induk darah yang abnormal.       Berbeda dengan keadaan normalnya, sel induk darah yang abnormal ini tidak membutuhkan eritropoetin untuk proses pematangannya (eritropoetin serum , 4 mU/mL). Hal ini jelas membedakannya dari eritrositosis atau polisitemia sekunder dimana eritropoetin tersebut meningkat secara fisiologis (wajar sebagai kompensasi atas kebutuhan oksigen yang menigkat), biasanya pada keadaan dengan saturasi oksigen arteiral rendah, atau eritropoetin tersebut meningkta secara non fisiologis (tidak wajar) pada sindrom paraneoplastik manifestasi neoplasma lain yang mensekresi eritropoetin. Di dalam sirkulais darah tepi pasien polisitemia vera didapati peninggian nilai hematokrit yang menggambarkan terjadinya peningkatan konsentrasi eritrosit terhadap plasma, dapat mencapai . 49% pada wanita (kadar Hb . 16 mg/dL) dan . 52% pada pria (kadar Hb . 17 mg/dL), serta didapati pula peningkatan jumlah total eritrosit (hitung eritrosit >6 juta/mL). Kelainan ini terjadi pada populasi klonal sel induk darah (sterm cell) sehingga seringkali terjadi juga produksi leukosit dan trombosityangberlebihan.

   Etiologi polisitemia vera belum sepenuhnya diketahui secara pasti. Tetapi diduga karena adanya mutasi dari sel-sel progenitor erythroid dan perubahan fungsi tirosin kinane, yaitu janus kinase 2 (JAK2).
Sel-sel progenitor erythroid dari pasien dengan  PV membentuk coloniesin dalam ketiadaan eritropoietin, juga menunjukkan hipersensitivitas sel-sel myeloid, dan berbagai faktor pertumbuhan.
   Janus kinase 2 (JAK2) merupakan suatu tirosin kinase sitoplasma yang mempunyai peran kunci dalam transduksi sinyal beberapa reseptor fator pertumbuhan hematopoietik, termasuk erythropoietin, granulosit-makrophage colony-stimulating factor (GM-CSF), interleukin (IL)-3, IL-5, thrombopoietin, and hormon pertumbuhan.

1.2.1 Faktor Resiko
1.      Usia > 60 tahun, dengan sejarah trombositosis.
2.      Hipoksia dari penyakit paru-paru (kronis) jangka panjang dan merokok. Akibat dari hipoksia adalah peningkatan jumlah eritropoietin. Dengan adanya peningkatan jumlah eritropoietin oleh ginjal, akan mengakibatkan peningkatan pembentukan sel darah merah di sumsum tulang.
3.      Penerimaan karbon monoksida (CO) kronis. Hemoglobin mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap CO daripada oksigen.
4.      Orang yang tinggal di dataran tinggi mungkin juga mempunyai resiko polisitemia pada tingkat oksigen lingkungan yang rendah.
5.      Orang dengan mutasi genetik (yaitu pada gen Janus kinase-2  atau JAK-2), jenis polisitemia familial dan keabnormalan hemoglobin juga membawa faktor resiko.
1.3 PATOFISIOLOGI
Terdapat 3 jenis polisitemia yaitu relatif (apparent), primer, dan sekunder.
1.      Polisitemia relatif berhubungan dengan hipertensi, obesitas, dan stress. Dikatakan relatif karena terjadi penurunan volume plasma namun massa sel darah merah tidak mengalami perubahan.
2.      Polisitemia primer disebabkan oleh proliferasi berlebihan pada sel benih hematopoietik tanpa perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan kadar  eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal, proses proliferasi terjadi karena rangsangan eritropoietin yang kuat.
3.      Polisitemia sekunder, dimana proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar eritropoietin. Peningkatan massa sel darah merah lama kelamaan akan mencapai keadaan hemostasis dan kadar eritropoietin kembali normal. Contoh polisitemia ini adalah hipoksia.
Mekanisme terjadinya polisitemia vera (PV) disebabkan oleh kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang. Selain terdapat sel batang normal pada sumsum tulang terdapat pula sel batang abnormal yang dapat mengganggu atau menurunkan pertumbuhan dan pematangan sel normal. Bagaimana perubahan sel tunas normal jadi abnormal masih belum diketahui.
Progenitor sel darah penderita menunjukkan respon yang abnormal terhadap faktor pertumbuhan. Hasil produksi eritrosit tidak dipengaruhi oleh jumlah eritropoetin. Kelainan-kelainan tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan DNA yang dikenal dengan mutasi. Mutasi ini terjadi di gen JAK2 (Janus kinase-2) yang memproduksi protein penting yang berperan dalam produksi darah.
Pada keadan normal, kelangsungan proses eritropoiesis dimulai dengan ikatan antara ligan eritropoietin (Epo) dengan reseptornya (Epo-R). Setelah terjadi ikatan, terjadi fosforilasi pada protein JAK. Protein JAK yang teraktivasi dan terfosforilasi, kemudian memfosforilasi domain reseptor di sitoplasma. Akibatnya, terjadi aktivasi signal transducers and activators of transcription (STAT). Molekul STAT masuk ke inti sel (nucleus), lalu mengikat secara spesifik sekuens regulasi sehingga terjadi aktivasi atau inhibisi proses trasnkripsi dari hematopoietic growth factor.
Pada penderita PV, terjadi mutasi pada JAK2 yaitu pada posisi 617 dimana terjadi pergantian valin menjadi fenilalanin (V617F), dikenal dengan nama JAK2V617F. Hal ini menyebabkan aksi autoinhibitor JH2 tertekan sehingga proses aktivasi JAK2 berlangsung tak terkontrol. Oleh karena itu,  proses eritropoiesis dapat berlangsung tanpa atau hanya sedikit hematopoetic growth factor.
Terjadi peningkatan produksi semua macam sel, termasuk sel darah merah, sel darah putih, dan platelet. Volume dan viskositas darah meningkat. Penderita cenderung mengalami thrombosis dan pendarahan dan menyebabkan gangguan mekanisme homeostatis yang disebabkan oleh peningkatan sel darah merah dan tingginya jumlah platelet. Thrombosis dapat terjadi di pembuluh darah yang dapat menyebabkan stroke, pembuluh vena, arteri retinal atau sindrom Budd-Chiari.
Fungsi platelet penderita PV menjadi tidak normal sehingga dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Peningkatan pergantian sel dapat menyebabkan terbentuknya hiperurisemia, peningkatan resiko pirai dan batu ginjal.
1.4 MANIFESTASI KLINIS
               Permasalahan yang ditimbulkan berkaitan dengan massa eritrosit, basofil, dan trombosit yang bertambah, serta perjalanan alamiah penyakit menuju ke arah fibrosis sumsum tulang. Fibrosis sumsum tulang yang ditimbulkan bersifat poliklonal dan bukan neoplastik jaringan ikat.
Tanda dan gejala yang predominan pada polisitemia vera adalah sebagai akibat dari :
1. Hiperviskositas
Peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan menyebabkan :
a. penurunan kecepatan aliran darah (shear rate), lebihjauh lagi akanmenimbulkan eritrostasis sebagai akibat penggumpalan eritrosit.
b. penurunan laju transpor oksigen
Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai gejala dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ sasaran (iskemia/infark) seperti di otak, mata, telinga, jantung, paru, dan ekstremitas.
2. Penurunan shear rate
Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi hemostasis primer yaitu agregasi trombosit pada endotel. Hal tersebut akan mengakibatkan timbulnya perdarahan, walaupun jumlah trombosit >450 ribu/mL. Perdarahan terjadi pada 10-30% kasus PV, manifestasinya dapat berupa epistaksis, ekimosis, dan perdarahan gastrointerstinal.
3. Trombositosis (hitung trombosit >400.000/mL).
Trombositosis dapat menimbulkan trombosis. Pada PV tidak ada korelasi trombositosis dengan trombosis. Trombosis vena atau tromboflebitis dengan emboli terjadi pada 30-50% kasus PV.
4. Basofilia (hitung basofil >65/mL)
Lima puluh persen kasus PV datang dengan gatal (pruritus) di seluruh tubuh terutama setelah mandi air panas, dan 10% kasus polisitemia vera datang dengan urtikaria suatu keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya kadar histamin dalam darah sebagai akibat adanya basofilia. Terjadinya gastritis dan perdarahan lambung terjadi karena peningktana kadar histamin.
5. Splenomegali
Splenomegali tercatat pada sekitar 75% pasien polisitemia vera. Splenomegali ini terjadi sebagai akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular.
6. Hepatomegali
Hepatomegali dijumpai pada kira-kira 40% polisitemia vera. Sebagaimana halnya splenomegali, hepatomegali juga merupakan akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular.
7. Laju siklus sel yang tinggi
Sebagai konsekuensi logis hiperaktivitas hemopoesis dan splenomegali adalah sekuestasi sel darah makin cepat dan banyak dengan demikian produksi asam urat darah akan meningkat. Di sisi lain laju filtrasi gromerular menurun karena penurunan shear rate. Artritis Gout dijumpai pada 5-10% kasus polisitemia vera.
8. Difisiensi vitamin B12 dan asam folat.
Laju silkus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan defisinesi asam folat dan vitamin B12. Hal ini dijumpai pada + 30% kasus PV karena penggunaan/ metabolisme untuk pembuatan sel darah, sedangkan kapasitas protein tidak tersaturasi pengikat vitamin B12 (UB12 – protein binding capacity) dijumpai meningkat pada lebih dari 75% kasus. Seperti diketahui defisiensi kedua vitamin ini memegang peranan dalam timbulnya kelainan kulit dan mukosa, neuropati, atrofi N.optikus, serta psikosis.
1.4.1 Perjalanan Klinis:
a. Fase eritrositik atau fase polisitemia
   Fase ini merupakan fase permulaan. Pada fase ini didapatkan peningkatan jumlah eritrosit yang dapat berlangsung hingga 5-25 tahun. Pada fase ini dibutuhkan flebotomi secara teratur untuk mengendalikan viskositas darah dalam batas normal.
b. Fase burn out (terbakar habis ) atau spent out (terpakai habis)
   Dalam fase ini kebutuhan flebotomi menurun sangat jauh atau pasien memasuki periode panjang yang tampaknya seperti remisi, kadang-kadang timbul anemia tetapi trombositosis dan leukositosis biasanya menetap.
c. Fase mielofibrotik
   Jika terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi klinis dan perjalanan klinis menjadi serupa dengan mielofibrosis dan metaplasia mieloid. Kadang-kadang terjadi metaplasia mieloid pada limpa, hati,. kelenjar getah bening dan ginjal.
d. Fase terminal
   Pada kenyataannya kematian pasien dengan polisitemia vera diakibatkan oleh komplikasi trombosis atau perdarahan. Kematian karena mielofibrosis terjadi pada kurang dari 15%. Kelangsungan hidup rerata (median survival) pasien yang diobati berkisar antara 8 dan 15 tahun, sedangkan pada pasien yang tidak mendapat pengobatan hanya 18 bulan. Dibandingkan dengan pengobatan flebotoni saja, risko terjadinya leukimia akut meningkat 5 kali jika pasien diberi pengobatan fosfor P32 dan 13 kali jika pasien mendapat obat sitostatik seperti klorambusil.
1.4.2 TANDA DAN GEJALA
1.      Sakit kepala, keringat berlebihan, telinga berdengung, gangguan penglihatan (seperti pandangan kabur), pusing dan vertigo. Gejala-gejala ini diduga merupakan efek dari pembuluh darah membesar dengan aliran darah lebih lambat, terjadi pada sekitar 30% pasien PV.
2.      Gatal-gatal pada kulit, terutama setelah mandi air hangat atau mandi dengan menggunakan shower (terjadi pada beberapa pasien), terjadi pada sekitar 40% pasien PV.
3.      Erythromelalgia yang ditandai dengan eritema pada kulit, terutama pada telapak tangan, lobus telinga, hidung, dan pipi. Hal ini dapat terjadi akibat tingginya konsentrasi eritrosit dalam darah. Beberapa pasien juga mengalami rasa panas terbakar pada kaki.
4.      Tukak lambung dapat berhubungan dengan PV, dan dapat menyebabkan perdarahan gastrointestinal.
5.      Pembesaran limpa, yang dapat diketahui dengan pemeriksaan fisik atau menggunakan tes USG.
6.      Angina atau gagal jantung kongestif merupakan efek berbahaya akibat viskositas darah yang tinggi dan adanya platelet yang dapat menyumbat pembuluh darah koroner dan membentuk gumpalan, terjadi pada sekitar 30% pasien PV
7.      Gout, yaitu peradangan sendi yang disebabkan oleh meningkatnya kadar asam urat. PV dapat memperburuk keadaan gout juga merupakan faktor resiko dari gout.
8.      Perdarahan atau memar, terjadi pada sekitar 25% pasien PV.
9.      Kehilangan berat badan
1.5 KOMPLIKASI
Kelebihan sel darah merah bisa berhubungan dengan komplikasi lainnya yaitu:
1.Ulkus Gastrikum
2.Batu ginjal
3.Bekuan darah didalam vena dan arteri yang bisa menyebabkan serangan jantung adan stroke adn bisa menyumbat aliran darah kelenganndan tungkai dan kadang juga bisa berkembang menjadi leukimia.
1.6 PENATALAKSANAAN
A.Prinsip pengobatan
1. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus (individual) dan mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi.
2. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/ polisitemia yang belum terkendali.
3. Menghindari pengobatan berlebihan (over treatment)
4. Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan berefek sterilisasi pada pasien usia muda.
5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi sitostatik pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan :
 Trombositosis persisten di atas 800.00/mL, terutama jika disertai gejala trombosis
   a. Leukositosis progresif
   b.Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik
  
c. Gejala sistemis yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan, penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.

B.Media Pengobatan
1. Flebotomi
               Flebotomi dapat merupakan pengobatan yang adekuat bagi seorang apsien polisitemia selama bertahun-tahun dan merupakan pengobatan yang dianjurkan.
Indikasi flebotomi :
   1. polisitemia vera fase polisitemia
   2. polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika Ht > 55 % (target     Ht < 55%)
   3. polisitemia sekunder nonfisiologis bergtantung pada derajat beratnya      gejala yang ditimbulkan akibat hiperviskositas dan penurunan shear rate,         sebagai penatalaksanaas terbatas gawat darurat sindrom paraneoplastik.
   Pada PV tujuan prosedur flebotomi tersebut adalah mempertahankan          hematokrit < 42% pada wanita, dan < 47% pada pria untuk mencegah timbulnya hiperviskositas dan penurunan shear rate. Indikasi flebotomi    terutama pada semua pasien pada permulaan penyakit, dan pada pasien       yang masih dalam usia subur.

2. Kemoterapi Sitostatika
Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatik adalah sitoreduksi. Saat ini lebih dianjurkan menggunakan Hidroksiurea salah satu sitostatik golongan obat antimetabolik, sedangkan penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau tidak dianjurkan lagi karena afek leukemogenik, dan mielosupresi yang serius. Walaupun demikian, FDA masih membenarkan klorambusil dan Busulfan digunakan pada PV.indikasi penggunaan kemoterapi sitostatik :
               1. hanya untuk polisitemia rubra primer (PV)
               2. flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan . 2 kali sebulan
               3. trombositosis yang terbukti menimbulkan trombosis
               4. urtikaria berat yang tidak dapat diatasi dengan antihistamin
               5. splenomegali simtomatik/mengancam ruptur limpa
Cara pemberian kemoterapi sitostatik :
   1. Hidroksiurea (Hydrea 500 mg/tablet) dengan dosis 800-1200       mg/m2/hari atau diberikan sehari 2 kali dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali,       jika telah tercapai target dapat dilanjutkan dengan pemberian intermiten    untuk pemeliharaan.
   2. Klorambusil (Leukeran 2 mg/tablet) dengan dosis induksi 0,1-0,2            mg/kgBB/hari selama 3-6 minggu, dan dosis pemeliharaan 0,4 mg/kgBB   tiap 2-4 minggu.
   3. Busulfan (Myleran 2 mg/tablet) 0,06 mg/kgBB/hari atau   1,8mg/m2/hari, jika telah tercapai target dapat dilanjutkan dengan        pemberian intermiten untuk pemeliharaan.
   Pasien dengan pengobatan cara ini harus diperiksa lebih sering (sekitar 2     sampai 3 minggu sekali). Kebanyakan klinisi menghentikan pemberian obat jika hematokrit :
   1. Pada pria < 47% dan memberikannya lagi jika > 52%
   2. Pada wanita < 42% dan memberikannya lagi jika > 49%

3. Fosfor Radiokatif (P32)
Pengobatan ini efektif, mudah dan relatif murah untuk pasien yang tidak kooperatif atau dengan keadaan sosiekonomi yang tidak memungkinkan untuk berobat secara teratur. P32 pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 2-3mCi/m2 secar intravena, apabila diberikan per oral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian P32 pertama:
1. mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu. Jika diperlukan dapat diulang akan tetapi hal ini jarang dibutuhkan,
2. tidak mendapatkan hasil, selanjutnya dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama, dan diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama.
Panmeiosis dapat dikontrol dengan cara ini pada sekutar 80% pasien untuk jangka waktu 1-2 bulan dan mungkin berakhir 2 tahun atau lebih lama lagi. Sitopenia yang serius setelah pengobatan ini jarang terjadi. Pasien diperiksa sekitar 2-3 bulan sekali setelah keadaan stabil.
Trombositosis dan trombositemia yang mengancam (hiperagregasi) atau terbukti menimbulkan trombosis masih dapat terjadi emskipun eritrositosis dan leukositosis dapat terkendali.

4. Kemoterapi Biologi (Sitokin)
Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada polisitemia vera terutama untuk mengontrol trombositemia (hitung trombosit . 800.00/mm3), produk biologi yang digunakan adalah Interferon (Intron-A 3&5 juta IU, Roveron-A 3 & 9 juta IU) digunakan terutama pada keadaan trombositema yang tidak dapat dikendalikan. Dosis yang dianjurkan 2 juta IU/m2/subkutan atau intramuskular 3 kali seminggu.
Kebanyakan klinisi mengkombinasikannya dengan sitostatik Siklofosfamid (Cytoxan 25 mg & 50 mg/tablet) dengan dosis 100mg/m2/hari, selama 10-14 ahri atau target telah tercapai (hitung trombosit < 800.000/mm3) kemudian dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 100mg/m3 1-2 kali seminggu.
5.Pengobatan Suportif
a. Hiperurisemia diobati dengan alopurinol 100-600 mg/hari oral pada pasien dengan penyakit yang aktif dengan memperhatikan fungsi ginjal.
b. Pruritus dan urtikaria dapat diberikan anti histamin, ika diperlukan dapat diberikan Psoralen dengan penyinaran Ultraviolet range A (PUVA)
c. Gastritis/ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2
d. Antiagregasi trombosit Analgrelide turunan dari Quinazolin disebutkan juga dapatmenekantrombopoesis.
TERAPI NON FARMAKOLOGI
Tujuannya untuk mencegah bertambah parahnya penyakit dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
1.      Banyak berolahraga, latihan ringan seperti jalan santai dan jogging dapat memperlancar aliran darah sehingga dapat mengurangi resiko penggumpalan darah. Selain itu juga dianjurkan untuk melakukan peregangan kaki dan lutut.
2.      Tidak merokok. Merokok dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang akan meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke akibat gumpalan darah.
3.      Merawat kulit dengan baik, untuk mencegah rasa gatal, mandi dengan air dingin dan segera keringkan kulit. Hindari mandi menggunakan air panas. Jangan biasakan menggaruk karena dapat menimbulkan luka dan infeksi.
4.      Menghindari temperatur yang ekstrim. Buruknya aliran darah pada penderita polisitemia vera menyebabkan tingginya resiko cedera akibat suhu panas dan dingin. Di daerah dingin, gunakan baju hangat dan lindungi terutama bagian tangan dan kaki. Untuk di daerah panas, lindungi tubuh dari sinar matahari serta perbanyak minum air.
5.      Waspada terhadap luka. Aliran darah yang buruk menyebabkan luka sulit sembuh, terutama di bagian tangan dan kaki. Periksa bagian tersebut secara berkala dan hubungi dokter apabila menderita luka atau cedera.
TERAPI MEDIS DAN NON MEDIS
Terapi-terapi yang sudah ada saat ini belum dapat menyembuhkan pasien. Yang dapat dilakukan hanya mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup pasien.
Tujuan terapi yaitu:
1.      Menurunkan jumlah  dan memperlambat pembentukan sel darah merah (eritrosit).
2.      Mencegah kejadian trombotik misalnya trombosis arteri-vena, serebrovaskular, trombosis vena dalam, infark miokard, oklusi arteri perifer, dan infark pulmonal.
3.      Mengurangi rasa gatal dan eritromelalgia ekstremitas distal.
Prinsip terapi:
1.      Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus (individual) dan mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi.
2.      Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/ polisitemia yang belum terkendali.
3.      Menghindari pengobatan berlebihan (over treatment)
4.      Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan berefek sterilisasi pada pasien usia muda.
5.      Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi sitostatik pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan:
1.Trombositosis persisten di atas 800.00/mL, terutama jika disertai gejala trombosis
2.Leukositosis progresif
3.Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik
4.Gejala sistemis yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan, penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.
Terapi Polisitemia:
1.  Flebotomi
Flebotomi adalah terapi utama pada PV. Flebotomi mungkin satu-satunya bentuk pengobatan yang diperlukan untuk banyak pasien, kadang-kadang selama bertahun-tahun dan merupakan pengobatan yang dianjurkan. Indikasi flebotomi terutama pada semua pasien pada permulaan penyakit, dan pada pasien yang masih dalam usia subur.
Pada flebotomi, sejumlah kecil darah diambil setiap hari sampai nilai hematokrit mulai menurun. Jika nilai hematokrit sudah mencapai normal, maka darah diambil setiap beberapa bulan, sesuai dengan kebutuhan. Target hematokrit yang ingin dicapai adalah <45% pada pria kulit putih dan <42% pada pria kulit hitam dan perempuan.
2.  Kemoterapi Sitostatika/ Terapi mielosupresif (agen yang dapat mengurangi sel darah merah atau konsentrasi platelet)
Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatik adalah sitoreduksi. Lebih baik  menghindari kemoterapi jika memungkinkan, terutama pada pasien uisa muda. Terapi mielosupresif dapat dikombinasikan dengan flebotomi atau diberikan sebagai pengganti flebotomi.
Kemoterapi yang dianjurkan adalah Hidroksiurea (dikenal juga sebagai hidroksikarbamid) yang merupakan salah satu sitostatik golongan obat antimetabolik karena dianggap lebih aman, tetapi masih diperdebatkan tentang keamanan penggunaan jangka panjang.
Penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau tidak dianjurkan lagi karena efek leukemogenik dan mielosupresi yang serius. Walaupun demikian, FDA masih membenarkan klorambusil dan Busulfan digunakan pada PV.
Pasien dengan pengobatan cara ini harus diperiksa lebih sering (sekitar 2 sampai 3 minggu sekali). Kebanyakan klinisi menghentikan pemberian obat jika hematokrit:  pada pria < 45% dan memberikannya lagi jika > 52%, pada wanita < 42% dan memberikannya lagi jika > 49%.
3. Fosfor Radiokatif (P32)
Isotop radioaktif (terutama fosfor 32) digunakan sebagai salah satu cara untuk menekan sumsum tulang. P32 pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 2-3mCi/m2 secar intravena, apabila diberikan per oral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian pertama P32:
a.       Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu. Jika diperlukan dapat diulang akan tetapi hal ini jarang dibutuhkan.
b.       Tidak mendapatkan hasil, selanjutnya dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama, dan diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama.
4.  Kemoterapi Biologi (Sitokin)
Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada polisitemia vera terutama untuk mengontrol trombositemia (hitung trombosit . 800.00/mm3). Produk biologi yang digunakan adalah Interferon (Intron-A, Roveron-) digunakan terutama pada keadaan trombositemia yang tidak dapat dikendalikan. Kebanyakan klinisi mengkombinasikannya dengan sitostatik Siklofosfamid (Cytoxan).
5.   Pengobatan pendukung
1.      Hiperurisemia diobati dengan allopurinol 100-600 mg/hari oral pada pasien dengan penyakit yang aktif dengan memperhatikan fungsi ginjal.
2.      Pruritus dan urtikaria dapat diberikan anti histamin, jika diperlukan dapat diberikan Psoralen dengan penyinaran Ultraviolet range A (PUVA).
3.      Gastritis/ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2.
4.      Antiagregasi trombosit Analgrelide turunan dari Quinazolin.
5.      Anagrelid digunakan sebagai substitusi atau  tambahan ketika hidroksiurea tidak memberikan toleransi yang baik atau dalam kasus trombositosis sekunder (jumlah platelet tinggi). Anagrelid mengurangi tingkat pembentukan trombosit di sumsum. Pasien yang lebih tua dan pasien dengan penyakit jantung umumnya tidak diobati dengan anagrelid.
1.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
A. Pemeriksaan Laboratorium
1. Eritrosit
Untuk menegakkan diagnosis polisitemia vera, peninggian massa eritrosit haruslah didemonstrasikan pada saat perjalanan penyakit ini. Pada hitung sel jumlah eritrosit dijumpai > 6 juta/mL, dan sediaan apus eritrosit biasanya normokrom, normositik kecuali jika terdapat defisiensi besi. Poikilositosis dan anisositosis menunjukkan adanya transisi ke arah metaplasia meiloid di akhir perjalanan penyakit ini.
2. Granulosit
Granulosit jumlahnya meningkat terjadi pada 2/3 kasus PV, berkisar antara 12-25 ribu/mL tetap dapat sampai 60 ribu?mL. Pada dua pertiga kasus ini juga terdapat basofilia.
3. Trombosit
Jumlah trombosit biasanya berkisar antara 450-800 ribu/mL, bahkan dapat > 1 juta/mL. Sering didapatkan dengan morfologi trombosit yang abnormal.
4. B12 Serum
B12 serum dapat meningkat, hal ini dijumpai pada 35 % kasus, tetapi dapat pula menurun, yaitu pada + 30% kasus, dan kadar UB12BC meningkat pada > 75% kasus PV.
5. Pemeriksaan sumsum tulang
Pemeriksaan ini tidak diperlukan untuk diagnostik, kecuali bila ada kecurigaan terhadap penyakit mieloproliferatif lainnya seperti adanya sel blas dalam hitung jenis leukosit. Sitologi sumsum tulang menunjukkan peningkatan selularitas normoblastik berupa hiperplasi trilinier seri eritrosit, megakariosit, dan mielosit. Sedangkan dari gambaran histopatologi sumsum tulang adanya bentuk morfologi megakariosit yang patologis/abnormal dan sedikit fibrosis merupakan petanda patognomonik PV.
6. Pemeriksaan sitogenetik
Pada pasien PV yang belum mendapat pengobatan P53 atau kemoterapi sitostatik dapat dijumpai kariotip 20q-,=8,+9,13q-,+1q. Variasi abnormalitas sitogenetik dapat dijumpai selain bentuk tersebut di atas terutama jika pasien telah mendapatkan pengobatan P53 atau kemoterapi sitostatik sebelumnya
2.1 LANDASAN ASUHAN KEPERAWATAN
2.1.2  Pengkajian
A. Pemeriksaan fisik
            1. Peningkatan warna kulit
            2. Gejala-gejala kelebihan beban sirkulasi (Dispneu,batuk     kronis,peningkatan tekanan darah, pusing dan lain-lain)
            3. Gejala-gejala trombosis (Angina), disebabkan oleh peningkatan   viskositas darah.
            4. Splenomegali dan hepatomegali
            5. Gatal, khususnya setelah mandi air hangat yang diakibatkan oleh             hemolisis sel darah yang tidak matang
            6. Riwayat perdarahan hidung
2.1.3 Diagnosa Keperawatan
            1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan sel darah           merah dan volume darah.
            2.Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan       dengan pembentukan trombus sekunder.
            3.Resiko tinggi perubahan penatalaksanaan pemeliharaan di rumah berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi dan       rencana tindakan, kesulitan penyesuaian terhadap kondisi kronis.
            2.1.4 Intervensi
            Dx 1
            Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan, volume cairan      pada    tubuh klien berada dalam batas normal
            1. Batasi masukan cairan bila gejala kelebihan cairan terjadi
            R : Untuk mencegah kelebihan cairan lebih lanjut
            2. Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan
            R : Farmakoterapi sepanjang hidup diperlukan secara efektiv untuk             mengontrol polisitemia vera
Dx 2
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perfusi jaringan klien berada dalam keadaan normal
1. Anjurkan klien untuk melakukan latihan rentang gerak aktif
R : Imobilisasi mempredisposisikan klien pada pembentukan trombus
2. Anjurkan masukan cairan bila tidak ada gejala-gejala kelebihan beban cairan
R : Cairan membantu menurunkan viskositas darah
3. Pantau hasil lab darah lengkap dan status vaskuler perifer setiap 8 jam
R : Untuk mendeteksi komplikasi dini
Dx 3
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan agar pengetahuan klien mengenai perubahan penatalaksanaan di rumah dapat terpenuhi
1. Evaluasi pemahaman klien mengenai kondisi dan terapi klien
R : Kepatuhan ditingkatkan bila klien memahami hubungan antara kondisi dan terapi yang mereka dapatkan
2. Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan tentang mengalami penyakit kronis.
R : Pengungkapan perasaan memudahkan koping serta mengurangi ansietas
3. Instruksikan klien untuk mencari pertolongan medis bila gejala-gejala kelebihan beban sirkulasi terjadi
R : Intervensi diperlukan untuk mencegah kerusakan jaringan permanen

2.1.5 Evaluasi
1. Tanda-tanda vital dalam batas normal
2. Bunyi nafas bersih
3. Penurunan berat badan
4. CRT < 2 detik
5. Tidak cyanosis
6. Akral hangat
7. Klien mampu mengungkapkan pemahaman tentang kondisi dan rencana tindakan.










BAB III
DARTAR PUSTAKA
Handayani,wiwik.Andi Sulistyo W.2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi.Salemba Medika:Jakarta
http://www.tanyadokter.com/disease.asp?id=1001649
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.wrongdiagnosis.com/p/polycythemia/symptoms.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar